Read More >>"> The Diary : You Are My Activist (#The Recess) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Diary : You Are My Activist
MENU
About Us  

#The Recess

"Karena sejatinya Tuhan memberikan alasan terindahnya dalam segala ujian hidup makhlukNya selalu di waktu yang tepat"

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Seseorang mengelap butiran air di dahiku dengan handuk dingin, aku berusaha menempatkan diriku dan menyadari tempat yang kini aku diami. Sosok lelaki itu duduk di sampingku, menatapku. Dia yang ternyata menyeka keringatku.

"Bagaimana perasaanmu..?" Tanya seorang gadis yang duduk disamping lelaki yang kurindukan itu. Dia adalah Nayra, sahabatku.

Aku masih sangat lemas, tubuhku rasanya sangat pegal dan suaraku terasa berat, kucoba menenangkan diriku meski dengan perasaan yang masih bingung. Apa yang terjadi padaku sebenarnya? Kapankah ini? Jam berapa sekarang?

Aku hanya bisa menatap mereka sembari mengumpulkan nyawa yang perlahan-lahan mulai kembali. Aku mencoba mengingat hal terakhir yang terjadi padaku, tapi semuanya seakan ditelan. Juna.. Ya Juna.. Lelaki itu yang kini menatapku. Aku rindu padanya, rindu senyumnya, rindu tawanya, dan rindu semua yang ada di dirinya. "Tidurlah dulu, Bii ... kamu pasti sangat lelah," dengan lembut ia mengelus tanganku sembari memijatnya perlahan. Seperti bius, kata-katanya membuatku tenang dan memutuskan untuk melanjutkan tidurku. ********

Kegelapan seakan menyelimuti pandanganku, meski nafasku sudah sangat tenang dan nyaman. Aroma gurih ayam menyapa hidung lalu pikiranku, hingga tanpa aba-aba perutku merespon dengan bunyi yang bisa kurasakan. "Feb..." panggil seorang perempuan, aku tahu benar suara siapa yang menyebut namaku itu. Kubuka mataku dan benar saja, kudapati ia tengah menyiapkan segelas susu dan semangkuk bubur di sampingku.

"Nay...sedang apa? Jam berapa sekarang? Hari apa?" Tanyaku sembari mencoba bangkit. "Weiss.. santai Feb.. ini jam 9 pagi, hari Sabtu.." jawabnya.

"Ada apa ini?" Masih dengan kebingunganku, Nayra memberikanku segelas air putih yang ia siapkan bersama bubur dan susu tadi.

"Kamu pingsan Feb.." jawab Nayra "semalem..." "Kenapa aku pingsan?" Kagetku, karena aku belum bisa mengingat kejadian terakhir yang kualami itu.

"Kelelahan mungkin.. semalam Juna bilang kamu pingsan, pas aku udah dateng kamu udah tidur.. jadi aku cuma tau itu aja Feb..." jelasnya "gimana perasaan kamu sekarang?"

"Lebih baik sepertinya Nay.. makasih.." aku menyimpan gelas air putih itu di samping tempat tidurku.

"Makanlah, kamu pasti sangat lemas..." pinta Nayra, ia mencoba menyuapiku bubur yang wanginya sedari tadi menggoda pemciumanku. Enak.

"Makasih ya Nay..." aku melahap bubur itu, bubur kesukaanku. Kusapu pandanganku pada sudut-sudut kamar kecilku itu.

Mana Juna?

*****************

Ponselku bergetar, sebuah pesan muncul di layarnya yang berkedip-kedip. Pesan dari Juna. Sambil bersandar di tembok kamar, aku mencoba mengingat apa yang harus aku ingat, apa yang sebenarnya terjadi padaku, karena sungguh aku tak ingat sedikitpun.

Kembali ponselku bergetar, nama Juna masih saja muncul di layarnya. Penasaran, aku membuka pesan itu.

Selamat pagi, Bintang.. Bagaimana perasaanmu saat ini? Semoga sudah baikan yaaa.. maaf tadi subuh aku pulang, tapi ada Nay yang menemanimu kan? Aku sudah membeli bubur kesukaanmu itu, semoga kamu makan sampai habis yaπŸ™‚ cepat sehat dan ayo kita bercanda bersama lagi, aku rindu..

Sambil tersipu-sipu aku membaca rentetan kata-kata itu, hingga pesan kedua pun aku baca langsung,

Hari ini ada beberapa acara kampus yang tak bisa ku tinggalkan, jadi hari ini tolong isi saja celengan rindunya untukkuπŸ™‚ Jaga kesehatan, akan ku kabari segera jika semua acara telah selesai. Aku menyayangimu, Bintang..

Aku membalasnya dengan senyuman. Yaaa.. baiklah, aku harus kembali bersemangat jika begini caranya. Sepertinya aku tak usah memikirkan hal-hal yang sedikit mengganggu pikiran beberapa saat lalu.

****************

Kakiku berjalan menyusuri gang kecil dengan semangat, aku baru saja kembali dari kaffe Nayra dan membeli beberapa makanan ringan untuk nanti jika Juna datang ke kostku. Aku rindu padanya, meski belum 24 jam aku berpisah dengan sosok pengisi hatiku itu. Tapi pertemuan terakhirku rasanya sangat sebentar, aku hanya melihat senyumannya dan mendengar suaranya yang menurutku seksi. Hmm.

Ponselku berdering di dalam tas kecil, kubuka dan kudapati sebuah panggilan dari nomor yang tak dikenal. Dengan ragu aku menerimanya.

"Hallo...?" Jantungku terasa berdebar-debar entah mengapa, suara di seberangpun hanya keheningan sambil sesekali ada keributan obrolan manusia. 30 detik sudah panggilan itu terjadi, namun aku masih belum mendengar apapun, dan aku tak berani untuk menanyakan apa yang kini ada di dalam pikiranku. Ada perasaan yang sangat kuat menyeruak di benakku, perasaan dingin dan tak nyaman. Suasana gang yang sepi malah menambah rasa kacau dalam diriku, aku merasa jika aku tengah sendirian dan seseorang mengawasiku entah dari bagian mana.

Ada apa ini? Siapa ini?

"Hallo Bintang.." suara yang terdengar angkuh, suara seorang gadis. Aku masih terdiam, aku takut untuk meresponse ucapan orang dari seberang itu. Bulu kudukku merinding dan tubuhku serasa kaku. Perasaan apa ini? Menakutkan.

"Hihihihii..." gadis itu sepertinya tertawa cekikikan, "hahahaaa... Selamat, kamu pemenangnya.. " katanya.

Pemenang? Pemenang apa? Lotere? Tidak! Aku tak pernah berjudi, ayolaaahhh!!

"a-a-apa maksudnya?" Kuberanikan untuk bertanya.

"Nghahahahahaa... kamu menang gadis sialan! Nghihihihiii.. Juna milikmu sekarang! " Cekikikannya begitu menyeramkan, aku tahu, dia Hikma.

"Maaf..." aku merasa menyesal karena pernah membuatnya menggila gara-gara dia tahu aku bersama Juna yang ternyata begitu ia cintai. "Persetan dengan kalian! Nghahahahahahahahaaa" suara di seberang mulai terdengar ricuh bercampur tawa yang mengerikan "tanggunglah dosaku!!! Nghahaahahahaaaaa"

Sayup-sayup terdengar teriakan orang-orang di seberang sana, beberapa terdengar ribut "jangan teh!! Jangan loncat!!" "HIKMAAAAAA!!!!! Aaaaaaaaaaaaaarrrggh" seorang perempuan menjerit, suaranya samar menghilang digantikan suara angin dan terdengar seperti benda terjatuh dan ponsel yang terbentur keras, tak lama dari itu panggilan terputus. Aku terdiam, kejadian apa yang barusan aku dengar? Bunuh diri kah? Aku tak percaya jika Hikma bunuh diri, Tidak! Tidak! Itu tak mungkin!

Jantungku rasanya terhenti, takut dan begitu gelisah. Tenangkan dirimu Febri.. tenangkan.. Semua akan baik-baik saja, tenang..

Aku kembali berjalan untuk pulang, namun jujur saja aku tak bisa tenang dan kejadian barusan sangat menggangguku.

**************

Aku menghubungi Nayra dan mencoba mengobrol dengannya, aku menceritakan apa yang terjadi padaku beberapa saat lalu, dan Nayra sepertinya mengiyakan apa yang kuceritakan karena ia masuk klub jurnalistik di kampus, ia mendengar berita bahwa ada kejadian percobaan bunuh diri yang dilakukan seorang gadis mahasiswa di dekat kampus.

"Keadaannya kritis.." pungkas Nayra.

"Ya Tuhan apa yang harus aku lakukan Nay? Dia menelponku sebelumnya..." aku benar-benar gusar dan takut terseret dalam lingkar kasus ini, meskipun aku tak melakukan apapun pada Hikma. Aku mulai menangis, tertekan.

"Tidak apa-apa Feb.. tenangkan dirimu.. perlu aku datang ke tempatmu?" tanyanya.

"Jika tidak memberatkanmu.." jawabku sembari terisak.

"Hmm.. baiklah, tunggu ya..." ucapnya sebelum ia mengakhiri panggilannya.

Aku beruntung memiliki Nayra sebagai sahabatku, dia peduli padaku dan aku sangat menyayanginya. Dia pernah bilang 'persahabatan adalah sebuah komitmen yang tak pernah tersurat, namun sama kuat dan sakralnya dengan sebuah pernikahan, ketika pernikahan adalah mendapatkan teman hidup secara tersurat, maka  persahabatan adalah mendapatkan teman hidup secara tersirat' Sambil menunggu Nayra, aku mencoba menghubungi Juna, namun sepertinya ponselnya mati karena ketika aku menelponnya hanya jawaban dari operator yang memberitahu bahwa nomornya sedang tidak aktiv. Tak lama Nayra datang dan dia menemaniku hingga menginap di kost-ku karena Juna belum menghubungiku sama sekali, aku belum bisa tenang.

"Feb..." samar-samar suara Nayra memanggilku sembari mengguncang-guncangkan bahuku pelan. Kubuka mataku sedikit menyipit, dan Nayra memberikan ponselku yang berdering bertuliskan "Candra".

Segera saja aku bangun dan menerima panggilan itu, dan Nayra kembali tidur.

"Bii.. kamu baik-baik saja?" Tanya Juna di seberang, aku mengangguk dan mulai bernapas lega.

"Maaf mengganggu tidurmu yaa..??" Tanyanya, kulihat jam yang bertengger di dekat meja riasku, jam 11 malam.

"Ekheemmm tidak.." jawabku dengan suara serak, jelas terdengar aku berbohong, tapi aku merasa tidak terganggu, justru aku senang. "Besok malam kita bertemu di lapang tempat biasa kita bertemu ya, aku rindu.." ajaknya. Sembari tersipu aku mengiyakan ajakannya, setelah itu dia bercerita mengenai kegiatannya hari ini yang sempat terkendala kejadian Hikma, namun yang ia tekankan adalah bagaimana harinya bersama kegiatan kampusnya, terdengar menyenangkan jika Juna yang bercerita, tawanya renyah dan aku bahagia mendengarnya, saat ini aku hanya menjadi pendengar yang baik untuk kisah Juna. Bukankah mendengarkan keluh kesahnya adalah salah satu cara yang baik untuk membahagiakan hubungan antara kita?  Karena hubungan dijalani tidak sendiri sendiri.

"Bii.." panggilnya, jujur saja aku memang agak mengantuk, dan panggilan itu membuatku kembali fokus.

"Hmm..?" Jawabku.

"Besok beli makanan yang banyak ya.. haha.. kangen ngemil sama kamu.."

"Ahaha.. enak aja! Kamu yang beliin yeeyy.." jawabku "emang kangen banget ya?" Godaku.

"Yaudah beli masing-masing aja deh.. iya.. kangen..." gumamnya.

"Iyaa.." jawabku.

"Iya apa?" Tanyanya.

"Iya aja.."

"Iya kangen..?"

"Mmm..."

"Eh udah ya, kalo gamau bilang kangen aku tutup, aku mau nugas dulu.."

"Ehh.. ehh! Kok gitu sih..?!"

"Kamunya gamau ngaku.. hahha"

"Kalo ngaku udahan ga?"

"Hmm tergantung.."

"Knapa tergantung?"

"Mm.. ngaku ga..?"

"Ih iyaa.. ngaku nih ngaku.." jawabku

"akuu....kaaa.."

"Kalo deket udah aku sun kamu.. hahaha.. gemes.." katanya.

"Ihh apaan siih?? ahahaa.." aku tertawa.

"Udah ya.. nugas dulu.. daaaghh..." panggilannya berakhir begitu saja.

"Eh..?" Kagetku, kubuang napasku dan kusimpan ponsel untuk selanjutnya tidur, namun ia bergetar dan nama Juna kembali muncul. Sebuah pesan singkat segera kubaca.

"Jangan banyak mikirin aku, biar aku aja yang mikirin kamu.. tapi aku mau mikirin tugas dulu, udah beres tugas aku mau tidur, udah tidur aku mau kuliah, nanti lagi deh mikirin kamunya kalo udah beres kuliah.. "

Ehlaaah... aku terkekeh membacanya, dasar Candra!

**************

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 1 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • nuratikah

    Romantiiiiiiissssss si Juna itu ya....
    Berkunjung balik ke ceritaku juga ya.

    Comment on chapter #Prolog
  • Chaelma

    @Ardhio_Prantoko wahhh makasih kak, aku juga kemaren udah ikutin saran kakak, dan ngedit banyaaak hehe.. makasih saran waktu kmaren ya kak 😊

    Comment on chapter #Flashback
  • Ardhio_Prantoko

    Kayak kisah nyata ya. Save dulu, mau aku baca habis. :D

    Comment on chapter #Flashback
Similar Tags