Read More >>"> The Diary : You Are My Activist (#The New Way) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Diary : You Are My Activist
MENU
About Us  

#The New Way "

Orang yang bijak akan menerima kejujuran yang pahit dengan niat yang baik, ambil hikmahnya dan lanjutkan hidup dengan sebaik mungkin"

*Author*

🍁🍁🍁🍁🍁

Sosok itu bersenandung sembari asik memainkan jemariku, kulangkahkan kakiku mengikuti langkah tegapnya, aku tersenyum merasakan aktifnya jemari besar memainkan jemariku. Angin semilir menerpa rambutku dan menerbangkan beberapa helainya, dingin itu menyapa kulit wajahku dan aku menikmatinya. "Bii.." panggilnya.

"iya?" Aku menoleh, menatapnya dalam remang lampu jalan yang kami susuri berdua. Sepi. Padahal ini baru pukul tujuh malam, tapi jalanan kampus sudah sangat lenggang dan tak ada yang lewat barang satu orangpun di dekat lapangan.

"Kamu ga penasaran apa yang terjadi beberapa hari ini..?" Tanyanya.

Lho? Sebenarnya bukan tidak penasaran, hanya saja memang aku lelah terus mengingat hal yang sulit untuk diingat akhir-akhir ini.

"Mmm..." aku hanya membuang napasku pelan. "Duduklah,.." pintanya setelah mengelap kursi yang ada di samping lapangan.

"Kenapa ga di rumput seperti biasanya?" Heranku.

"Mau di sana?" Tanyanya "sedikit gelap lho di sana.." katanya sembari melihat ke pudunan rumput di sebelah lapangan "yakin mau gelap-gelapan?" Ia tersenyum nakal menatapku. Aku mengangguk.

Yaaah.. tak masalah laah.. aku tahu Juna, dia adalah lelaki yang baik meski terkadang jahil. "Baiklah..." sembari mengambil bungkusan yang sedari tadi aku bawa.

*********

Langit malam tampak gelap, bulan pun tak menampakkan dirinya memberikan kesempatan untuk bintang menghias tempatnya dengan kedipan-kedipan manja dan cahaya sederhananya. Terdengar Juna membuka kemasan makanan, dia memilih makanan ringan yang akan kami makan malam ini.

"Bii.. mau yang mana? Yang pedas atau yang manis?" Tanyanya.

"Yang manis aja.." jawabku, aku ikut memilih makanan ringan yang ada di bungkusan kantong kresek itu. Pilihanku jatuh pada kue kering bertabur cokelat.

"Oya, ini untukmuu" Juna mengeluarkan sebuah Apel besar dari tasnya.

"Wow.." aku menerima apel itu "makasih Candra.." aku menikmati apel itu.

"Maaf karena terlalu jauh membawamu hingga titik ini Bii.." katanya hampir berbisik. Aku yang tadinya konsentrasi pada apel, menatap wajah Juna dalam temaram

"maksudmu..?" Sungguh ini tiba-tiba dan aku tak mengerti.

"Aku jatuh cinta padamu di tengah jalan.." katanya, sepertinya ia berhenti mengunyah "aku mulai menginginkanmu ketika aku merasa Hikma sudah keterlaluan memperlakukanku dan hubungan kami.."

Sebentar... Jadi aku hadir ketika Juna dan Hikma tengah bersama? Hmm baiklah..

Aku hanya bisa terdiam. Hatiku mulai begejolak. "Bii.." panggilnya.

"Hmm?" Dengan berat kujawab dia, namun ada setitik rasa kecewa yang mencoreng hatiku. "Aku tak tahu, yang pasti aku ingin kamu lihat aku.. aku ingin jadi orang yang bisa kamu andalkan, aku ingin kamu butuh aku, karena akupun begitu padamu.." katanya, ia menggenggam tanganku dan mengusapnya lembut. Aku tak berani menatapnya meskipun saat itu gelap

"Bii ..." Panggilnya lagi, kini ia melingkarkan tangan besarnya di pinggangku, menarikku untuk duduk di depannya, meski ada rasa canggung kuturuti saja ia.

"Hmm?"

"Selama ini, apa yang kamu rasakan padaku?" Bisiknya.

Aku hanya terdiam, berhenti mengunyah apel manis di mulutku. "Entahlah Juna.." jawabku, karena akupun terkadang ragu akan apa yang aku rasakan. Aku bahagia, dan aku selalu ingin bersamanya, sungguh. Namun, apakah itu cinta? Atau nafsu? Atau hanya rasa yang muncul sementara yang satu saat nanti akan hilang seiring berjalannya waktu?

Perlahan tapi pasti tangan Juna melingkar di pinggangku, deru nafasnya yang dingin melewati tengkukku dan membuatku merinding. "Akan kupastikan semua akan baik-baik saja, jadi kumohon jadikan aku milikmu.." bisiknya.

"Sebelumnya, Boleh aku bertanya sesuatu?" "Hmm.. apa?"

"Selama ini kamu menganggapku apa? Siapa? Dengan banyak hal yang kita lakukan bersama, dengan banyak pengorbanan yang kita pertaruhkan bersama, dengan begitu banyak janji-janji kebersamaan kita.. selama ini, kamu menganggap itu apa?" Tanyaku dengan perasaan yang antah berantah antara kecewa, sedih, bingung dan heran.

"Febri Anastasya.. kamu adalah Febri Anastasya.." jawabnya. "Seorang gadis yang hadir dalam hidupku, merebut perhatianku, dan membuatku gila karena ketidakhadiranmu.. gadis yang membuatku merasakan rindu yang sangat luar biasa menyiksa namun menyisakan nikmat ketika kita bertemu, kamu adalah gadis yang selalu ingin kujaga lebih dari apapun, karena aku merasa kamu itu begitu berharga. Aku menyukaimu, semua tentangmu. Aku suka matamu, hidungmu, bibirmu, sentuhanmu, pelukanmu, tawamu, senyummu, semua. Aku juga suka caramu bicara, aku suka tatapanmu yang acuh,itu membuatku ingin selalu mendapatkan perhatianmu.. kamu adalah gadis yang baik, bahkan terlalu baik dan polos. Aku ingin memberikan warna pada dirimu, aku ingin menuliskan berjuta kata di matamu, menorehkan rasa di hatimu dan merangkai begitu banyak rencana masa depan bersamamu.. aku ingin itu semua.." jawabnya.

Seketika itu hening, aku bisa merasakan deru nafas Juna dengan jelas dan degup jantungku yang tak beraturan. Adakah yang seperti itu? Adakah perasaan seperti yang dikatakan Juna padaku itu benar-benar dia rasakan padaku?

Angin semilir menerpa kami, aku menggigil merasakan dingin diwajahku, namun Juna merengkuhku dari belakang "dingin?" Tanyanya, aku mengangguk. "kemari.." Juna mendekatkan wajahku ke wajahnya, menyentuhkan hidungku dengan hidungnya hingga sedikit rasa hangat mengalir diwajahku.

"Aku... mm.." bagai memecah keheningan kuberanikan diri untuk mengeluarkan unek-unek dalam hatiku yang baru saja terbesit

"Hmm?" Dia berhenti menghangatkan wajahku "kenapa?" Tanyanya.

"Aku ingin tahu kejadian sebenaranya.." kataku, walaupun sebenarnya aku tak tahu apa yang Juna maksud dengan 'kejadian sebenarnya' itu.

"Ekhem.. baiklah.." Juna berdehem sambil mengangguk dan membuang nafasnya berat. "Sebelumnya, boleh aku ngemil?" Tanyanya, suasana yang tadinya kaku tiba-tiba mencair dengan senyumannya yang hangat, aku mengangguk dan tersenyum.

"Jadi dengarkan baik-baik.." pintanya, ia terlihat berpikir-pikir dan mengambil ancang-ancang untuk memulainya "jadi, beberapa hari yang lalu kamu hilang ingatan Bii.."

"Hilang ingatan? Bagaimana maksudnya?" Bingungku.

"Coba, sekarang apa yang kamu inget setelah kejadian di perkampungan waktu itu..?" Tanyanya.

"Yaa.. eum.. aku yaa.." kuingat-ingat dengan baik apa yang terjadi padaku beberapa hari lalu, namun aku merasa tak ada yang terjadi padaku hingga aku bangun kemarin, yaa walaupun ketika aku bangun tubuhku rasanya remuk. "Kamu lupa kan?" Tanyanya lagi, dan aku mengangguk "kamu terkena sihir Bii.. kamu dibuat tergila-gila pada Adi.. sahabatku yang juga sebenarnya teman masa kecilmu.."

"Sihir? Bagaimana bisa? Siapa yang menyihirku?" Kagetku dengan penuh tanya dan tak habis pikir.

"Hikma, dia yang membuatmu seperti itu beberapa hari ini.. dia memberikanmu sebuah benda dan lewat benda itu kamu tersihir.." jelas Juna, aku hanya mengangguk meski masih tak habis pikir itu semua terjadi padaku. "Aku membakarnya malam itu.. benda pemberian Hikma itu.. dan kamu tak sadarkan diri selama satu malam, aku tak tahu jika aku tak membakarnya malam itu juga kamu takkan pernah kembali.. dan aku bersyukur kamu masih bisa tertolong Bii..." matanya yang teduh mulai berkaca-kaca, seperti ada rasa lega yang mendalam yang dia rasakan. "Syukurlah Bi.. kamu kembali.." dia tersenyum, tangan besarnya mengelus pipiku.

"Juna.." aku tak percaya itu terjadi padaku, kuseka setetes cairan bening dari matanya itu. "terima kasih.." Tanpa izinku dia merengkuhku sambil terisak pelan

"aku bahagia kamu kembali Bintang.. selama berhari-hari aku mencari cara untuk membuatmu ingat padaku, aku mencoba memancing ingatanmu, tapi kamu seakan tak pernah ingat.. aku mencoba meminta bantuan Adi, dan orang-orang di sekitarmu, tapi hasilnya nihil, kamu malah seperti tak pernah mengingatku.. rasanya hampir frustasi, tapi aku terus mencari tahu lagi dan lagi, hingga pada satu saat aku tahu Hikma dalang dibalik semua yang terjadi padamu.. dia hampir mencelakaimu, tapi aku beruntung aku tak terlambat menolongmu.. aku tak ingin ini semua terjadi lagi padamu.. aku meminta Hikma untuk menghentikan semua ini, tapi Hikma tak menerimanya dan malah ingin bunuh diri, yang ada di pikiranku saat itu adalah kamu dan aku tak peduli apapun selain kamu Bii.. maaf, maafkan aku karena menyeretmu hingga sejauh ini Bii, maaf.." Pelukannya bertambah erat dan aku hanya bisa terdiam menerimanya, menerima semua isakkannya, menerima semua penjelasan dan ceritanya.

Kini aku paham. Juna, aku memaafkanmu.. terima kasih.

*********

Kami terdiam dalam keheningan dengan sesekali isakkan Juna untuk beberapa saat, hingga semuanya hening.

"Udah nangisnya?" Tanyaku sembari membalikan badanku menghadapnya, dia mengangguk, mengelap ingus dan air matanya. Matanya sembab dan wajahnya terlihat merah meski dalam temaram lampu lapangan. "Makasih ya.. udah mau jujur dan nolongin aku.." kubantu dia membersihkan sisa tangisannya.

"Aku malu.." katanya.

"kenapa?" Tanyaku, aku mengelus rambut klimisnya lalu pipinya perlahan "kenapa malu?"

"aku menangis dihadapanmu.. aku merasa bukan lelaki malam ini.." dia terkekeh dengan sisa isakkannya.

"ahh.. kata siapa? Kamu selalu jadi lelaki.. untukku.. lelaki hebatku.." jawabku mencoba menenangkannya. "terima kasih yaa.. Candra ku.."

Dia tersenyum dan memelukku "yang penting kamu kembali.." bisiknya di telingaku.

Kuhadiahkan dia sebuah kue kecil ke mulutnya, dia mengunyahnya dan tertawa pelan. "Dududuuuhh, segitunya kamu.. manis kan kue nya?" aku mengacak-acak rambutnya, hidung dan matanya masih terlihat merah namun itu akan jadi wajah yang takkan aku lupakan darinya.

"Boleh aku minta kue nya?" "Hmm?" Ia masih saja mengunyah, dia menyodorkanku bungkusan kue nya.

"Bukan yang itu.. tapi yang iniii..." aku menyimpan bungkusan kue itu dan segera mengecup bibir tebalnya.

You are sooo sweeeeeeet toningt..

You are my love, my boy and you are my activist!!

~End~

🍁🍁🍁🍁🍁🍁

"Tubuhmu adalah hakmu, jiwamu adalah hakmu, hatimu adalah hakmu, dan apa yang kamu lakukan adalah hakmu. Tapi semua hak selalu bersanding dengan kewajiban, ingat.. ambil hakmu, lakukan kewajibanmu"

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • nuratikah

    Romantiiiiiiissssss si Juna itu ya....
    Berkunjung balik ke ceritaku juga ya.

    Comment on chapter #Prolog
  • Chaelma

    @Ardhio_Prantoko wahhh makasih kak, aku juga kemaren udah ikutin saran kakak, dan ngedit banyaaak hehe.. makasih saran waktu kmaren ya kak 😊

    Comment on chapter #Flashback
  • Ardhio_Prantoko

    Kayak kisah nyata ya. Save dulu, mau aku baca habis. :D

    Comment on chapter #Flashback
Similar Tags