#The Light II
"Cahaya menunjukkan bahwa gelap selalu menyimpan sesuatu yang tak bisa kulihat. Dan kamu adalah cahaya untukku"
π·π·π·π·π·π·π·
Benda apa ini?
Kenapa Hikma memberikanku ini? Apa maksudnya?
Drrrrttt dddrrttt
Ponselku bergetar tepat di atas meja belajar yang berantakan, segera saja aku menerima panggilan yang ternyata dari Juna.
"Malam ini aku ke kostmu..." ucapnya singkat sebelum ia memutuskan telpon tanpa menunggu jawabanku.
Lho bukannya besok malam ya?
Kulihat jam kecil diatas meja, jarumnya menunjuk angka 5. Segera saja aku menuju kamar mandi dan membersihkan tubuhku. Kupatutkan diriku di depan cermin, walau bagaimanapun Juna bilang akan datang malam ini, dan aku harus siap meski aku tak tahu apa yang akan dia lakukan.
Kupoleskan pelembab itu di wajahku perlahan, pandanganku berpindah ke benda kecil yang sempat mencuri perhatianku sebelum mandi tadi, benda pemberian Hikma.
Jadi, apa maksud dari benda itu?
Kruuuuuukkkkkkk
Perutku berbunyi, aku baru ingat aku belum makan dan aku tak menyimpan bahan makanan di kamarku. Kuhubungi Yuni untuk mengajaknya ke supermarket membeli makanan, namun Yuni ternyata sedang tak ada di kostan, maka kuhubungi anak yang lain dan mendapati satu orang yang mau mengantarku ke supermarket.
πππππππ
Hal pertama yang aku cari ketika pertama kali masuk ke supermarket itu adalah mie instan, segera kuambil beberapa mie instan kesukaanku.
"Teh, mau masak apa gitu?" Tanyanya.
"Mie goreng aja, laper banget soalnya, hehe.." jawabku.
"Eh.. gimana kalo beli nasi goreng aja di depan supermarket?" Usulnya.
"Hmm.. oke deh.." kusetujui saran Listi dan kami bersegera meninggalkan supermarket menuju tempat nasi goreng kesukaan anak kost sekitar sini.
"Mang, ingin nasi goreng ya, pedes satu sedeng satu.." pesanku, Listi mengajakku duduk dan mengobrol denganku.
"Kak, tau gak.. hari ini aku ketemu sama kak Hikma.." ungkap Listi.
"Hmmmmm.." aku yang tengah sibuk dengan ponselku hanya menanggapinya ringan.
"Sama kak Juna.." terusnya.
Lagi, Aku hanya menanggapinya dengan senyuman.
"Kak Feb gak cemburu?" Tanyanya.
Kenapa harus cemburu? Aku menggeleng, aku membuka aplikasi chat-ku dan Juna memenuhinya dengan seruntutan kata-kata yang kasar.
Lho knapa ini..? Juna kenapa?
Aku menghapus pesan menyakitkan itu, moodku tiba-tiba memburuk dan aku lebih baik mengobrol dengan Listi.
"Terus gimana Lis?" Tanyaku tanpa niat ingin tau apa yang dilakukan oleh Hikma dan Juna.
"Mereka berantem, sebenernya sih gatau gimana-gimananya mah, Listi juga cuma lewat aja.." jawabnya.
Tak berapa lama nasi goreng tersaji di hadapan kami menunggu untuk mengisi perut yang mulai kelaparan. Listi segera saja melahap nasi goreng miliknya, dan aku hanya tersenyum melihat anak itu.
Tak lama setelah selesai makan, kami pulang dan ketika sampai di depan rumah kost, aku menemukan Juna sedang duduk di depan kamar kostku yang remang-remang, dia mendapatiku membuka gerbang dan segera bangkit menghampiriku dengan wajah yang tak kupahami. Wajah lelah, wajah yang penuh kebingungan.
Kenapa dengan wajah itu..? Apa dia baik-baik saja?
"Bi.. kamu baik-baik aja kan?" Tanyanya sembari menggenggam tanganku, tangannya dingin dan sedikit bergetar.
"Aku baik-baik saja, aku tak apa-apa.. kenapa kak? Ada apa kak?"
"Syukurlah kalau begitu... " katanya, "boleh kita bicara?"
Aku mengangguk, segera mengisyaratkan Listi untuk meninggalkan kami untuk obrolan yang diinginkan Juna.
"Duduklah.." pintaku, aku mencoba melepaskan genggamannya, namun Juna seakan tak ingin melepaskanku. Sembari duduk, Juna menatapku dengan tatapan yang tak kupahami. Rasanya risih namun aku merasa dekat dengan Juna, maksudku dia seperti bukan orang asing untukku.
"Kenapa kak?" Tanyaku, memulai perbincangan setelah beberapa saat kami terpenjara dalam keheningan.
"Dimana gelangnya?" Tanya Juna "gelang yang takkan kamu lepaskan itu..?"
*******
Gelang? Gelang yang mana? Aku punya beberapa gelang, tapi yang mana yang dia maksud?
"Gelang manik-manik cokelat.." jawabnya.
Ahh yaa.. gelang itu! gelang itu selalu tersimpan di dekat cermin, beberapa hari lalu memang tak kupakai karena aku sedang malas memakai itu.
"Mm.. ada.." jawabku, "mau aku ambilkan?" Tawarku.
Dia mengangguk pelan dengan keringat yang masih bercucuran di dahinya. Sejujurnya aku masih sangat bingung dengan keadaan ini, dan Juna pun tak kunjung memberikan penjelasan.
Aku masuk dan mengambil gelang itu, namun ketika tanganku menggenggam gelang manik-manik itu, Juna telah berada di belakangku dan mengambil sesuatu disamping tanganku yang tengah menggenggam, dan dengan cepat keluar dari kamar.
Apa yang dia lakukan..? Apa yang dia ambil? Apa yang membuat dia nekat melakukan itu?
"Eh kakak?" Aku mengejar Juna, namun kepalaku tiba-tiba sakit tak tertahankan, tubuhku rasanya oleng dan tak bisa menahan keseimbanganku. Aku terjatuh dan mengerang tak tahan.
Ingin rasanya aku berteriak, merasakan kesakitan itu dan tubuhku terasa sangat panas. Sebuah bayangan menghampiri ingatanku di tengah rasa sakitku, bayangan Juna, bayangan senyum Juna yang hangat, dan sebuah perasaan muncul.
Apa ini? Apa ini? Kenapa? Juna?
Tubuhku rasanya lemas, aku tak bisa membuka mataku, semuanya terlihat gelap dan perlahan bayangan-bayangan kebersamaanku dengan Juna menghampiriku, aku dan Juna. Yaa aku dan Juna.
Juna? Juna! Ya Juna..
Dia adalah.....
kekasihku?
Semuanya gelap, dan aku tak mampu menahan rasa sakit dan panas itu lagi, aku lelah.
ππππππππππ
Angin semilir itu menerpa wajah dan rambutku, kubuka mataku dan Juna tersenyum padaku sembari menggenggam tanganku lembut.
Juna, dia mengelus rambutku dan memelukku, menyelinapkan kedua tangan besarnya di pundakku. Aku rindu pelukan dan genggaman itu.
Ya aku rindu, rasanya seperti bertemu kembali dengan separuh hatiku yang sempat hilang. Semua terasa sangat mudah, dan beban selama aku tak bertemu dengannya terlepas digantikan dengan kebahagiaan yang membuncah begitu saja dalam dadaku, hangat. Aku rindu kehangatan ini, rindu tangan yang terampil membuatku tenang dan rindu deru nafasnya yang kentara di telingaku. Bagiku pertemuan ini terasa nikmat karena sudah sangat lama aku tak merasakan ini, karena Hikma dan banyak hal yang menghalangi keintiman kita.
Tangan besarnya menyapu pipiku dengan lembut, lengan kekarnya menarikku dan menyatukan tubuh kami perlahan, dan tanpa izinku Juna mengecup pipi dan bibirku perlahan, mengecap rasa yang begitu dirindukan dan saling menikmati sesapan demi sesapan juga lumatan demi lumatan itu.
Juna mengelus kepalaku sembari mengatur nafas kami yang seakan habis hasil kenikmatan tiada tara sesaat lalu.
"Bintang... B A N G U N...." bisiknya.
"Ahn?"
"Bintang?" Lagi dia menyebut nama panggilanku.
Kubuka mataku dan kudapati lampu terang dalam pandanganku, tubuhku rasanya pegal dan keringat terasa membasahi bajuku.
"Kak Feb.." panggil seseorang yang diiringi dengan sentuhan di lenganku.
Ahh dimana aku?
ππππππ
Romantiiiiiiissssss si Juna itu ya....
Comment on chapter #PrologBerkunjung balik ke ceritaku juga ya.