Loading...
Logo TinLit
Read Story - 10 Centimeters Between Us
MENU
About Us  

Seminggu telah berlalu sejak berita kematian Ji-Eun tersebar. Menciptakan asumsi-asumsi konyol publik tentang sosok 'Kim Seo-Jung'. Berita duka yang harusnya menarik simpat kini telah menjadi ajang mencaci seorang mega bintang. 

Kim Seo-Jun, seorang idola yang bersinar dengan terang lebih mementingkan karir dan penggemar dibanding adiknya sendiri. Semua berkata demikian tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mereka memaki, menghujat, menghina, dan sebagian lagi menunjukkan 'simpati' mereka sebagai sosok yang disebut-sebut 'penggemar'. 

Penggemar 'lugu' yang selalu menganggap idola mereka 'baik-baik' saja.

Bahkan, dalam satu minggu, sosok mega bintang itu seakan menghilang. Tak ada lagi sorak-sorak bahagia yang memenuhi venue atau iklan-iklan yang menampilkan wajah tampannya. Menyisakan seorang lelaki menyedihkan yang terdiam di atas tempat tidur dengan tatapan hampa.

Kamar Ji-Eun yang bernuansa merah muda dengan kesan manis kini menjadi suram. Jendela besar yang harusnya menyinari kamar telah ditutup gorden putih. Pintu kamar tertutup, hingga tidak ada perputaran udara yang baik. Bau menyengat dari empat botol alkohol memenuhi ruangan, mengalahkan aroma manis vanila milik Ji-Eun. Di sebelah Seo-Jun terdapat beberapa foto dirinya dan Ji-Eun. 

Jemari kiri Seo-Jun yang kurus dan panjang meraih selembar foto dua anak kecil. Bibir pucat dan keringnya tersenyum. Ia mengerjap beberapa kali, lalu membaringkan tubuh dan terpejam. Kenangan bersama Ji-Eun seakan kembali berputar. Seolah, dalam benaknya, ia melihat perempuan kecil berambut hitam sepunggung  sedang berlari di pinggir pantai bersamanya. Mereka tertawa sambil menari-nari di bawah pohon yang rindang. Kenangan yang selalu menghantuinya seminggu ini. 

Dering ponsel membuat Seo-Jun tersadar. Ia membuka mata dan mengambil benda pipih di atas nakas. Dahinya mengernyit ketika membaca identitas pemanggil di layar ponsel. 

Rei.

Seo-Jun menghela napas, lalu kembali duduk dan mengangkat panggilan.

"Akhirnya kau mengangkat panggilanku!" Suara bariton lawan bicaranya berhasil membuat Seo-Jun menjauhkan ponsel dari telinga.

"Kau tidak tahu, 'kan? Pak Tua itu selalu bertanya kepadaku! Apa kau benar-benar berniat melarikan diri seperti ini?"

Seo-Jun meremas rambutnya kesal. "Aku tidak bisa pergi ke sana lagi."

"Apa maksudnya?"

"Aku tidak ingin terlibat lagi dengan mereka. Setelah semua yang terjadi, aku berpikir untuk berhenti."

"Kau ingin menyerah? Apa kau tidak memikirkan penggemarmu? Kau tidak memikirkan lagi impian Ji-Eun dan ingin melepas semuanya? Aku tahu kau sedih karena kepergian Ji-Eun, tapi ini bukan Seo-Jun yang aku kenal. Apa hujatan mereka berhasil mengalahkanmu? Seo-Jun, dengarkan aku—"

"Aku tidak bisa, Rei," potong Seo-Jun sebelum Rei menyelesaikan kalimatnya. "Aku tidak bisa lagi berpura-pura bahagia di hadapan banyak orang."

Seo-Jun memutus panggilan, kemudian melempar ponselnya sembarang arah. Ia berdiri dan berjalan menuju kaca besar. Memperhatikan penampilannya yang menyedihkan saat ini.

Kim Seo-Jun—sang mega bintang— yang dipuja karena ketampanan dan bakatnya yang luar biasa kini terlihat kurus layaknya tengkorak hidup. Bahkan rambut hitam berpotongan pendek kini telah memanjang melewati tengkuk. Mata tajam sekaligus lembut itu kini tampak kosong. Benar-benar berbanding terbalik dengan Kim Seo-Jun satu bulan yang lalu.

Lelaki itu tersenyum dan mengusap wajahnya yang semakin menirus. "Wah, Ji-Eun. Lihatlah kakakmu yang menyedihkan ini. Dia tidak lagi tampan dan bersinar."

Sedetik kemudian Seo-Jun tersadar bahwa semua yang ia lakukan selama ini sia-sia. Seorang mega bintang yang diidam-idamkan banyak orang, dianggap kaya, dan hidup bahagia. Bahkan tak sedikit orang yang mengorbankan waktu dan keluarga demi mencapai posisinya saat ini. Tapi, lihatlah ....

Semua kemegahan panggung dan teriakkan para penggemar tidak membuatnya bahagia. Ia merasa seperti orang bodoh. Mengorbankan waktu-waktu terakhirnya bersama Ji-Eun demi lembaran uang. Seakan waktu bersama adiknya tak lagi bernilai.

Bahkan, beberapa bagian masyarakat awam kini menghujatnya dengan kata-kata yang melenceng jauh dari fakta, dan sebagian lain memberinya dukungan.

Hal yang terlalu biasa untuk seseorang yang jatuh setelah masa puncaknya.

Rasanya ingin ia tertawakan dunia dan dirinya yang menyedihkan ini. Bahkan ia yakin betul bahwa di luar sana ada banyak orang yang menyumpahinya untuk mati.

Ponselnya kembali berdering, membuat lelaki itu terbangun dari alam pikiran. Seo-Jun melangkah untuk mengambil ponselnya yang sedikit retak dari lantai dan melihat layar panggilan. Senyum simpulnya mengembang, penuh keyakinan.

"Aku akan mengakhiri semuanya hari ini, Ji-Eun," ujarnya lirih sebelum menerima panggilan itu.

***

"Kau tidak bisa mengakhiri semuanya seperti ini, Kim Seo-Jun!" Lelaki berpakaian formal dengan potongan rambut pendek itu berdiri, kemudian menggebrak meja yang ada di hadapan Seo-Jun. Ia mengambil kertas kontrak dan melambai-lambaikannya di depan wajah Seo-Jun.

"Semua tertulis jelas di kontrak dan kau sudah menandatanganinya sejak awal masuk ke agensi ini. Jika kau tetap keras kepala, maka kami akan menjatuhkan tuntutan pidana padamu dengan jumlah biaya pengobatan adikmu selama ini? Kau tidak lupa semua itu, 'kan, Kim Seo-Jun?" 

Seo-Jun menggertakkan giginya kesal. Berusaha menahan darahnya yang mendidih sejak setengah jam yang lalu. Perdebatan dengan orang-orang yang tidak memiliki sisi manusia dan mementingkan uang memang menguras waktu dan kesabaran. 

"Apa mau kalian?"Seo-Jun seraya menatap lelaki di hadapannya dan perempuan paruh baya yang duduk agak jauh dari mereka.

Perempuan paruh baya itu bangkit dari duduknya dan menghampiri Seo-Jun. "Tetaplah berada di evE karena kau adalah bintang utamanya. Jika kau tetap keluar, maka kau akan tahu akibatnya." Perempuan itu berbisik dengan nada menggoda.

Seo-Jun terdiam, kemudian menghela napas berat. "Baiklah." Ia mengangguk beberapa kali, kemudian membalas tatapan perempuan paruh baya yang kini berdiri seraya melipat tangan. 
"Akan kuturuti mau kalian. Cukup satu tahun lagi sampai kontrak sialan itu selesai, 'kan?"

Seo-Jun bangkit. Ia mela menuju pintu keluar. "Setelah semua ini selesai, jangan harap aku akan kembali ke tempat ini."

Perempuan paruh baya itu menggedikkan bahu. "Lusa akan ada konser di Shibuya, Jepang. Lakukan yang terbaik, Kim Seo-Jun."

Seo-Jun melangkah tanpa sekali pun menoleh. Ia membuka pintu minimalis itu dan mendapati lelaki yang ia kenal sebagai leader evE—Rei, lelaki berdarah asli Jepang.

Ia menghampiri Rei yang tampak menatapnya iba. "Tidak berhasil?"

Seo-Jun menggedikkan bahunya, kemudian melangkah keluar gedung bersama Rei. "Aku tahu ini tidak akan berhasil, tapi aku tidak akan berhenti."

"Apa rencanamu selanjutnya?"

"Kumamoto."

Rei menoleh dengan alis bertaut. "Apa?"

Seo-Jun mengangguk. "Aku akan pergi ke sana dan menikmati waktuku sejenak sambil memberi pelajaran kepada mereka."

"Kenapa? Ada apa dengan Kumamoto?" tanya Rei semakin bingung. Setahunya, Seo-Jun adalah tipikal orang yang jarang bepergian jika tidak berkaitan dengan pekerjaannya.

Seo-Jun tersenyum tipis. "Jangan heran begitu. Kupikir Kumamoto cukup indah sebagai tempat pelarian."

***

Seo-Jun melirik arloji yang melingkar di pergelangannya. Tersisa lima belas menit sebelum penerbangan pertama ke Kumamoto, Jepang. Bandara terlihat cukup ramai, menyimbolkan kesibukkan penghuni kota Seoul setiap pagi. Tapi baginya, semua kesibukkan ini adalah kesempatan yang bagus untuk melarikan diri.

"Kau benar-benar akan pergi hari ini?" tanya Rei dengan raut wajah khawatir, pasalnya, sahabatnya ini tidak cukup pintar berbahasa Jepang.

Seo-Jun mengangguk. "Mereka menyuruhku konser seakan tidak terjadi apa-apa dengan menggunakan ancaman yang sama saat mereka memaksaku konser hari itu."

Rei menarik napas panjang, kemudian mengangguk-angguk mengerti. "Baiklah, aku hargai keputusanmu."

"Ya, terima kasih. Kau memang yang terbaik, leader," ujar Seo-Jun seraya tersenyum.

Rei mendengus. "Kalau bukan kau, aku tidak akan mau bangun pagi hanya untuk mengantar ke bandara dan membereskan masalah penerbanganmu."

Seo-Jun kembali mengangguk dan mulai menarik kopernya. "Akan kuhubungi ketika sampai," ujarnya seraya melambaikan tangan pada Rei.

Rei tersenyum seraya membalas lambaian tangan Seo-Jun. "Jangan sampai kau kehilangan arah! Hubungi aku jika kau butuh bantuan bicara di sana!"

Rei menghela napas. Biasanya ia akan marah jika Seo-Jun melarikan diri dari masalah, tapi kali ini sangat berbeda. Ia tidak bisa menahan sahabatnya untuk tetap melangkah. Bukan berarti ia setuju Seo-Jun melarikan diri dari masalah, tapi kematian Ji-Eun memiliki pengaruh yang besar bagi lelaki itu.

Perlahan, punggung sahabatnya semakin menjauh. Rei berbalik, mulai melangkah meninggalkan bandara. Untuk kali ini, ia akan melindungi Seo-Jun semampunya.

Di sisi lain, Seo-Jun yang mulai memasuki kabin pesawat mulai menutupi wajahnya dengan topi dan masker. Ia tidak ingin pelariannya ini dikacaukan oleh para penggemar saat berada di pesawat. Jika sampai hal itu terjadi, maka akan memberi peluang semakin besar bagi publik untuk menghujatnya.

Lelaki itu duduk di tempat kursinya yang menghadap jendela, menatap langit cerah itu dengan tatapan kosong. Hal biasa yang ia lakukan setiap kali harus meninggalkan Ji-Eun karena aktivitas grupnya. Seakan menarik Seo-Jun kembali pada saat-saat ketika Ji-Eun masih di sisinya.

Perlahan, Seo-Jun seakan ditarik oleh pikiran-pikiran penyiksa itu ke dalam mimpi. Membuatnya terlelap cukup lama seiring pesawat lepas landas menuju Kumamoto.

Footnote: 

-ssi = Akhiran dalam bahasa Korea yang digunakan untuk memanggil orang yang dihormati/ atau lebih tua 

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kisah Cinta Gadis-Gadis Biasa
810      476     1     
Inspirational
Raina, si Gadis Lesung Pipi, bertahan dengan pacarnya yang manipulatif karena sang mama. Mama bilang, bersama Bagas, masa depannya akan terjamin. Belum bisa lepas dari 'belenggu' Mama, gadis itu menelan sakit hatinya bulat-bulat. Sofi, si Gadis Rambut Ombak, berparas sangat menawan. Terjerat lingkaran sandwich generation mengharuskannya menerima lamaran Ifan, pemuda kaya yang sejak awal sudah me...
Ruang Suara
176      126     1     
Inspirational
Mereka yang merasa diciptakan sempurna, dengan semua kebahagiaan yang menyelimutinya, mengatakan bahwa ‘bahagia itu sederhana’. Se-sederhana apa bahagia itu? Kenapa kalau sederhana aku merasa sulit untuk memilikinya? Apa tak sedikitpun aku pantas menyandang gelar sederhana itu? Suara-suara itu terdengar berisik. Lambat laun memenuhi ruang pikirku seolah tak menyisakan sedikitpun ruang untukk...
ALUSI
9576      2282     3     
Romance
Banyak orang memberikan identitas "bodoh" pada orang-orang yang rela tidak dicintai balik oleh orang yang mereka cintai. Jika seperti itu adanya lalu, identitas macam apa yang cocok untuk seseorang seperti Nhaya yang tidak hanya rela tidak dicintai, tetapi juga harus berjuang menghidupi orang yang ia cintai? Goblok? Idiot?! Gila?! Pada nyatanya ada banyak alur aneh tentang cinta yang t...
Sepertujuhbelas #Part2
888      515     11     
Short Story
Kisah masing-masing insan, sudah terpati dan mengakar pada diri mereka. Dalam sepertujuh belas detik berikutnya, aku akan lahir, menjadi reinkarnasi dari makhluk Tuhan yang paling sempurna. Di dunia kedua, ketiga, atau keempat...
LELAKI DENGAN SAYAP PATAH
8608      2738     4     
Romance
Kisah tentang Adam, pemuda single yang sulit jatuh cinta, nyatanya mencintai seorang janda beranak 2 bernama Reina. Saat berhasil bersusah payah mengambil hati wanita itu, ternyata kedua orang tua Adam tidak setuju. Kisah cinta mereka terpaksa putus di tengah jalan. Patah hati, Adam kemudian mengasingkan diri dan menemukan seorang Anaya, gadis ceria dengan masa lalu kejam, yang bisa membuatnya...
Nanako
1059      718     5     
Short Story
Kalau bagi anak-anak desa yang tinggal dekat sungai, hantu kappa mungkin mengerikan. Tapi bagi kami--penjaga pondok tua Kakek di gunung, Nanako nyata.
Niscala
350      235     14     
Short Story
Namanya Hasita. Bayi yang mirna lahirkan Bulan Mei lalu. Hasita artinya tertawa, Mirna ingin ia tumbuh menjadi anak yang bahagia meskipun tidak memiliki orang tua yang lengkap. Terima kasih, bu! Sudah memberi kekuatan mirna untuk menjadi seorang ibu. Dan maaf, karena belum bisa menjadi siswa dan anak kebanggaan ibu.
The Bet
17110      2668     0     
Romance
Di cerita ini kalian akan bertemu dengan Aldrian Aram Calton, laki-laki yang biasa dipanggil Aram. Seperti cerita klise pada umumnya, Aram adalah laki-laki yang diidamkan satu sekolah. Tampan? Tidak perlu ditanya. Lalu kalau biasanya laki-laki yang tampan tidak pintar, berbeda dengan Aram, dia pintar. Kaya? Klise, Aram terlahir di keluarga yang kaya, bahkan tempatnya bersekolah saat ini adalah mi...
Mednorts
418      273     5     
Humor
Definisi anak Mednorts "Ada ya, manusia macam mereka ditengah-tengah sekolah internasional ini?"- Angkasa Putra Azharon "Harap sabar, kelas gue emang isinya anak monyet semua. Termasuk gue ...."- Dityan Casver Arzhelo "Kalian heran lihat tingkah absurd mereka? Lebih mengherankan kalau mereka anteng-anteng aja, nggak ada ulah."- Elang Adiputra
Noterratus
405      281     2     
Short Story
Azalea menemukan seluruh warga sekolahnya membeku di acara pesta. Semua orang tidak bergerak di tempatnya, kecuali satu sosok berwarna hitam di tengah-tengah pesta. Azalea menyimpulkan bahwa sosok itu adalah penyebabnya. Sebelum Azalea terlihat oleh sosok itu, dia lebih dulu ditarik oleh temannya. Krissan adalah orang yang sama seperti Azalea. Mereka sama-sama tidak berada pada pesta itu. Berbeka...