B A B I
1| Hanum Putri Arini
____
_
Kalau memang kalian ingin hidup lebih disiplin dan teratur, maka kalian harus benar-benar merencanakan rancangan hidup kalian dengan baik.
_
___
HARI ini adalah hari di mana murid-murid SMA Nusantara Jakarta kembali bersekolah setelah hampir sebulan libur pasca hari raya idul fitri sekaligus libur kenaikan kelas.
Dari yang kelas sembilan SMP naik ke kelas sepuluh SMA, dari yang kelas sepuluh ke kelas sebelas, kelas sebelas ke kelas dua belas, kelas dua belas lulus, naik jenjang yang lebih tinggi.
Begitupun dengan cewek berambut sepunggung yang selalu diurai itu. Berjalan dengan riangnya di trotoar, menatap lalu lalang kendaraan bermacam roda, dipagi ini.
Hanum Putri Arini, terlihat bergembira dapat kembali bersekolah lagi, kembali bersekolah dengan level yang lebih tinggi. Level yang sering disebut level akhir di masa SMA. Ya, sekarang Hanum akan memasuki masa-masa akhir sekolah di kelas dua belas.
Berbagai rancangan belajar telah ia siapkan jauh-jauh hari, bahkan sebelum masuk sekolah tiba. Mulai dari persiapan belajar biasa agar nilai raport semester ini bisa lebih meningkat dibanding semester sebelumnya sekaligus agar ia dapat lolos SNMPTN, persiapan belajar SBMPTN sebagai rencana B jikalau ia tidak lolos SNMPTN, persiapan belajar untuk UNBK, Try out, bahkan persiapan belajar untuk masuk USM PKN-STAN.
Hidup Hanum selalu terencana dengan baik sesuai dengan keinginannya dan orang tua. Hanum jelas tidak mau hidup yang ia jalani tidak teratur dan terencana yang mengakibatkan kerugian besar dalam hidup yang akan berantakan nantinya.
Bagi sebagian orang yang melihat kehidupan Hanum yang terstruktur mungkin akan merasa bosan apalagi jika masa SMA yang Hanum rencanakan hanya tentang belajar, belajar dan belajar.
Tapi, apa peduli Hanum. Selagi itu menguntungkan masa depannya.
"Num!" Pekik seseorang berlari menyusuli Hanum memasuki pagar sekolah. "Hai, cepet banget jalannya. Belum telat kali."
Itu Amanda, teman sekelas Hanum yang kini menjabat sebagai Ketua MPK sekolah. Hanum tersenyum menanggapi.
"Pasti lo pengen dapet tempat duduk yang paling depan 'kan ya 'kan ya 'kan iya ajalah." Amanda mengibas rambut panjangnya ke belakang. Sedang Hanum hanya tersenyum. Lagi.
Amanda menerawang. Berpikir mencari topik apalagi yang akan ia bahas bersama Hanum yang memang jarang bicara. Untung saja, Amanda tipe orang yang gampang mencari bahan obrolan. Tidak seperti Hanum yang kadang bingung mau memulai obrolan.
"Rencananya lo pengen duduk bareng siapa, Num?"
Hanum mengerjap. Memikirkan jawaban atas pertanyaan Amanda tadi. "Belum tahu." Ia mengedikkan bahu. "Sama siapa aja."
"Yaudah. Sama gue aja. Ya? Ya? Ya?" Mohon Amanda dengan wajah memelasnya.
Jelas, Hanum tidak keberatan sama sekali jika Amanda harus sebangku dengannya. Ia malah senang, ada yang mau sebangku dengan Hanum karena selama ini jarang ada yang mau sebangku dengannya. Hanum terlalu sibuk dengan dunianya dan kadang canggung untuk mengobrol jika kelas sedang free.
"Eh, kenapa ya waktu berputar cepet banget. Perasaan nih ya gue baru aja daftar masuk SMA eh tiba-tiba udah kelas dua belas aja. Padahal, gue masih pengen lama-lama tahu," rengek Amanda setelah hening beberapa saat. Wajah mulusnya menukik memperlihatkan raut sedih membuat Hanum terkikik geli. "Lo sedih nggak, Num?"
"Eh?" Hanum tersenyum canggung. "Enggak terlalu."
"Loh, kenapa?"
"Karena gue lebih memilih sibuk mengurus kedepannya gimana, daripada sedih-sedihan." Hanum menggaruk tengkuk "ya ... gue mau fokus buat belajar aja," jelas Hanum menggunakan penjelasan yang lebih mudah dimengerti.
Amanda mengangguk "Oh, paham-paham. Yaudah yuk, sebelum ada yang ngeblock tempat duduk paling depan duluan." Amanda menarik tangan Hanum.
Mengajaknya setengah berlari untuk menuju kelas baru yang memang mereka telah tahu letaknya. Maklum, di sekolah ini jika kenaikan kelas, tidak pernah ada peleburan kelas. Jadi, anggota kelasnya ya itu-itu saja tidak ada yang berubah. Kelasnya juga tetap.
IPS SATU.
___
Rupanya, di kelas, Hanum dan Amanda yang datang lebih dulu. Entah teman-temannya belum datang atau sudah datang, tapi masih mengitari isi sekolah dari ujung ke ujung seperti biasa, itu bukan hal penting.
Di sinilah keduanya berada XII IPS 1. Kelas baru yang akan menjadi tempat menuntut ilmu selama kurang dari setahun nanti.
Memang, bagi teman-temannya yang lain kelas IPS itu komplotan murid yang isinya anak sekolah malas belajar. Niatnya aja ke sekolah, tapi bukan buat belajar. Kelas buangan. Begitulah pemikiran anak IPA terhadap anak IPS.
But, big no buat Hanum. Dia pasti akan mengecam pemikiran kolot seperti itu. Kelas IPS bukan kelas buangan. Hanum pun tidak peduli mau kelas IPA atau IPS semua memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Sewaktu pemilihan angket jurusan, sebenarnya orang tua Hanum menyarankan untuk masuk jurusan IPA saja, namun Hanum menolak. Dia lebih suka semua pelajaran yang berkaitan dengan IPS entah itu Geografi, Ekonomi, Sosiologi, Sejarah dan apapun itu semua Hanum suka.
Bagi Hanum pula, ia telah menganalisis bahwa jurusan IPS itu lebih banyak lapangan kerjanya dibanding jurusan IPA. Ya, walaupun jurusan IPA kadang bisa menyelonong masuk pada lapangan kerja dijurusan IPS.
Hanum hanya tidak ingin masuk jurusan IPA karena ikut-ikutan, karena gengsi-gengsian padahal minat dan bakatnya ada dijurusan IPS.
Hanum pernah berpikir bahwa anak IPA zaman sekarang beda seratus delapan puluh derajat dengan kakak-kakak kelasnya dahulu yang benar-benar masuk jurusan IPA karena minat dan bakat bukan seperti sekarang yang niatnya hanya untuk gaya-gayaan dan ikut-ikutan. Istilahnya anak IPA rakitan.
Memang tidak semua, tapi sebagian besarnya seperti demikian.
"Kita duduk di depan tengah ya, mata gue rada min nih," saran Amanda tiba-tiba memecah pemikiran Hanum.
Amanda yang tadi berkeliling kelas sambil mencoba masing-masing tempat duduk dengan menduduki, pindah, duduk lagi di tempat lain, pindah lagi, begitu seterusnya langsung memutuskan tempat paling nyaman menurutnya dan langsung diangguki Hanum.
Tanpa disarankan, Hanum memang ingin duduk dibangku depan tengah. Alasannya, simple. Dia ingin terlihat aktif oleh guru saat proses pembelajaran dimulai, lebih fokus dan dapat mengerti penjelasan guru bersangkutan dengan baik.
Setelah beberapa lama hening, di mana Hanum dengan bukunya dan Amanda dengan ponselnya, gadis berdarah Sunda itu--Amanda--kembali berbicara.
"Gue pengen pake kacamata nih. Menurut lo cocok nggak?"
"Minus atau plus?"
"Minus."
"Minus-nya udah parah?"
Amanda menggeleng pelan. "Belum sih, tapi buat jaga-jaga aja sekalian buat gaya-gayaan."
Dalam hati Hanum merutuk jenis makhluk yang suka gaya-gayaan. Bukan merutuk Amanda melainkan sifatnya. Jujur, Hanum paling tidak suka sifat seseorang yang suka gaya-gayaan. Terkesan terlalu memperhatikan penilaian orang.
"Kalau belum parah-parah banget mending jangan dulu deh, Da." Amanda yang terlihat mengernyit membuat Hanum meneruskan ucapannya sebelum dipotong. "Ya, sebaiknya lo mencegah minusnya, sebelum minus lo tambah parah, karena setahu gue kalo make kacamata bukannya mengurangkan minus pada mata, melainkan menambah minus-nya."
Amanda mengangguk paham dengan penjelasan singkat Hanum. Benar juga kata Hanum, dia pernah membaca artikel yang penjelasannya rada mirip dengan penjelasan gadis berdarah Betawi di sebelahnya kini.
Semakin lama waktu berputar, semakin pula murid-murid berdatangan. Saling menyapa dan melepas rindu dengan teman-teman. Berbeda dengan Hanum yang melepas rindu dengan tugas-tugas, presentase dan debat di sekolah.
Tak lama, bel tanda Upacara berbunyi. Memberitahu para murid untuk segera mendatangkan diri menuju lapangan upacara untuk mengibarkan dan memberi hormat kepada sang saka merah putih.
Dan masa SMA yang sebenarnya ... baru akan dimulai.
____
Instagram: @eswear dan @aksara_timur
Facebook: Elsa Amalia Wear