Seusai acara makan malam, mereka kini berkumpul di dekat kolam renang. Katanya, mereka mau membuat acara barbeque.
Yah, maklum saja. Keluarga besar mereka memang sering malakukan acara besar seperti ini. Hanya saja, Terkadang mereka jarang bisa menghadiri, maka dari itu setelah anggota mereka lengkap seperti sekarang. Rasanya tidak afdol jika melewatkan acara yang satu itu.
"Sheva, kemari nak." panggil Clara menepuk kursi di sampingnya. Shevana mengangguk sopan kemudian duduk di sampingnya.
Dia masih sedikit asing dengan suasana seperti ini, hanya saja dia berusaha untuk tidak memperlihatkan nya.
"Sheva, bagaimana ceritanya kau bisa bertemu dengan pria arogan itu?" tanya Diva adik dari ibunya Leon.
Shevana berkedip lugu, tidak mungkin 'kan dia mengatakan yang sebenarnya? Lalu.. Dia harus menceritakan yang seperti apa?
"Kami bertemu di Cafe dekat kantor cabang Aunty, awalnya_ " ucap Leon terputus saat Shevana dengan sengaja menginjak kakinya membuat sang empunya mengaduh.
"Biar aku saja. Bibi 'kan tidak bertanya denganmu, jadi diamlah." ucap Shevana melotot memperingati. Leon menaikkan sebelah alis dengan mengulum senyum.
"Ah.. Ku kira kau akan malu menceritakan kejadian_ Aw, kau ini agresif sekali." protes Leon mengaduh saat Shevana mencubit lengannya.
"Bisa diam tidak? Enyah sana, kau membuatku ingin sekali menjambakmu kau tahu." ucap Shevana mendelik tajam ke arah Leon yang di balas kekehan kecilnya.
"Yeah.. Aku akan diam. Jangan menatapku begitu. " Shevana hanya meliriknya malas.
"Kalian ini, serasi sekali. Ah, mengingatkan Mom pada Daddymu saja."
Shevana semakin melototkan matanya terkejut, Ibunya Leon tidak mungkin menganggap nya kekasih pria arogan itu, bukan?
"Mommy, massa mu sudah berlalu. Sekarang ini giliranku. Jangan bandingkan aku dengan Daddy yang menggunakan cara liciknya untuk mendapatkanmu."
"Itu bukan cara licik, Son. Itu namanya cara pikir yang cerdas. Kelak, kau pasti akan melakukan hal yang sama. Jadi Jangan menghina ku." ucap Evan yang tiba-tiba telah berdiri di belakang Leon dengan kekehan nya.
"Apa nya yang bisa di sebut cerdas? Menikahi Mommy agar bisa membayar hutang. Itu licik namanya, Dad." Evan tersenyum tipis.
"Baiklah-baiklah. Maka dari itu, aku akan menunggumu. Aku penasaran, kau akan melakukan hal semacam apa untuk mengikatnya nanti." obrolan mereka semakin menarik, hanya saja Shevana masih belum bisa mencerna semua perkataan Evan tadi.
Terlebih, apa kata Leon tadi?
Menikahi Bibi Clara dengan jaminan hutangnya lunas? Astaga.. Pikiran orang kaya memang sulit di mengerti.
"Sudahlah.. Kalian ini selalu saja ribut jika bertemu." lerai Clara bosan mendengar argument antara mereka.
Evan tertawa pelan, "Jika bukan begini, bukan Stevano namanya." jawab Evan yang di angguki Leon.
Mereka yang mendengar hanya menggelengkan kepala nya.
**
Saat ini, Shevana sedang duduk berhadapan dengan Clara di kamarnya. Wanita itu mengajaknya berkeliling dengan menunjukan album foto masa kecil Leon, yang terlihat mengemaskan semasa kecil. Apalagi mendengar seberapa antusias nya Clara menceritakan jika dia suka mendandani Leon seperti wanita.
Clara sangat menginginkan anak gadis saat itu.
"Apa aku bisa memilikinya satu?" tanya Shevana menunjuk foto Leon yang sedang menggunakan rok dengan rambut yang di kuncir kuda.
Clara menatapnya senang, "Tentu saja. Kau tinggal pilih saja ingin yang mana. Tapi, jangan tunjukkan pada Leon ya.. Dia bisa marah nanti." jawab Clara membuat Shevana mengangguk mengerti.
"Aku akan menjaganya Bibi, terimakasih." ucap Shevana menerima satu foto yang di tunjuk nya tadi.
Ah.. Bagaimana reaksi pria arogan itu melihat foto cantiknya ada di tanganku sekarang? Shevana bisa memanfaatkannya suatu hari nanti. Tentunya, untuk membalas pria itu.
"Mengapa kau begitu terlihat senang?" tanya Leon memasuki kamar Clara. Membuat Shevana dengan cepat memasukan foto yang ada di tangannya ke dalam tas.
"Bukan urusan mu. Dan Kau, mengapa selalu saja merusak suasana." balas Shevana ketus.
Clara terkekeh pelan, cara mereka sama persis dengan dia sewaktu muda.
Ah.. Apa dia memang sudah tua sekarang? Bisa melihat reinkarnasi nya seperti sekarang.
"Sudah, kalian ini selalu saja ribut. Ada apa kau kemari?" tanya Clara pada Leon.
"Apa aku tidak boleh masuk ke kamar Mommy ku sendiri? Sepertinya sudah ada yang menggantikan peranku disini." ucap Leon melirik ke arah Shevana.
Shevana berdecak, "Cepat lah, kau mau mengatakan apa? Tidak usah basa-basi."
Leon tersenyum tipis, Shevana selalu bisa mengerti tanpa ia harus menjelaskan dulu. Benar-benar cerdas.
"Kita pulang sekarang. Ini sudah malam, kau sudah akan bekerja besok."
Ugh.. Shevana lupa, terlalu asik mengobrol dia sampai lupa waktu.
Shevana mengangguk kemudian berpamitan dengan Clara.
"Sheva harus pamit bibi, atau Singa arogan itu akan terus mendumel." pamit Shevana membuat Clara terkekeh.
"Ah, padahal Bibi masih ingin bersamamu. Mengapa waktu berlalu begitu cepat." Leon menatap mereka malas.
"Lain kali kalian masih bisa bertemu kembali. Jangan berfikir seolah seperti kalian beda benua saja." ucap Leon membuat Shevana memukul lengannya.
"Kau itu selalu saja mengacaukan suasana. Sudahlah, ayo pergi. Jangan membuat Bibi jengkel terhadapmu. Kami pamit Bibi" Clara mengangguk mengantarkan mereka sampai pintu depan.
Di sana sudah ada Evan yang berdiri dengan berpelukan ala lelaki dengan Fredi ayah Seno.
"Kau juga sudah mau pergi?" tanya Clara melihat Fredi melepaskan acara pelukan mereka.
"Ah iya, ini sudah larut. Aku pergi ya, selamat malam." ucapnya sebelum benar-benar pergi.
"Kalian berdua juga akan pergi?" tanya Evan yang melihat Shevana dan Leon beriringan, Leon mengangguk sebagai jawaban.
"Iya paman, seperti yang di katakan paman Fredi, ini sudah larut. Dan besok juga Sheva sudah harus masuk kerja, Jadi Sheva pamit ya paman, bibi." ucap Shevana berpamitan.
Clara mengecup pipi kanan Shevana, "Bibi akan merindukanmu nanti. Sering-seringlah mampir Sheva, bibi pasti akan merasa senang." Shevana balas memeluknya.
"Jangan khawatir Bibi. Jika Sheva ada waktu, Sheva akan sempatkan untuk berkunjung kemari." ucapnya menenangkan.
"Kalian hati-hati. Pastikan dia sampai dengan selamat Leon." ucap Clara yang di balas dehaman Leon.
"Ya, ya. aku tahu. Kalau begitu kami pergi." ucap Leon yang di balas anggukan dari kedua orang tuanya.
Sesampainya di dalam mobil, mereka hanya diam dengan pikiran masing-masing. Hingga suara Leon memecah suasana hening di antara mereka.
"Jangan memberi Mommy harapan. Dia akan sangat terluka jika tahu yang sebenarnya."
Shevana menoleh menatap Leon dengan tatapan tidak mengerti.
"Apa maksudmu?"
"Mommy telah menganggapmu sebagai kekasihku, kau pasti tau maksudku." Shevana berkedip dua kali.
"Bukankah dia hanya tau, jika aku sekretarismu?"
"Dengan melihat caramu berbicara padaku saja sudah membuat yang lain berfikir jika kita memang sepasang kekasih. Apalagi dengan sikapmu kepada Mommy, Beliau sangat meyukaimu kau tahu."
"Aku tahu, padahal kita bahkan nyaris selalu bertengkar, tapi mengapa mereka bisa menyimpulkan lain?" tanya Shevana masih tidak mengerti.
Leon mengendik acuh, "Mana aku tahu. Aku bukan peramal."
Shevana meliriknya sinis. "Dasar Singa arogan. Mengapa kau tidak menjelaskan saja tadi? Mereka pasti tidak akan berfikir lain."
"Kenapa bukan kau saja. Aku malas jika harus meluruskan sesuatu."
"Kau.. Astaga.. Sudahlah aku lelah menghadapimu." ucap Shevana menyerah. Leon hanya tersenyum tipis melihat itu.
Leon .. Memang tidak ada niatan untuk mengklarifikasinya, biarlah orang lain berfikir lain tentang mereka. Leon akan memastikan, jika itu bukan hanya akan menjadi anggapan mereka.
Secepatnya.
_
Jadilah Reader yang baik Dan dukung penulis dengan Klik tanda 👍 jika anda menyukai karya saya😊. Terima kasih dan selamat membaca😊..
@R_Quellaiya..
Comment on chapter Chapter 4 || Senyum misterius ❣️boleh klau mau kritik ceritaku 😊. bisa lihat d profilku, kalau mau baca2