KARENA HADIRNYA [FIRMAN]
Aku merebahkan tubuh ini di atas sebuah kasur di dalam kamar. Kamar yang dulu menjadi saksi kemesraan kami. Kadang aku masih mengingat dirimu yang berbaring di sebelahku hingga saat ini bayangmu masih ada di ingatanku. Beberapa hari terakhir ini aku terkadang merasakan hadirmu disini. Apakah kamu berada disini Hanifa? Apakah selama ini kamu melihat apa yang terjadi padaku? Benar, aku masih selalu mencintaimu dan selama ini tak pernah ada yang bisa merubah perasaanku padamu namun beberapa hari ini aku merasakan perasaan yang berbeda. Semenjak kehadiran Fina aku merasa jika aku mengerti tentang perasaannya yang telah kehilangan entah dia juga merasakan hal yang sama.
Sejak hari itu, hari sebelum ulangtahun putri kita aku mulai tertarik padanya. Aku melihat dirimu di masa lalu ketika aku bersamanya. Seketika rinduku terobati ketika melihat tingkahnya yang ceroboh, suka teriak dan kadang menatapku diam-diam. Aku juga melihat sosok ibu ketika ia bersama Nana. Mereka sangat kompak seakan mereka telah saling mengenal sebelumnya. Apakah aku salah jika aku menyimpan rasa padanya? Adakah keikhlasan darimu buatku disini Hanifa? Apakah sudah saatnya aku memilih pendamping sekaligus ibu buat anak kita? Setujukah kamu? Ku mohon jawablah aku, cukup beri aku isyarat agar aku mengerti apa yang ingin kamu sampaikan.
Tak lama disaat aku berbaring berkhayal tentang masa lalu, aku mendengar suara Fina dan Nana tertawa di kamar sebelah. Mendengar keceriaan itu membuatku melangkah kesana. Dari depan pintu kamar aku melihat dua senyum tulus yang saling tertawa. Aku pun menghampiri mereka, kami bercerita dan tertawa bersama layaknya seorang keluarga. Tak pernah aku melihat Nana seceria ini bersama seorang wanita. Lagi-lagi aku menyadari jika Fina memperhatikanku tak jarang pula pandangan kami saling bertatap. Kami hanya saling melempar senyum ketika pandangan kami bertemu.
Setelah kami tertawa bersama, tiba saatnya aku dan Nana mengantar Fina untuk pulang ke rumahnya. Di dalam perjalanan ketika Nana tertidur di mobil aku berusaha membuka percakapan dengan Fina dengan bercerita tentang masa kuliah dulu dan lagi-lagi Fina menatapku serius dengan senyum, hal itu membuatku sedikit salah tingkah namun aku tetap berusaha tenang.
Setelah sampai di rumah Fina, aku tak bermaksud untuk bertamu namun karena Nana yang ingin buang air makanya aku singgah dan juga ajakan dari Ayahnya Fina tak dapat ku tolak, akhirnya aku masuk ke dalam rumah.
Di sebuah ruangan yang berukuran sedang, aku duduk di sofa yang lembut sambil bercerita dengan Ayah Fina. Beliau bertanya kepadaku tentang pekerjaanku dan dia juga sempat berbisik padaku jika aku adalah orang pertama yang dibawa Fina datang ke rumahnya, katanya beberapa hari terakhir ini Fina tak semurung dulu lagi, sambil berbisik ia juga menceritakan kisah Fina. Meskipun aku sudah mengetahui semuanya namun tetap aku mendengar tanpa memotong pembicaraannya.
Suara langkah terdengar dari arah dalam rumah, Ayah Fina mengakhiri bisikannya. Terlihat Fina membawa beberapa cangkir berisi teh yang kemudian diletakkan di meja. Dari belakang Fina ikut Ibunya berjalan menuju kursi yang ada di sebelahku. Ia menggendong Nana dan duduk pun masih memangku Nana. Tampaknya ia menyukai anak kecil. Bagiku itu sudah biasa karena Nana memang cepat berteman dengan siapa saja.
Kami bercerita dan tertawa layaknya seorang keluarga apalagi dengan tingkah Nana yang selalu ingin tau. Sesekali Fina masih menatapku diam-diam dan tak ku sangka Ayah Fina bertanya padaku tentang pernikahan. Beliau bertanya apakah aku ingin menikah lagi? Entah harus menjawab apa dalam hati ini tersimpan banyak pertanyaan serupa. Ingin rasanya aku menjawab sekaligus melamar anaknya namun aku hanya menjawab sesopan mungkin. Tapi disaat aku berkata tentang ibu buat Nana tiba-tiba Nana menunjuk Fina dan berkata ia ingin Ibu seperti Fina. Rasa malu dan senang bercampur di hatiku tapi kami menganggap itu hanya candaan seorang anak kecil.
Waktu begitu cepat berlalu bagiku, malam itu terasa singkat karena Nana sudah mengantuk, lagian juga besok dia sekolah. Malam itu pembahasan kami tutup. Kami pun berpamitan dan pulang. Disaat kami berpamitan, Ayah dan Ibunya Fina menggoda kami dengan perkataannya yang mengajak Fina untuk ikut denganku. Sungguh malam yang menyenangkan. Kami pun pulang ke rumah.
Selama perjalanan aku tak henti memikirkan Fina hingga membuatku tersenyum sendiri. Setelah tiba di rumah, aku menggendong Nana yang sedang tertidur di mobil menuju ke kamarnya. Aku menuju ke dalam kamar untuk kembali beristirahat. Dalam pembaringan aku berkhayal tentang Fina. Aku sedikit terharu ketika harus mengingat Hanifa disaat yang sama. Dalam hatiku akan tetap ada Hanifa. Aku yakin suatu saat ada jawaban dari tuhan untukku dan aku yakin Hanifa akan memberiku isyarat atas semua perasaan ini. Aku akan tetap bertahan seperti, bertahan dengan cinta dalam hati, bertahan dengan kenangan ini hingga kamu memberiku isyarat. Salamku untukmu wanita terbaik yang pernah mengisi hari-hariku, aku tetap mencintaimu.
@Rifad ohh, oke...oke
Comment on chapter FINA [DUA]sama ya, dengan ceritaku yang Rahasia Toni, tokokhku juga terserang leukimia.
mampir2 juga ya, ke cerita terbaruku :D