SEMUA AKAN BAIK-BAIK SAJA
Gerimis disaat senja menimbulkan jingga di dalam hati yang penuh kenangan. Tetes demi tetes air di sore itu begitu cepat membasahi jalanan lebih cepat dari melupakan ingatan yang tertinggal di hari kemarin.
Di tengah gerimis disaat senja, terlihat seorang wanita yang berteduh di depan parkiran sebuah kampus. Saat itu dia hanya seorang diri menanti kapan gerimis ini akan berlalu. Ingin rasanya dia melalui gerimis itu namun apalah daya hujan sekecil apapun itu jika jarak yang di tempuh cukup jauh maka pasti akan basah juga.
Sambil menatap ke atas langit Fina menarik nafas dalam-dalam sambil tersenyum berdoa agar hujan ini segera berakhir. Masih menatap langit tiba-tiba hujan pun mulai redah dan menampakkan sedikit kecerahannya. Terlihat pelangi di kala senja, begitu indah seolah menambah pesona senja yang bersiap menyambut datangnya malam.
"Aduhh sudah mau malam. Aku pulang sama siapa kalau begini? Jalan ke halte juga lumayan jauh" Fina mulai takut dikala merasa sendiri.
Sebenarnya Fina tidak benar-benar sedang sendiri. Sore itu Raihan berada tak jauh darinya. Ia mengawasi Fina dari jarak yang cukup dekat.
Di tempat yang berbeda, sekitar 45 menit yang lalu sebelum hujan membasahi bumi di sebuah pemakaman umum. Firman dan Nana mengunjungi makam Hanifa.
"Anak Ayah tambah berat aja nih" Ucap Firman yang berjalan menggendong Nana.
"Ayah kata Ibu Guru kuburan itu tempatnya orang yang sudah meninggal" Kata Nana.
"Iya disini rumahnya orang yang sudah meninggal. Seperti Ibu rumahnya disini" Jawab Firman.
"Yeeh.. Orang meninggal rumahnya bukan disini mas, disini cuma tempat menyimpan jasad aja, kebanyakan nonton sinetron horror sih kamu mas" Kata Hanifa yang berdiri di sebelah Firman.
"Kata Ibu disini bukan rumahnya orang meninggal Ayah!" Kata Nana namun dalam hati berkata "Upss"
"Ibu siapa nak?" Tanya Ayahnya.
"Kata Ibu guru!" Teriak Nana yang mencoba mengalihkan Ayahnya.
Sesampainya mereka di makam Hanifa mereka duduk dan berdoa. Firman merasakan kesedihan dan kembali mengingat beberapa kenangannya di masa lalu.
"Hanifa... Aku kesini bersama anak kita Nana. Sekarang dia sudah besar dan sudah sekolah loh" Ucap Firman.
"Iya mas aku tahu... Bahkan lebih mengetahui dari kamu" Jawab Hanifa yang tak dapat di dengarkan oleh Firman.
"Nana cantik seperti kamu. Dia juga cerewet dan banyak tanya persis sepertimu" Lanjut Firman.
"Iyaa dong... Siapa dulu Ibunyaa" Kata Hanifa sedikit meledek.
Saat itu Nana sesekali tertawa mendengar Ibunya yang selalu menjawab setiap kata dari Ayahnya.
"Andai kamu ada disini Hanifa"
"Lahh kan aku memang disini? Kamu aja yang gak bisa lihat. Iya kan Nana?"
"Beberapa hari ini aku selalu merasakan kehadiranmu. Apakah kamu juga merindukan kami disana?" Kata Firman sambil menatap batu nisan.
"Percuma bicara sama batu mas gak bakalan dijawab. Tapi aku juga selalu merindukan kalian setiap kali aku tak ada disini" Hanifa tersenyum.
Tak henti-hentinya Nana tertawa lucu sambil menutup mulutnya hingga akhirnya Firman menegurnya.
"Nana kenapa kok selalu tersenyum? Memang ada yang lucu nak?" Tanya Firman.
"Ayah lucu... Bicara sama batu..." Nana tertawa sambil menatap Ibunya yang juga tertawa.
Firman hanya bisa ikut tertawa kemudian berkata, "Ayo kita doakan Ibu dan berangkat pulang, sudah mau hujan."
Seusai berdoa mereka kembali ke rumah namun di tengah perjalanan Nana minta jika ia ingin menginap di rumah Neneknya. Firman menyetujuinya lalu mengantar Nana ke rumah Neneknya. Karena mengetahui pakaian dan buku Nana ada di rumah maka setelah mengantar Nana, Firman kembali ke rumah untuk mengambil pakaian dan peralatan sekolahnya Nana.
Di tengah perjalanan, karena hujan mengakibatkan macet, Firman akhirnya memotong jalan dengan melalui jalur kampus tempat Fina kuliah. Sesaat setelah hujan gerimis redah merekapun bertemu.
"Itu kan Fina? Sedang apa dia berjalan sendiri disini? Hari juga sudah mulai gelap." Ucap Firman.
Sambil mendekati Fina, mobil yang dikendarai oleh Firman perlahan-lahan melambat dan kaca mobil depan pun terbuka.
"Fina! Mau kemana? Ayo naik aku antar!" Teriak Firman.
Fina hanya menatap dengan heran karena belum mengetahui siapa yang memanggilnya. Mobil pun terhenti dan seseorang turun dari pintu depan sebelah kanan. Fina menatap dan mulai mengenali Firman. Ia mencari Nana namun ternyata hanya ada Firman.
"Ini aku Ayahnya Nana! Kamu mau kemana?" Kata Firman.
Fina mendekat dan berkata, "Kak Firman? Aku mau pulang kak tadi hujan jadi aku berteduh. Teman-temanku semuanya sudah pulang duluan."
Raihan yang juga berada di tempat itu menuju ke mobil menatap seisi mobil. Ia mengira Hanifa ada di dalam mobil tapi ternyata tidak ada. Namun Raihan bersyukur karena ada Firman yang bisa menemani dan mengantar Fina pulang.
"Syukurlah ada suaminya Kak Hanifa. Dengan ini aku bisa sedikit tenang karena Fina untuk saat ini sudah aman." Raihan pun tersenyum.
"Ayo Fina aku antar pulang" Ajak Firman lalu merekapun naik ke mobil.
Fina berada di kursi depan sementara Raihan yang juga ikut duduk di belakang. Tanpa banyak pikir Raihan hanya duduk manis terdiam sambil mendengar percakapan mereka.
Di tengah perjalanan gerimis pun kembali turun. Alunan musik dari lagu Nike Ardilla menjadi saksi perbincangan mereka di sore itu.
"Kalau boleh tahu Fina tinggalnya di mana?" Tanya Firman yang fokus menatap ke depan.
"Aku tinggal di dekat monumen pahlawan yang tembusan pinggir kali itu kak." Jawab Fina dengan santai sambil mengikuti nyanyian lagu.
"Kebetulan kita searah yah." Kata Firman.
"Iya sih kak searah tapi kan rumahnya kakak dulu baru rumahku yang jaraknya masih lumayan jauh" Kata Fina. "Eh kak... Nana di mana?"
"Tapi kan namanya tetap searah? Oh... Nana ada di rumah neneknya. Aku ingin ke rumah dulu untuk mengambil pakaiannya katanya dia ingin menginap di sana." Jawab Firman lalu melanjutkan dengan pertanyaan "Cowokmu mana? Kok gak di jemput? Atau kamu jomblo yah?" Firman meledek Fina.
"Cowoknya di sini kak!" Teriak Raihan dari belakang.
"Dia sudah pergi kak." Jawab Fina singkat dengan wajah sedikit murung.
Entah mengapa saat itu Firman merasa ada kesedihan dengan Fina.
"Memang pergi kemana? Sejauh apa sih dia sampai-sampai tidak bisa jemput kamu?" Firman sengaja dengan nada bercanda.
"Jauh kak, sangat jauh aku bahkan tidak mengetahui bagaimana kabarnya di sana." Jawab Fina tersenyum.
Firman mengerti dari cara menjawab Fina dan Firman tahu persis bagaimana rasanya ditinggalkan disaat rasa sayang begitu besar.
"Dia perginya sudah berapa lama?" Tanya Firman yang ikut merasakan sedihnya Fina.
"Sudah setahun kak." Jawab Fina singkat.
"Sudah hampir tepat tujuh yang lalu. Ibunya Nana juga meninggalkanku. Disaat itu semua harapan yang kami ciptakan seakan runtuh. Rasa cintaku dan rasa sayangku yang semakin bertumbuh kepadanya seakan tak ada lagi artinya. Anak yang seharusnya kami besarkan bersama kini tumbuh menjadi anak yang cantik namun tanpa kasih sayang seorang Ibu. Ia tak pernah melihat wujud Ibunya bahkan tak pernah mengetahui rasanya punya Ibu. Hal itu membuatku semakin sedih dan tak punya semangat hidup. Namun seiring berjalannya waktu perlahan aku bisa bangkit karena malaikat kecil itu selalu membuatku ceria. Tak pernah sekalipun aku marah padanya meskipun terkadang ia menjengkelkan tapi aku tak mampu untuk marah padanya. Itulah Nana yang selalu membuatku merasakan hadirnya Hanifa setiap saat. Janganlah terlarut dalam kesedihan. Kenangan memang tak mungkin dilupakan namun ada saatnya kita harus berada di masa ini bukan terjebak di masa lalu." Kata Firman yang berusaha menenangkan suasana.
Namun tak disangka Fina mengeluarkan air mata karena terharu dengan cerita Firman. Ia juga merasa jika keadaan yang ia alami seperti yang dialami Firman. Tak pernah Fina menemukan orang yang tepat untuk bisa bercerita tentang perasaannya.
"Memang kesedihan yang kurasakan tidak sebanding dengan apa yang kakak rasakan selama ini namun entah mengapa aku masih tak percaya dan masih belum bisa melepas kepergiannya. Aku masih bisa merasakan hadirnya!" Tangis Fina pun pecah.
Sementara itu Raihan yang menyimak ikut meneteskan air mata. "Perasaanmu tak pernah salah Fina. Aku memang selalu hadir di dekatmu."
Firman menarik beberapa lembar tisu yang ada di dasbor mobil kemudian memberikannya kepada Fina.
"Ini tisu... Menangislah, keluarkan semua kesedihanmu itu bisa sedikit membantu melegakan perasaanmu. Aku juga sering begitu." Ucap Firman.
Fina pun menangis sekencang-kencangnya hingga tersedu kelelahan dengan tangisnya.
"Bagaimana? Sudah agak baikan?" Tanya Firman.
Masih dengan wajah menangis, "Kak... Aku rindu padanya! Aku rindu Raihan!" Kemudian kembali menangis.
"Sudah-sudah... Nanti nangisnya di lanjut lagi... Matamu bisa bengkak loh, nanti cantikmu tak nampak lagi di mata para pria jomblo di luar sana." Kata Firman yang tersenyum menghibur Fina dan kembali berkata "Kita sudah mau sampai loh, nanti apa kata orang kamu turun dari mobil dengan wajah begitu, nanti dikiranya aku menyakiti perasaanmu. Lagian kita juga cuma berdua di sini. Kata orang kalau berduaan itu yang ketiganya bisa jadi setan loh" Firman tertawa.
Raihan yang mendengar perkataan Firman tiba-tiba berkata, "Hey... Memang aku ini hantu tapi bukan setan yah!"
Akhirnya Fina tersenyum lalu mengambil beberapa lembar tisu lagi untuk membersihkan sisa air mata di wajahnya.
"Aku kagum sama kakak, yang bisa melewati masa sulit seperti ini sendiri dan bisa merawat Nana tanpa bantuan seorang Ibu." Puji Fina.
"Iya dong! Makanya kamu harus belajar menjadi seperti aku. Jangan mau menjadi wanita rapuh." Namun di dalam hati Firman berkata "Andai kamu tahu jika rasa sedih mu itu tak ada apa-apanya dibanding yang selama ini aku rasakan."
Gerimis tak menunjukkan tanda akan berhenti namun mobil sebentar lagi akan berhenti.
"Kak setelah monumen sebelah kiri aku turun di depan lorong yang itu." Fina menunjuk ke arah lorong yang ia maksud.
"Aku antar sampai ke dalam saja." Ucap Firman.
"Tidak usah kak. Susah kalau mau putar mobil di lorong kak. Lagian lorongnya juga sedikit sempit dan padat penduduk." Jelas Fina.
"Oh iya kalau begitu sampai disini saja yah Fina." Kata Firman yang menepi tepat di depan lorong. Sambil menatap Fina, Firman berkata "Oh iya Fina pakai payung ini." Sambil memberi payung yang ada di mobil.
"Loh nanti kakak pakai apa?" Tanya Fina.
"Gak masalah, aku selalu membawa tiga payung di mobil." Jawab Firman dengan ramah.
"Terima kasih banyak kak, oh iyaa kak boleh aku minta kontaknya kakak?" Tanya Fina yang bermaksud jika suatu saat bisa menghubungi Firman untuk mengembalikan payung.
"Oh iya, ini nomorku WA ku dicatat yah." Kemudian Firman menyebutkan angka dari nomor kontaknya.
Setelah Fina mengetik dan menyimpan kontak Firman ia pun mengucapkan terima kasih dan pamit dengan senyuman manisnya.
"Terima kasih kak, lain kali aku akan membalas kebaikan kakak!" Teriak Fina sambil berlari kecil menghindari genangan air.
Raihan juga turun dari mobil dan mengikuti Fina. Tak lupa Raihan juga berterima kasih kepada Firman meskipun ucapannya tak terdengar oleh siapapun.
Di dalam mobil Firman melihat Fina yang berlari sambil tersenyum ia berkata "Semoga kau selalu bahagia Fina. Aku yakin kita bisa melewati perasaan sedih ini dan semoga semuanya akan baik-baik saja."
@Rifad ohh, oke...oke
Comment on chapter FINA [DUA]sama ya, dengan ceritaku yang Rahasia Toni, tokokhku juga terserang leukimia.
mampir2 juga ya, ke cerita terbaruku :D