IBU
"Aku merasa seperti hidup kembali ketika kembali ke rumah ini" Kata Hanifa yang berada tepat di depan pintu rumah Ibunya.
Hanifa melangkah masuk ke dalam rumah bermaksud menuju ke kamarnya sambil menunggu Nana yang rencananya sepulang sekolah mau diantar kesini oleh Ayahnya.
Baru saja Hanifa melangkah masuk ke rumah tiba-tiba seorang wanita tua yang duduk di kursi ruang tengah dengan suara sedikit keras berkata,
"Kamu pulang yah nak Hanifa?"
Seketika langkah kaki Hanifa terhenti seolah Ibunya menyadari kehadirannya. Perlahan Hanifa menuju ruang tengah dan benar Ibunya berada di kursi tua yang terdapat ruang tengah. Ibu Hanifa tidak dapat melihat namun bisa merasakan kehadiran Hanifa. Mungkin saja itu yang disebut perasaan seorang Ibu kepada anaknya takkan pernah berubah sekalipun anaknya sudah tak lagi berada di dunia.
Hanifa mendekat dan menatap Ibunya. Ia merasa sangat sedih melihat Ibunya yang sudah tua dan tak sekuat dulu lagi. Ia sangat bersyukur memiliki Ibu yang selalu mendoakannya, yang masih bisa merasakan kehadirannya. Hanifa sangat ingin memeluk Ibunya yang tak henti-hentinya berbicara sendiri seolah ia tahu jika Hanifa mendengarnya.
"Bagaimana kabarmu nak? Apakah di sana kamu baik-baik saja?" Tanya Ibu Hanifa yang berbicara sambil menatap pintu kamar Hanifa.
"Iya bu aku baik-baik saja" Hanifa menjawab dengan sangat sedih kemudian ia duduk di bawah dekat kaki Ibunya.
"Ibu sangat rindu sama Hanifa. Kamu yang sabar yah nak tunggu Ibu di sana" Kemudian Ibu Hanifa mengeluarkan air mata kesedihan.
"Hanifa juga sangat merindukan Ibuu" Teriak Hanifa yang tak bisa menahan tangis.
Hanifa berdiri bermaksud ingin memeluk Ibunya namun tanpa sengaja ia menyentuh sebuah gelas yang terletak di meja. Gelas pun terjatuh dan pecah membuat Ibunya kaget namun tersenyum.
"Jangan bersedih nak. Ibu tahu kamu disini. Ibu juga akan merasa sedih jika kamu sedih. Jangan sekali-kali kamu menampakkan wajah sedih mu itu di hadapan putrimu yang selalu ceria" Kata Ibunya yang tersenyum.
"Masuklah ke kamarmu dan hapus kesedihanmu itu nak. Ibu yakin bidadari Ibu masih selalu cantik. Maafkan Ibu nak, Ibu hanya rindu namun sekarang rindu Ibu sudah terobati karenamu" Ucap Ibu Hanifa.
Dalam keadaan bersedih dengan air mata yang mengalir Hanifa menuruti kata Ibunya, ia pun menuju ke kamarnya. Hanifa tak menyadari dirinya ia seolah merasa masih hidup ia pun berjalan menuju ke kamar kemudian membuka dan menutup pintu layaknya manusia bernyawa. Ibunya hanya bisa tersenyum melihat dan mendengar pintu kamar yang terbuka dan tertutup dengan sendirinya. Setelah Hanifa duduk di kursi dalam kamar barulah ia menyadari jika dirinya bukan makhluk bernyawa lagi. Ia tak begitu peduli ia menganggap jika Ibunya pasti mengerti dan mengetahui yang terjadi.
Beberapa menit kemudian terdengar suara mobil di depan rumah. Itu adalah Nana dan Firman.
"Nenek...." Teriak Nana.
Nana menuju ke arah Neneknya.
"Mata Nenek kenapa merah?" Tanya Nana.
"Oh tadi banyak debu nak. Nana masuk kamar dulu ganti pakaiannya nak" Perintah Nenek pada Nana.
Tanpa banyak kata Nana berlari menuju ke kamar dan melihat Ibunya yang menggosok matanya.
"Ibu matanya kemasukan debu juga yah? Nenek juga begitu" Ucap Nana.
"Iya tadi banyak debu makanya mata Ibu dan Nenek merah karena kemasukan debu" Jawab Hanifa.
"Nana ganti baju dulu nak, pintu kamarnya dikunci dulu" Lanjut Hanifa.
Di luar kamar tepatnya di ruang tengah tempat Ibunya Hanifa duduk Firman datang sambil menatap Ibu mertuanya Firman bertanya,
"Ibu kenapa? Habis nangis yah?"
"Apakah kamu masih sering mendoakan Hanifa? Sekali-kali ajaklah Nana berkunjung di tempat pemakaman Ibunya" Kata Mertuanya.
"Iya bu sampai saat ini aku masih sering mendoakannya bahkan beberapa hari terakhir ini aku selalu merasa Hanifa berada di dekatku" Ungkap Firman.
"Mungkin dia ingin menyampaikan sesuatu padamu. Aku yakin Hanifa selalu ada untuk anaknya. Firasat ku sebagai seorang Ibu juga selalu merasa kehadiran Hanifa" Katanya.
"Kalau begitu sore nanti aku akan mengajak Nana berkunjung ke makam Hanifa. Mungkin dengan begitu dia akan merasa tenang" Kata Firman.
Di tempat lain, Raihan yang telah banyak menerima masukan dan cerita dari Hanifa memutuskan untuk pulang dan berkunjung ke rumahnya.
Tiba di rumah Raihan kembali menatap rumahnya yang terletak di sebuah lorong yang luasnya cukup untuk satu buah mobil. Baginya rumah yang kecil itu menyimpan banyak kenangan dimasa hidupnya. Langkah kaki Raihan menuju ke dalam rumah namun seketika terhenti disaat ia melihat Ibunya yang sedang tertidur di atas sebuah kasur lipat yang ada di depan tv. Raihan melangkah ke dekat Ibunya kemudian ia duduk menatap wajah Ibunya yang sedang tertidur.
"Ibu... Raihan datang bu... Ibu kalau tidur wajahnya terlihat seperti orang yang sedang marah. Dengkurannya juga ribut saingan dengan Ayah. Hahaha..." Ucap Raihan meledek Ibunya.
Raihan kemudian kembali berdiri dan melangkah menuju kamarnya yang kini dikuasai oleh kedua Adiknya. Sementara berjalan terdengar suara,
"Awas yah kamu Raihan, masih saja suka meledek Ibu!"
Raihan terkejut kemudian perlahan ia memutar tubuhnya untuk memastikan apakah Ibunya benar melihatnya. Namun ternyata Ibunya hanya mengigau dan masih tertidur dengan pulas.
"Huffh... Aku kira Ibu bisa melihatku. Dalam keadaan seperti ini saja aku merasa terancam oleh bentakan Ibu apalagi waktu aku masih hidup. Salah sedikit kelar hidup kita" Kata Raihan menghela nafas.
"Tapi Ibuku adalah Ibu terbaik di dunia. Meskipun aku dan adik-adikku sering meledeknya dia hanya membentak dan bagi kami bentakannya itu adalah candaan bahkan cubitan dan pukulannya yang begitu menyakitkan tak terasa hingga ke hati meskipun terkadang rasanya membuat air mata bercucuran. Itulah Ibu yang bawel, cerewet, namun kasih sayangnya tiada tara" Ucap Raihan dengan mata berkaca yang memandangi Sang Ibu.
Raihan kembali melanjutkan langkahnya namun lagi-lagi Ibunya mengigau,
"Kamu juga anak Ibu yang terbaik nak" Ucap Sang Ibu yang mengigau.
Raihan tak lagi memperdulikan, ia hanya tersenyum sambil melanjutkan langkahnya menuju ke kamar. Kamar yang dulunya berwarna biru itu kini berubah menjadi warna Pink terang. Tak nampak lagi bentuk kamar yang dulu kini kamar itu penuh dengan poster dan gambar boyband dan girlband asal korea. Raihan terkejut dan tertawa menatap kamarnya yang dulu.
Kamar yang dulunya begitu luas kini menjadi sedikit sempit dengan adanya dua kasur. Dua anak perempuan yang dulunya salah satu dari mereka masih tidur sekamar dengan orang tuanya kini mengambil alih kamar tersebut.
Di atas kasur berwarna ungu itu terlihat seorang anak perempuan berusia remaja sedang bermain HP. Anak perempuan itu hanya mengenakan pakaian dalam berwarna biru.
"Yaa tuhann! Anak ini... Dada sudah tumbuh besar. Pakai baju kek! Untung yang lihat kakak" Raihan kesal melihat adiknya yang hanya memakai pakaian dalam.
Raihan ingin menjahili adiknya namun apa daya ia sadar jika ia tak dapat menyentuh sesuatu apalagi bisa terdengar oleh siapapun. Raihan duduk tepat di sebelah adiknya yang asyik nonton acara kumpulan pria korea di HP nya. Raihan iseng meniup wajah adiknya namun Si Adik ternyata merasakannya.
"Ihh... Apa sih ini?" Sambil mengucek matanya.
"Seperti ada yang meniup? Disini kan gak ada orang? Kok aku merinding yah?" Lanjutnya sambil merasa ketakutan.
Disaat ingin teriak memanggil Ibunya tiba-tiba saja pintu kamar terbuka. Mata Si Adik tertuju ke pintu dan merasa semakin ketakutan.
"Nurul tidur yah?" Ternyata itu adalah Sang Ibu yang masuk ke dalam kamar.
"Ibuu? Nurul kira siapa" Jawab Si Adik.
Ketika Si Ibu masuk kamar ia melihat Nurul hanya berpakaian dalam saja.
"Loh kok pakaiannya begitu? Dedek pakai baju dulu!" Bentak Ibu.
Dengan wajah mengeluh Nurul memakai baju daster yang tergantung di samping kasur.
"Ehh... Dek tadi Ibu mimpi" Kata Si Ibu.
"Mimpi apa bu?" Tanya Nurul yang matanya menatap layar HP.
"Ibu mimpi mendengar dan melihat Kakak Raihan. Ibu lihat kakak masuk ke kamar ini" Kata Si Ibu.
"Ibu tiba-tiba saja rindu sama anak laki-laki Ibu. Memang sewaktu kuliah dulu dia juga jarang pulang tapi Ibu masih bisa menelpon dan mendengar suaranya tapi kini kakakmu sudah tak ada" Lanjut Si Ibu yang sesekali mengusap air matanya.
Seketika Nurul berhenti menatap HP dan berbalik bertanya kepada Ibunya.
"Ibu melihat Kakak masuk ke kamar ini? Jangan-jangan itu memang kakak? Tadi Nurul juga merasa ada yang meniup wajah Nurul bu dan tadi aku juga merinding sampai-sampai kepala Nurul juga merinding rasanya seperti membesar"
"Atau jangan-jangan hantunya kakak ada disini bu?" Lanjut Nurul yang ketakutan sambil mendekat ke Ibunya.
"Ahh kamu ini bicaranya sembarang. Orang kalau sudah mati tidak akan jadi hantu apalagi siang. Lagian kakakmu itu kalau memang jadi hantu pasti jadi hantu yang baik karena semasa hidupnya ia adalah anak yang baik" Kata Ibu menenangkan Nurul.
"Kakak memang baik bu tapi dia kan jahil apalagi sama Nurul. Nurul ingat dulu waktu Nurul masih kecil kalau kakak yang mandiin Nurul pasti yang disiram pertama kali itu kepala dia juga kalau Nurul diam selalu di usili" Kata Nurul.
"Tapi kalau kakaknya tidur siapa yang selalu usil bangunin atau gangguin kakaknya? Kan Nurul juga dan kakaknya juga tidak pernah marah malahan Nurul di peluk sampai Nurul menangis. Kakak itu sayang sama Nurul" Kata Ibu.
Raihan menyimak percakapan antara Ibu dan Adiknya sambil tersenyum haru.
"Iya tuh betul itu bu... Ini bocah kalau diganggu kalau gak teriak mengadu pasti nangis ujung-ujungnya cari kesempatan buat membalas!" Kata Raihan yang mengadu kepada Ibunya meskipun ia tak bisa terdengar.
Seketika hening kemudian Nurul menangis.
"Nurul juga rindu sama Kakak!"
Tangisnya pun semakin menjadi ketika Si Kakak yang satunya datang.
"Ada apa ini? Kenapa Ibu disini? Nurul kenapa?" Kemudian Si Kakak memeluk Nurul yang menangis.
Ibu kemudian cerita apa yang terjadi dan Si Kakak yang namanya Inayah pun ikut bersedih karena juga mengingat kakaknya.
Raihan yang saat itu menatap mereka berkata,
"Yahh... Si ratu drama datang! Aku seperti menonton film drama korea saja. Aku sih juga sedih tapi juga lucu melihat mereka. Kalau ada Ayah lengkaplah sudah drama ini" Raihan tersenyum.
Raihan kembali merasakan kegembiraan meskipun masih tersimpan kegundahan di dalam hatinya. Memang benar jika firasat seorang Ibu selalu benar dan seorang Ibu mampu merasakan kehadiran juga bisa merasakan apa yang dirasakan oleh anaknya sekalipun dunia yang memisahkan.
@Rifad ohh, oke...oke
Comment on chapter FINA [DUA]sama ya, dengan ceritaku yang Rahasia Toni, tokokhku juga terserang leukimia.
mampir2 juga ya, ke cerita terbaruku :D