Read More >>"> LUKA (Keping 1) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - LUKA
MENU
About Us  

LULA GALIFIA

Ini kali kedua kita berjumpa, entahlah perasaan nyaman dan tenang tiba-tiba terasa.

-o-

KALA menjitak kepala Okta, sahabatnya yang tiba-tiba menggebrak meja di depan Kala, membuat lelaki itu terkejut dengan sumpah serapah meluncur dari bibirnya.

"Weiiiss.. santai, brother!" ucap Okta seraya mengusap kepalanya.

"Kaget, anjeng!" 

"Lagian, siang bolong begini ngelamun." 

"Lu mikirin cewek, ya?" Ibrahim duduk di bangku kosong samping Kala. Mencolek-colek dagu Kala dengan senyum jahil yang mengembang di bibir tipisnya.

Kala menepis kasar tangan Ibra dan matanya yang tajam menusuk-nusuk sahabatnya itu, bukannya takut, Ibra malah semakin menggodanya.

"Cie, Kala, naksir cewek ya? Aduh, Kala gua normal ternyata." Okta tertawa mendengar nada suaranya yang membuat dirinya sendiri bergidik. Menjijikan.

"Emang lu kira, gua gak normal?" 

"Pisss, bro, pisss!" Jari tengah dan jari telunjuk Okta mengacung di depan wajah Kala bermaksud meminta maaf atas candaannya.

Ingatan Kala kembali pada seminggu yang lalu saat dirinya sedang meneduh di sebuah gazebo taman bersama Ganta dan Lula.

Sepanjang waktu itu, sampai pukul 5 sore Kala tidak pernah mendengar perempuan itu mengeluarkan suaranya. Dia hanya menjawab setiap ucapan kakaknya dengan mengangguk, menggeleng, tersenyum dan ekspresi wajah lainnya.

Saat hujan reda pun, Lula di gendong kembali kakaknya ketika akan pulang. Dia hanya tersenyum sebagai salam perpisahan. Membuat Kala berpikir jika Lula itu bisu dan mungkin, tidak bisa berjalan. Atau bisa jadi jika gadis itu tak ingin berjalan di taman yang tergenang air hujan ... manja? Tapi cepat-cepat ia mengenyahkan pemikiran itu. Menurutnya, ia tidak berhak untuk berpikir seperti itu. Dirinya tidak tahu apa-apa.

Namun kakak beradik itu berhasil mengganggu pikirannya seminggu belakangan ini. Membuat Kala penasaran dab ingin berinteraksi lebih lanjut lagi.

Brak!

"Anjeng! Lu mau gua mati, bego!" geram Kala saat lagi-lagi Okta menggebrak meja di depannya. Okta hanya nyengir menampilkan deretan giginya.

"Lu ngelamunin apa?" Ibra bertanya. Kala menggeleng.

"Pagi, sayang!" Tiba-tiba suara cempreng seseorang terdengar di telinga Kala. Kala menghela napas panjang dan memberikan senyum terpaksa pada Anna, pacarnya.

"Kantin, yuk?!" Anna menarik Kala agar berdiri kemudian menggandeng tangan sang pacar dan membawanya keluar kelas. 

----

Sabtu pagi, seperti biasa, hari ini adalah jadwalnya Kala mengajak Alvaro bermain. Kali ini Kala terlihat bersemangat akan pergi ke taman minggu lalu walaupun Alvaro merengek memintanya pergi ke timezone. 

"Besok aja main di timezonenya sama bang Okta sama bang Ibra, oke?" bujuk Kala. Dan berhasil. Alvaro tidak lagi merengek.

"Alvaro pakai sepatunya sendiri, bisakan? Abang ke WC dulu." Setelah Alvaro mengangguk Kala melangkah menuju kamar mandi.

Setengah jam kemudian, Kala dan Alvaro sudah sampai di taman kompleksnya. Disela-sela Kala mengajak adiknya bermain tanpa sadar, matanya memindai kawasan taman. Mencari seseorang yang entah mengapa sangat ia harapkan kehadirannya.

Ya. Lula. Kala ingin sekali mendengar suara perempuan yang memiliki iris mata berwarna hitam pekat itu.

Sudah dua jam berlalu, Kala tak kunjung melihat Lula. Entah sudah berapa tempat yang ia cari, beralasan dengan bermain kejar-kejaran bersama Alvaro mengelilingi taman. Padahal sebuah tujuan terselubung adalah alasan utamanya ia pergi ke sini.

"Abang cali siapa?" tanya Alvaro penasaran karena Kala tak fokus saat bermain bersamanya.

"Abang lagi cari yang kemarin, ingat?" jawab Kala jujur pada adiknya.

Alvaro tampak berpikir kemudian tersenyum lebar saat mengingatnya.
"Oh yang hujan-hujanan itu?" Kala mengangguk.

"Abang suka yaaa?" tanya Alvaro lagi. Kala hanya tersenyum sebagai tanggapan.

Kala dan Alvaro duduk di bawah pohon yang rindang. Menikmati semilir angin yang menerpa wajah keduanya. Menyandarkan kepalanya pada pohon tua yang sudah berpuluh-puluh tahu mengakar di sana.

Sayang sekali, sudah beberapa jam Kala bermain di taman ini ternyata dirinya tak menemukan perempuan itu. Sia-sia sudah rasa lelah Kala karena mengajak Alvaro bermain.

"Kakak ada telepon dari kampus, pulang sekarang gak apa-apa ya?" tiba-tiba suara seorang laki-laki terdengar oleh Kala. Samar-samar, Kala mengingat suara itu tidak asing di telinganya.

"Kenalkan, saya Ganta. Dan ini, Lula." 

Tiba-tiba suara itu terlintas di kepala Kala. Refleks Kala berdiri dan menengok ke arah belakang pohon.

Kala tersenyum lebar saat melihat kedua orang yang dia cari semenjak pagi. Kala berjalan menghampiri mereka dengan meraih tangan Alvaro dan menuntunnya untuk mengikuti Kala.

"Halo, Kakak!" sapa Alvaro pada Ganta dan Lula. Mereka kontan menengok pada Kala dan Alvaro lalu tersenyum.

"Halo Alvaro!" Ganta balas menyapa Alvaro.

"Mas, udah mau pulang?" tanya Kala basa-basi.

"Harusnya saya ke kampus, tapi Lula masih mau disini," jawab Ganta dengan raut wajah antara bingung dan tidak ingin membuat Lula bersedih.

"Yaudah, kalo boleh, saya aja yang temenin Lula. Mas bisa ke kampus." Ganta menatap Lula sebentar dan wajah perempuan itu tampak berbinar.

"Tapi, Lula itu.." Ganta tampak berpikir. "Dia harus di gendong kalo mau pulang, soalnya---" 

"Saya kuat kok, Mas," sela Kala seraya terkekeh.

"Kalo gitu, kakak ke kampus ya, Lula," pamit Ganta kemudian mencium kening Lula sekilas.

"Kala saya titip Lula. Maaf merepotkan." Setelah itu Ganta pergi.

"Hai," sapa Kala saat ia duduk di samping Lula dengan Alvaro yang duduk di pangkuannya.

Lula tersenyum dan melambaikan tangannya.

"Kamu, suka kesini?" tanya Kala. Lula mengangguk.

"Rumah kamu dimana?" Bukannya menjawab, Lula malah mencari seauatu di dalam tas selempangnya. Kemudian mengeluarkan sebuah note lengkap dengan pulpennya.

Tangannya bergerak untuk menulis sesuatu di sebuah note bergambar artis western. Jika Kala tidak salah, Shawn Mendes namanya.

Beberapa detik kemudian Lula menunjukkan hasil tulisan tangannya.

Rumah saya di komplek D1 no. 12.
Kamu?

Kala diam terpaku. Ternyata dugaannya benar. Lula mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Kala karena Kala tak kunjung menjawabnya.

"Saya di komplek A. Lumayan dekat." jawab Kala lembut.

"Kamu udah makan?" tanya Kala. Lula menggeleng sebagai jawaban. "Mau makan?" Lula terlihat akan menulis lagi.

Gak merepotkan?

Kala menggeleng. "Mau?" Lula mengangguk.

"Digendong di belakang atau di depan?" tanya Kala. Lula menulis lagi.

Di belakang aja.

Tanpa menunggu, Kala langsung berjongkok di depan Lula, dan Lula langsung mengalungkan tangannya di leher Kala. Dengan hati-hati Kala berdiri, tangan kirinya menahan paha Lula agar tidak melorot sementara tangan tangannya menuntun Alvaro. 

Mereka menyusuri taman yang selalu ramai dikunjungi baik oleh orangtua yang mengajaknya bermain, maupun sepasang kekasih yang ingin berduaan di sudut-sudut taman yang terbilang sepi.

Tak sedikit pasang mata yang menatap heran ke arah Kala. Seolah-olah mereka berkata, "Gak salah gendong, Mas?"

Beberapa menit kemudian mereka sampai di salah satu kafe yang ada kawasan taman perumahan. Kala mendudukkan Lula di kursi, tak lupa juga Alvaro yang duduk di sampingnya.

"Mau makan apa?" Kala memberikan sebuah daftar menu pada Lula. Setelah mereka memilih, Kala memanggil pelayan dan menyebutkan pesanannya.

Lula kembali mengeluarkan notenya dan menulis sesuatu.

Tadi, gak berat?

Sebelum menjawab, Kala tertawa dan menggeleng. "Emang kakak kamu, bilang kamu berat?" Lula sedikit cemberut dan mengangguk.

Kala tertawa lagi. "Kamu gak berat, sama kaya Alvaro." Lula menunduk, dan menulis di note-nya.

Bohong!

"Haha. Serius, tau." 
"Kamu suka sama, siapa itu.." Kala menunjuk cover note Lula dengan dagunya. Lula menggerakkan jemarinya untuk menulis dengan wajah berseri.

SHAWN MENDES!!

"Nah itu, kamu suka?" tanya Kala. Luna mengangguk semangat dengan senyum yang tak pernah hilang dari bibirnya.

"Ken---" kalimat Kala terpaksa terhenti saat handphonenya tiba-tiba bergetar lama tanda ada seseorang yang menghubunginya. Kala mengeluarkan benda pipih itu dari dalam saku jaketnya dan melihat siapa yang meneleponnya itu. Dan Kala menghembuskan napas panjang setelah membaca siapa yang sudah mengganggunya. 

Anna's calling...

-o-

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • Krasivaya

    @aiana fighting kak!

    Comment on chapter Prolog
  • aiana

    hidup sederhana namun bertabur kasih dari banyaaaak orang tercinta..
    Ah prolognya sangat menyentuh, I had such struggling memory juga ketika SMA dan begitu banyak mengispirasi sekarang ketika semuanya sudah jadi masa lalu.
    Fighting!

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
An Ice Cream Story
539      374     0     
Short Story
Cacak seperti lambang tergadai; Kisah ini merupakan perihal orang-orang yang sedang kasmaran. Ini mengenai kisah cinta yang sompek; perkara yang tidak dapat diharapkan lagi. Saking sompeknya, mari bersama menertawai kisah ini melalui perumpamaan manisnya menikmati sebuah ice cream.
Broken Wings
942      588     0     
Inspirational
Hidup dengan serba kecukupan dan juga kemewahan itu sudah biasa bagiku. Jelas saja, kedua orang tuaku termasuk pengusaha furniture ternama dieranya. Mereka juga memberiku kehidupan yang orang lain mungkin tidak mampu membayangkannya. Namun, kebahagiaan itu tidak hanya diukur dengan adanya kekayaan. Mereka berhasil jika harus memberiku kebahagian berupa kemewahan, namun tidak untuk kebahagiaan s...
Perhaps It Never Will
3078      1126     0     
Romance
Hayley Lexington, aktor cantik yang karirnya sedang melejit, terpaksa harus mengasingkan diri ke pedesaan Inggris yang jauh dari hiruk pikuk kota New York karena skandal yang dibuat oleh mantan pacarnya. Demi terhindar dari pertanyaan-pertanyaan menyakitkan publik dan masa depan karirnya, ia rela membuat dirinya sendiri tak terlihat. William Morrison sama sekali tidak pernah berniat untuk kem...
Ada DIA
1005      616     8     
Short Story
Kisah ini menceritakan sebuah kehidupan anak muda yang sudah berputus asa dalam hidupnya dan hingga suatu titik anak muda ini ingin menyerah untuk hidup hingga suatu kala ia bertemu dengan sosok DIA yang membuatnya bangkit.
Dendam
446      321     3     
Short Story
Dulu, Helena hidup demi adiknya, Kiara. Setelah Kiara pergi, Helena hidup demi dendamnya.
Perihal Waktu
352      238     4     
Short Story
"Semesta tidak pernah salah mengatur sebuah pertemuan antara Kau dan Aku"
(not) the last sunset
477      322     0     
Short Story
Deburan ombak memecah keheningan.diatas batu karang aku duduk bersila menikmati indahnya pemandangan sore ini,matahari yang mulai kembali keperaduannya dan sebentar lagi akan digantikan oleh sinar rembulan.aku menggulung rambutku dan memejamkan mata perlahan,merasakan setiap sentuhan lembut angin pantai. “excusme.. may I sit down?” seseorang bertanya padaku,aku membuka mataku dan untuk bebera...
Sabtu Bersama Bapak
303      186     0     
Short Story
Seungho merasa dilema antara memilih pergi bersama teman-temannya atau pergi memancing bersama sang ayah,
Behind the Three Face
655      337     4     
Short Story
"Pepatah tua jepang mengatakan setiap orang punya tiga wajah. Wajah pertama adalah yang kau tunjukan pada dunia, wajah kedua hanya kau tunjukan pada keluarga dan teman dekat saja, dan wajah ketiga adalah yang tidak ingin kau tunjukan pada siapapun, inilah yang mereflesikan dirimu yang sebenarnya."
Juli Di Jakarta
458      225     3     
Short Story
Pengalaman pertama seorang gadis yang memulai hobinya sebagai travel blogger. Kota pertama yang dia kunjungi adalah Jakarta. Ibukota yang menurut kabar akan segera dipindahkan.