Read More >>"> Kejutan
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kejutan
MENU
About Us  

Sore hari. Pintu kamar Mega diketok dari luar. Seseorang memberitahu bahwa ada yang mencarinya. Ini adalah hari minggu. Hari dimana Mega lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah dengan tidur seharian. Tapi semenjak punya pacar, Mega sedikit meluangkan waktunya untuk kekasih.

Namanya Alvin. Mega berkenalan dengannya saat masuk SMA tiga tahun yang lalu. Mereka awalnya cuma berteman biasa karena satu kelas hingga kenaikan kelas dua belas, Alvin mengatakan perasaannya kepada Mega. Dan kebetulan yang menyenangkan, saat itu Mega juga mempunyai perasaan yang sama terhadap Alvin.

"Kamu?" seru Mega saat menyadari siapa yang berkunjung.

"Hai." sapanya.

"Kamu kapan datang? Kok nggak bilang dulu sama aku."

"Biar kejutan." balasnya tertawa. "Baru bangun tidur, ya? Aku ganggu dong."

"Ah, nggak ganggu." kata Mega terkekeh, "Cuma malu."

Alvin tersenyum kecil. "Yaudah, mandi sana! Aku mau ajak kamu pergi."

"Kemana?"

"Rahasia."

Mega mengerucutkan bibirnya. Alvin menyebalkan. Mega cuma bertanya kemana mereka akan pergi, bukan bertanya yang aneh-aneh. Tapi namanya juga Alvin, dia tidak mau memberitahu kalau sudah begitu.

"Oke, tunggu ya."

Alvin mengangguk. Mega kembali ke kamar dan bersiap.

Selang waktu lima belas menit Mega sudah kembali ke hadapan Alvin. Tak ada yang menyangka kalau dua sejoli yang sempat berpisah selama setahun lalu kembali bertemu. Alvin pindah sekolah saat kenaikan kelas sebelas, mereka menjalani hubungan jarak jauh dengan kepercayaan yang sudah mereka rakit bersama. Kemudian, Alvin kembali pindah ke sekolah lamanya, tempat dia bertemu dengan Mega.

Banyak kisah yang tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata begitu pun dengan rasa rindu yang bertumbuh tak keruan. Satu tahun lebih dan Mega berhasil menahan kerinduan yang akhirnya bisa dia lampiaskan kepada Alvin. Cowok yang selama ini masih mengisi hatinya dan seluruh hidupnya.

"Kamu pegangan." Mega mengangguk, dia memeluk pinggang Alvin dan motor mulai melaju.

Sepanjang jalan tidak ada obrolan sama sekali. Mega maupun Alvin hanya menikmati kebersamaan mereka selama laju motor membelah jalan besar. Mega bersyukur akhirnya bisa bersama dengan Alvin lagi. Dia tidak harus menahan segala rasa yang selama ini dipendam sendirian. Mega kembali menemukan pegangannya.

Karena perjalanan masih jauh dan Mega tidak tahu mau dibawa kemana, dia memilih untuk memeluk Alvin dengan lebih erat lagi. Tujuannya adalah untuk melampiaskan rasa yang selama ini belum bertemu tuannya. Sekarang Mega bisa bernapas lega saat Alvin sudah berada di depannya, bersamanya, dsn tidak akan meninggalkannya lagi. Meski dia tidak tahu bahwa semesta suka bercanda.

"Sabar, ya. Tempatnya emang agak jauh, tapi aku jamin kamu bakalan suka." kata Alvin dengan suara keras. Hembusan angin seolah membawa pergi suaranya yang Mega sukai.

"Iya, asal sama kamu, aku nggak apa-apa."

Mereka tersenyum bersama. Mega meletakkan kepalanya di pundak Alvin yang fokus menyetir. Sesekali lirikan matanya beralih menatap Alvin dan jalan bergantian. Mega sangat merindukan Alvin, sampai masih belum percaya kalau seorang yang dia peluk adalah pacarnya.

"Aku kaget kamu dateng. Tiba-tiba gitu,"

"Tapi muka kamu nggak kelihatan kaget."

"Karena aku baru bangun tidur." balas Mega. "Kamu kemanain aja sih? Dua bulan terakhir nggak ada kabar, tiba-tiba muncul di rumah. Aku ... Kangen."

Alvin tertawa, jelas sekali tahu perasaan Mega. Dia pun sama rindunya dengan kekasih yang tinggal beda kota. Namun sekarang jarak bukan lagi masalah karena mereka sudah kembali bersama.

Setelah melewati waktu cukup lama, akhirnya mereka sampai di sebuah kawasan yang lumayan jauh dari perumahan Mega. Namun tak bisa dipungkiri kalau Mega beneran suka dengan tempat yang ditunjukkan oleh Alvin. Pasar Malam.

Betapa senangnya Mega dibawa ke tempat seperti ini karena di daerah rumahnya sudah tidak ada lagi. Sekalinya ada, cuma permainan komedi ombak dan komedi putar. Itu pun untuk anak kecil. Dan sekarang dia bisa merasakan permainan yang dulu selalu menemani rasa bosannya.

"Mau naik mana dulu?"

"Terserah. Aku mau naik semuanya." Mega tersenyum lebar, jemarinya sudah terpssut dengan Alvin.

"Kalo gitu ikut aku!" Alvin menarik tangan Mega untuk menaiki wahana sederhana seperti komedi putar. Entahlah, rasanya senang saja meski sederhana karena melewatinya dengan orang yang kita sayang.

Mega memilih tempat duduk bergambar mobil, bisa diisi dengan dua orang. Sengaja memilih itu sebab dia mau duduk berdua dengan Alvin yang sudah lama tak duduk bersama. Alvin pun tidak merasa keberatan. Karena hari ini, Mega yang memegang kendali.

"Alvin ... Aku sayang sama kamu."

Alvin tersenyum, jemarinya menggenggam lebih erat lagi. Komedi putar mulai bergerak, seirama dengan lagu yang diputar. Putarannya tidak cepat atau lambat, sedang saja tapi masih bisa dinikmati oleh mereka yang saling melepas rindu.

"Kamu cantik." Alvin terseyum memandang Mega. Wajahnya berseri, tersenyum lebar menanngapi.

"Muka kamu pucet."

"Mungkin karena belum makan."

"Kamu belum makan?" celetuk Mega, kaget.

Alvin tertawa, mengerjai Mega ternyata semenyenangkan ini. Alvin pun menepuk-nepuk kepala Mega pelan, sedangkan Mega sudah cemberut sebal.

"Bikin khawatir aja." Mega mencubit pipi Alvin.

"Aku sayang kamu."

Mega tersenyum, sangat bahagia.

***

 

Seiring senja yang menemani mereka sejak tadi, Mega memutuskan untuk beristirahat sebentar. Banyak wahana yang sudah mereka cobain dengan bahagia. Sekarang waktunya mereka istirahat dengan ditemani jajanan khas zaman sekolah dasar.

 

"Kamu masih suka telur gulung begini?" Alvin menjulurkan telur gulung ke arah Mega.

 

Mega menggigit telur gulingnya, mengunyah pelan hingga menelannya. Sambil mengangguk, Mega membalas pertanyaan Alvin. "Iya, masih. Rasanya enak. Meski sederhana, cuma telur sama sosis atau bakso atau bihun atau yang lainnya, rasanya masih seenak dulu. Aku suka."

 

Alvin tersenyum hangat, "Aku juga suka."

 

Mega mengangkat telur gulung yang ada di tangannya, sambil menatap Alvin, "Suka ini?"

 

"Suka kamu."

 

"Ih, apasih! Malah bercanda." seru Mega cemberut. Meski dalam hati senang bukan kepalang.

 

Alvin tertawa, dia langsung menggigit telur gulung yang ada di genggaman Mega sehingga membuat gadis itu menggerutu sebal. "Beli sendiri kenapa sih?!"

 

"Kan, kamu udah beli. Aku mau yang lain aja."

 

"Iyaudah beli sana!"

 

"Aku mau kamu."

 

Kedua pipi Mega bersemu. Alvin kenapa bersikap semenyebalkan ini sih? Dulu dia tidak seperti ini. Sikapnya biasa saja dan masih batas wajar kesehatan jantung Mega. Tapi sekarang setiap perlakuan Alvin padanya membuat Mega harus menahan napas sejenak akibat kesenangan.

 

"Kamu jangan gini terus dong!"

 

"Gini gimana?"

 

"Jangan gombal terus. Aku baper."

 

"Siapa yang gombal sih?" tanya Alvin nyengir. "Aku ngomong serius. Aku maunya kamu. Aku sayang kamu."

 

"Aku juga."

 

"Makasih ya udah mau sayang sama aku."

 

Mega tersenyum, kembali memakan telur gulungnya. Setelah habis, Alvin mengajak Mega pergi dari pasar malam menuju suatu tempat yang juga rahasia. Mega tentunya tidak bisa menolak, apalagi ini keinginan Alvin. Selama mereka bersama, Mega tidak merasa keberatan. Hari pun mulai semakin malam.

 

***

 

"Kamu turun dulu, hati-hati." seru Alvin.

 

Mereka tiba di tempat yang gelap, sepi dan sunyi. Mega tidak tahu dibawa kemana sama Alvin tapi dia tidak berpikiran negatif sama sekali. Dia percaya sama Alvin, dia percaya bahwa Alvin tidak akan berbuat macam-macam padanya.

 

"Alvin, ini dimana?"

 

"Danau."

 

"Danau?" beo Mega. Pasalnya di mata Mega tidak ada danau sama sekali. Hanya ada pepohonan yang menjulang tinggi saling berjajar. "Kamu jangan bohong."

 

"Aku nggak bohong." sergah Alvin. Dia menggandeng Mega untuk masuk ke antara pepohonan tersebut. Mega sedikit takut karena suasana di sana benaran sepi.

 

Namun perasaan takut itu hilang seketika saat mengetahui di mana dia berada. Alvin benar, dan Mega begitu takjub.

 

Setelah melewati pepohonan yang menjulang tinggi, Mega diperlihatkan sebuah danau yang lumayan besar dan kunang-kunang yang terbang di sekitarnya. Danau yang tenang begitu terlihat sangat cantik dengan cahaya-cahaya yang berterbangan. Mega tidak menyangka kalau akan dibawa ke tempat seperti ini.

 

"Dingin, ya? Pake jaket aku aja." Alvin menyerahkan jaketnya kepada Mega. Dengan memakai jaket itu, Mega tidak lagi kedinginan.

 

"Makasih, ya. Tapi kamu nanti kedinginan?"

 

"Nggak apa-apa. Udah biasa."

 

"Kalau masuk angin gimana?"

 

"Nggak akan. Makannya peluk aku biar nggak kedinginan."

 

"Modus!"

 

Alvin tertawa renyah, rasanya lega sekali. Hanya dengan tertawa kita bissa melupakan segala sesuatu yang lagi dirasakan. Meski sejenak, tapi rasanya sangat nikmat. Apalagi penyebab tawa itu tercipta adalah seseorang yang kita sayang. Alvin begitu mencintai Mega dan dia harap bisa menyayangi gadis itu selamanya.

 

"Sayang ... Sini duduk." Alvin mengajak Mega duduk di tepi danau. Pendar cahaya kunang-kunang masih jadi favorit Mega saat ini. Selain Alvin tentunya.

 

"Kamu tau dari mana tempat beginu?"

 

"Udah tau lama. Cuma baru bisa ngajak kamu ke sini."

 

"Bagus, ya. Aku suka."

 

"Iya ... Cantik kayak kamu."

 

"Apasih kamu!" kedua pipi Mega bersemu. Alvins selalu tahu bagaimana caranya Mega tersipu. Kalau seperti ini bagaimana bisa Mega meninggalkan Alvin?

 

"Kamu sayang aku nggak?"

 

"Sayang, lah." balas Mega, menatap Alvin. "Kenapa? Kok nanyanya gitu? Random banget."

 

"Aku ... Cuma takut kehilangan kamu." lirih Alvin. Cowok itu menunduk dalam.

 

Mega tahu rasanya. Dia pun sama takutnya dengan Alvin. Mega tidak mau berpisah lagi, meski hanya beberapa kilometer. Mega tidak bisa lagi menahan rindu yang terus menjeratnya terlalu dalam.

 

"Alvin," Mega meraih tangan Alvin. Digenggamnya erat jari-jari lentik itu. "Kamu nggak perlu takut. Kita bersama untuk waktu yang lama. Aku nggak akan ninggalin kamu."

 

"Bagaimana kalau aku yang ninggalin kamu?"

 

Mega terdiam cukup lama. Namun dia tidak ambil pusing. Mega tersenyum menatap sendu Alvin. "Kalau kamu ninggalin aku, ya aku cuma bisa terima. Emangnya aku harus gimana? Nangis-nangis supaya kamu balik? Kalau nggak jodoh kan nggak bisa dipaksa."

 

Alvin tersenyum mendengar jawaban Mega. Setidaknya dia masih bisa bernapas lega sebelum benar-benar meninggalkan Mega.

 

"Kamu manis." Alvin menyentuh wajah Mega. Jemarinya menari Indah dalam kesunyian malam.

 

Perlahan wajahnya mendekat, semakin dekat dan akhirnya mereka berciuman. Hanya menyentuh saja, tidak ada lainnya. Beberapa detik kemudian, Alvin memundurkan wajahnya. Kedua wajah mereka memerah malu.

 

"Maaf. Aku nggak sengaja. Khilaf."

 

Mega tersenyum hangat. "Nggak apa-apa."

 

"Tapi aku nggak enak sama kamu. Seharusnya aku nggak---"

 

"Alvin ..." Mega memegang wajah Alvin. Ditatapnya kedua bola mata teduh itu. Alvin terlihat panik, tapi Mega bisa mengerti ada pendar bahagia di dalamnya. Selagi tidak berpengaruh banyak, Mega tidak apa-apa. "Aku nggak mempermasalahkannya. Kamu nggak perlu takut."

 

Alvin tersenyum lembut sambil menurunkan kedua tangan Mega. "Kamu paling bisa ngertiin aku."

 

"Oh iya," seru Alvin riang. "Lulus nanti kamu mau kemana?"

 

"Aku?" tanya Mega. "Kayaknya bakal lanjut kuliah."

 

"Wah, Bagus!" balas Alvin tersenyum lebar. "Mau kuliah dimana?"

 

"Entah. Rasanya sama aja."

 

"Sama aja gimana?"

 

"Aku maunya sama kamu." Mega menatap Alvin dalam. Wajah perempuan itu begitu menenangkan. Alvin tahu apa maksud Mega. Tapi dia tidak bisa mengabulkannya.

 

"Sayang ..." Alvin mengenggam tangan Mega. Berusaha menyakinkan. "Andai waktu bisa diputar kembali, aku mau terus bareng sama kamu. Tapi, kali ini aku nggak bisa."

 

"Kenapa?"

 

"Aku harus pergi."

 

"Kamu? Pergi?" Mega melepas genggamannya. Dia memundurkan tubuhnya sambil memandang Alvin dengan raut wajah yang sulit dimengerti. "Kamu mau ninggalin aku lagi?"

 

Alvin tersenyum, tidak menjawab.

 

"Jawab, Alvin!" pekik Mega.

 

"Sayang ... Mari kita berandai-andai."

 

"Aku nggak mau!" ketus Mega. Pelupuk matanya mulai basah. Air menggenang memenuhinya. Sebentar lagi hujan akan turun.

 

"Kita berandai-andai dulu, sayang." Alvin memeluk Mega. Dia tahu setelah ini Mega akan menumpahkan seluruh harapan padanya. "Kita coba bicarakan sesuatu yang baik. Jangan langsung ambil kesimpulan."

 

"Aku nggak mau! Aku nggak mau kehilangan kamu lagi."

 

"Kamu nggak kehilangan aku."

 

"Tapi kamu mau pergi!" tumpah sudah air mata yang sejak tadi ditahan dalam pelupuk matanya. Alvin merasa bersalah sudah mengatakan hal yang dapat mematahkan perasaan Mega. Alvin tidak bermaksud, tapi dia harus mengatakannya.

 

"Andai aku selalu ada untuk kamu, apa yang akan kamu lakukan?"

 

"Aku nggak bakal ngelepasin kamu."

 

"Kalau disuruh milih, kamu lebih suka melepaskan atau merelakan?"

 

Mega menatap Alvin, "Apa bedanya melepaskan dan merelakan?"

 

Alvin tersenyum hangat seraya memainkan rambut Mega yang mulai berantakan. "Melepaskan artinya kamu yang melepas. Kamu yang membiarkan aku pergi. Kamu yang sudah ikhlas untuk membiarkan aku bilang dari hidup kamu. Sedangkan merelakan artinya aku yang melepas. Aku yang buat pegangan kamu sama aku terlepas. Aku yang maksa kamu buat bisa lepasin aku. Intinya, melepaskan artinya kamu yang melakukan dengan ikhlas, kalau merelakan kamu dipaksa untuk melepas dan ikhlas."

 

Mega terdiam cukup lama setelah mendengar penuturan Alvin. Dia tidak mau memilih. Keduanya sama saja. Inti dari kalimat Alvin adalah menyuruh dia melupakan cowok itu.

 

"Nggak ada pilihan lain?"

 

"Ini hanya seandainya, sayang. Aku nggak akann pergi ninggalin kamu."

 

"Apa aku bisa pegang omongan kamu?"

 

Alvin mengangguk mantap. "Sekali pun pada kenyataannya aku pergi, ingat saja kalau aku pernah ada di hati kamu dan nggak akan pernah hilang."

 

"Alvin, kamu nakutin aku."

 

Alvin tertawa. Tidak mau ambil pusing. "Mau pulang? Udah malem banget."

 

Mega menatap Alvin lama sebelum menyetujui ajakan cowok itu. Mereka pun beranjak dari danau dan kembali ke rumah masing-masing. Sepanjang jalan pulang, perasaan Mega sangat tidak keruan. Dia takut Alvin benar-benar pergi dari hidupnya. Dia takut Alvin tidak ada lagi untuknya. Mega takut akan hal-hal yang dia takuti.

 

***

 

Sesampainya di rumah, Mega tidak langsung tidur. Dia malah bermain ponsel untuk beberapa saat. Perjalanan bersama Alvin barusan adalah perjalanan terlama yang dia lakukan bersama. Mega menghargai waktu yang sudah memberinya kenangan.

Tidak lama, ada sebuah panggilan di ponsel Mega. Ternyata Alvin. Dengan senang hati, Mega pun mengangkat telepon tersebut.

"Halo?"

"Kamu belum tidur?" suara di seberang sana menginterupsi.

"Belum. Aku nggak bisa langsung tidur. Kamu sendiri gimana?"

"Aku juga nggak bisa tidur. Kepikiran kamu terus."

"Kok bisa?" seru Mega. Padahal kedua pipinya sudah semerah tomat.

"Nggak tau nih. Kamu ngapain aja sih di kepala aku? Sampe aku nggak bisa lupain kamu barang sebentar."

"Ih! Kok malah nyalahin aku?!"

"Lagian kamu betah banget di kepala aku. Kan, aku jadi susah lupanya."

"Gombal."

"Aku serius tau. Kamu mah setiap aku ngomong dianggap gombal terus."

"Tapi emang gombal, kan?"

"Nggak gombal, sayang."

"Bohong." tukas Mega, perasaannya senang tapi pura-pura tidak suka. Dasar perempuan.

"Beneran sayangku, cintaku,"

"Iya deh,"

Tak terdengar suara lagi. Mega meengernyit bingung, apa Alvin sudah tidur? Hening sekali, rasanya begitu sunyi. Sampai suara Alvin kembali terdengar merdu di telinga Mega.

"Halo?" suara di seberang memanggil.

"Iya,"

"Kirain udah tidur. Maaf ya tadi abis ke toilet. Kamu jadi nunggu kan."

"Gapapa. Aku malah seneng."

Terdengar suara tawa di seberang sana. Rasanya hangat. "Nunggu kok malah senang?"

"Nggak tahu. Kalo nunggunya kamu, aku seneng aja."

"Ih, sekarang kamu jago gombal ya?"

Kedua mata Mega melotot. Dia membenarkan posisi duduknya. "Apa? Siapa yang gombal? Aku ngomong apa adanya ya?!"

"Itu barusan bilang apa? Nggak apa-apa kalo nunggu aku."

"Ih, resek."

Alvin tertawa, sangat menyenangkan. "Kamu tidur sana. Nanti kesiangan."

"Kamu juga."

"Aku nanti aja kalo kamu udah tidur."

"Btw, Alvin," Mega berkata dengan jeda cukup lama. "Besok kamu sekolah?"

Jeda. Alvin tidak langsung menjawab. Perasaan Mega sudah ketar-ketir. Dia takut kalau Alvin tidak lagi sekolah di tempat yang sama. Dia takut Alvin berbohong.

"Aku nggak tau."

"Kok bisa?"

"Belum tanya." katanya. "Kamu masih belum bisa tidur?"

"Belum,"

"Aku mau baca dongeng. Kamu ... Mau denger nggak?"

"Boleh. Kamu yang baca?"

"Iya ... Jangan tidur ya." katanya. "Aku mulai sekarang."

Mega mengangguk meski Alvin tidak dapat melihatnya. Dia pun mulai mendengarkan suara Alvin yang mengalun penuh kedamaian.

"Suatu hari, hidup seorang perempuan kuat yang tinggal sendirian. Setiap hari dia selalu menjalani hari-hari tanpa adanya seorang teman sejati. Namun perempuan tersebut tidak pernah gentar dalam menjalani hidup. Semangat begitu membakar jiwanya."

"Suatu ketika, dia bertemu dengan seorang pemuda yang tersesat dalam dunianya. Pemuda itu nggak ganteng, tapi perlakuannya mampu meluluhkan hati perempuan tersebut. Hingga akhirnya mereka menjalani hari bersama-sama. "

"Saat itu mereka terlihat sangat akrab. Siapa yang melihat tentu akan mengira kalau mereka mempunyai hubungan khusus. Dsn ternyata selang beberapa hari, mereka berpacaran."

"Singkat cerita, karena perempuan itu bebgitu menyayangi si pemuda, dia sampai rela melakukan apa pun tanpa kenal lelah. Seperti menunggu kedatangan pemuda itu kembali padanya. Karena belum lama mereka berpacaran, si pemuda harus kembali ke kampung halamannya. Berkumpul bersama keluarga."

"Kamu tahu? Ternyata kampung halaman si pemuda bukanlah sebuah rumah yang baik. Tapi hanya seongok tanah yang membungkus tubuhnya."

"Pemuda itu ternyata meninggal. Si perempuan yang tadinya tidak tahu akhirnya mendengar kabar tersebut. Si perempuan pun menangis tersedu-sedu, dia nggak bisa melihat si pemuda untuk terakhir kalinya."

"Sayang sekali."


"Halo? Mega?"

Tak ada jawaban. Mega tertidur pulas di atas kasurnya. Ternyata cerita Alvin mengantar Mega ke alam mimpinya yang Indah.

"Selamat tidur, Mega. Aku sayang kamu."

***

Keesokan harinya Mega kesiangan bangun dam buru-buru ke sekolah. Selama perjalanan dia bengong terus menerus memikirkan Alvin. Entah perasaannya sangat tidak enak.

Karena begitu khawatir, Mega memutuskan untuk bolos sekolah dan pergi ke rumah Alvin. Dia pikir Alvin nggak akan ke sekolah karena telat sepertinya. Lagian jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima menit.

Sesampainya di kediaman Alvin yang sepi, Mega langsung memencet bel. Tak butuh waktu lama, keluarlah seorang wanita paruh baya yang masih kelihatan sangat cantik.

Mega mengalaminya, dia tersenyum hangat.

"Loh, Mega? Kamu ngapain?"

"Aku mau ketemu Alvin, tante."

Tante Sara terdiam. Dia kelihatan kaget saat Mega bertanya seperti itu. Tak lama kedua mata Tante Sara memerah dan mengeluarkan air mata.

"Apa kamu belum tau?"

"Kenapa, Tan?"

"Alvin sudah meninggal tiga bulan yang lalu. Dia kecelakaan dan mengalami luka berat. Kamu yang sabar ya, tante tau rasanya kehilangan orang yang disayang. Kamu yang kuat, Mega."

Mega jelas syok dengan penyataan Tante Sara. Dia kelihatan bingung sekaligus bergidik ngeri.

Kalau Alvin sudah meninggal. Lalu kemarin dia pergi dengan siapa? 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • dear.vira

    bagus ceritanya Isna, jika berkenan tolong Like ceritaku juga ya https://tinlit.com/read-story/1436/2575
    terima kasih , smoga sukses selalu :)

Similar Tags
Cinta Sebatas Doa
541      378     0     
Short Story
Fero sakit. Dia meminta Jeannita untuk tidak menemuinya lagi sejak itu. Sementara Jeannita justru menjadi pengecut untuk menemui laki-laki itu dan membiarkan seluruh sekolah mengisukan hubungan mereka tidak lagi sedekat dulu. Padahal tidak. Cukup tunggu saja apa yang mungkin dilakukan Jeannita untuk membuktikannya.
Semoga Kebahagiaan Senantiasa Tercurah Padamu,Kasi
562      390     0     
Short Story
Kamu adalah sahabat terbaik yang perna kumiliki,Harris Kamu adalah orang paling sempurna yang pernah kitemui,Ales Semoga kebahagiaan senantiasa tercurah pada kalian,bagaimanapun jalan yang kalian pilih
RANIA
1959      666     1     
Romance
"Aku hanya membiarkan hati ini jatuh, tapi kenapa semua terasa salah?" Rania Laila jatuh cinta kepada William Herodes. Sebanarnya hal yang lumrah seorang wanita menjatuhkan hati kepada seorang pria. Namun perihal perasaan itu menjadi rumit karena kenyataan Liam adalah kekasih kakaknya, Kana. Saat Rania mati-matian membunuh perasaan cinta telarangnya, tiba-tiba Liam seakan membukak...
Lady Cyber (Sang Pengintai)
2221      824     8     
Mystery
Setiap manusia, pasti memiliki masa lalu. Entah itu indah, atau pun suram. Seperti dalam kisah Lady Cyber ini. Mengisahkan tentang seorang wanita bernama Rere Sitagari, yang berjuang demi menghapus masa lalunya yang suram. Dibalut misteri, romansa, dan ketegangan dalam pencarian para pembantai keluarganya. Setingan hanya sekedar fiksi belaka. Jika ada kesamaan nama, peristiwa, karakter, atau s...
Love Invitation
506      349     4     
Short Story
Santi and Reza met the first time at the course. By the time, Reza fall in love with Santi, but Santi never know it. Suddenly, she was invited by Reza on his birthday party. What will Reza do there? And what will happen to Santi?
VALENTINE DEATH
721      399     1     
Short Story
Di hari Valentine, untuk pertama kalinya Bud mendapatkan kado dari seorang gadis. Kado tersebut berupa ipad. Tentu saja Bud senang sekali dan bangga bisa menerimanya. Untuk pertama kalinya juga akhirnya ada cewek yang mau menjadi pacarnya! Gadis tersebut bernama Febi. Ia cantik dan memesona juga seksi menggairahkan. Siapakah gadis itu sebenarnya? Dan mengapa juga gadis secantik itu mau pacaran de...
Desa Idaman
394      209     2     
Short Story
Simon pemuda riang gembira karena dimabuk cinta oleh Ika perempuan misterius teman sekampusnya. Pada suatu waktu simon berani menembaknya, tapi Ika diam tak memberi jawaban, maka dia menantang dirinya melamar Ika dan akan mendatangi rumahnya di desa terpelosok. Mampukah ia?
Our Son
465      239     2     
Short Story
Oliver atau sekarang sedang berusaha menjadi Olivia, harus dipertemukan dengan temanmasa kecilnya, Samantha. "Tolong aku, Oliver. Tolong aku temukan Vernon." "Kenapa?" "Karena dia anak kita." Anak dari donor spermanya kala itu. Pic Source: https://unsplash.com/@kj2018 Edited with Photoshop CS2
Smitten With You
8124      1980     10     
Romance
He loved her in discreet… But she’s tired of deceit… They have been best friends since grade school, and never parted ways ever since. Everything appears A-OK from the outside, the two are contended and secure with each other. But it is not as apparent in truth; all is not okay-At least for the boy. He’s been obscuring a hefty secret. But, she’s all but secrets with him.
SAMIRA
264      152     3     
Short Story
Pernikahan Samira tidak berjalan harmonis. Dia selalu disiksa dan disakiti oleh suaminya. Namun, dia berusaha sabar menjalaninya. Setiap hari, dia bertemu dengan Fahri. Saat dia sakit dan berada di klinik, Fahri yang selalu menemaninya. Bahkan, Fahri juga yang membawanya pergi dari suaminya. Samira dan Fahri menikah dua bulan kemudian dan tinggal bersama. Namun, kebahagiaan yang mereka rasakan...