CHAPTER 12: WE GONE PASS
Di antara beberapa puluh orang pada waktu 10.20 WIB di pintu keberangkatan, Alter, Agung dan Heru tidak menanggung kemasan yang menjadi bawaan seberat masing-masing tas ransel Andreka, Wasik, Ivan, Bactio dan Bimo bawa.
"Kalau udah di sana kasih tahu level pedes corah udah ada nyampe berapa," kata Alter ke Andreka.
"Haha, bisa aja," balas Andreka.
"Ke sini lagi bawain apa yang awet, ya Drage," kata Agung ke Andreka.
"Bisa. Sekalian aku bawa istri nanti," balas Andreka.
"Cieh, yang udah punya modal buat nikah," kata Heru, "Sama Elin, kan? Bukan sama yang lain?"
"Sama Eloisa," jawab Andreka sambil tertawa.
"Males sodaraan sama kamu. Kakak ipar? Deuh," kata Alter, Andreka tahu itu bukan dari hati.
"Kalau kamu, Siix?" tanya Heru ke Wasik.
"Insyaallah, Batam selalu di hati. Bukan kota lain," jawab Wasik.
Lalu Alter menatap Ivan dan Bactio.
"Aku seneng punya kalian di sini. Tapi udah capek aku kerja di kota ini, mau nikah aja aku sama Ririn," kata Ivan.
"Papa aku maunya aku ambil tiket ke Jepang," kata Bactio.
"Kamu gimana, Bim?" tanya Agung ke Bimo.
"Doain aku ke sini lagi," jawab Bimo.
Dan dengan beberapa obrolan sebelum tiba jam keberangkatan.
Alter keluarkan sesuatu dari dalam saku jaketnya, sebuah kalung biru dia berikan ke Andreka. "Sebaiknya kamu yang bawa, Kapten."
Andreka mengerti maksud Alter, "Kalung Trea," membuat suasana melow masuk, "Sebaiknya kamu yang pakai."
"Seberat-beratnya kamu terima, lebih berat yang aku rasain," balas Alter. "Antologia, nama yang dia kasih buat kita."
"Iyah, aku enggak yakin apa aku masih Antologia atau bukan. Aku enggak bisa pastiin masih bisa main bareng bareng kalian lagi atau enggak," Andreka ambil kalungnya, "Jadi, sekarang kamu kaptennya," dengan senyum tulus ke Alter.
"Aku?"
"Ya, sekarang kamu kapten Antologia. Tapi kalau kamu enggak mau, Cake Ank atau Heru aja."
Alter dan Andreka saling jabat tangan, pada momen terakhir perpisahan sebelum mereka berlima dalam pesawat melakukan penerbangan, berangkat dari Hang Nadim itu sehingga font besar "WELCOME TO BATAM" terbaca dari jendela pesawat terlihat semakin kecil... dan tidak lagi terlihat saat penerbangan mencapai ketinggian awan terendah.
*
Tidak ada Agung dan Heru di antara dua puluhan orang di foodcourt luar sebelah lantai dasar Funbeel Mall, tapi Alter ada di situ tanpa di temani seorang pun dan belum menghabiskan nasi ayam penyet. Smartphone di atas meja sebelah jus nanas bergetar tanpa dering, ada panggilan video masuk dari nama Eloisa. Alter sandarkan hapenya pada pod daftar menu daripada dia sandarkan pada gelas minumannya.
Alter angkat, dia lihat Elosia di antara dua perempuan sedang membelakangi dua manekin berkacamata mengenakan busana kasual.
"Assalamualaikum," sapa Eloisa, diikuti dua perempuan di sebelah.
"Walaikumsalam," jawab Alter.
"Lagi ngapain sekarang, dek?" tanya Eloisa.
"Di Funbeel, makan," sambil menunjukkan sepotong daging ayam pada garpu ke kamera.
"Owh, ayam penyet. Anak Batam, ya kan? Enggak ada bosen ayam penyet terus," kata Eloisa.
"Emang kamu, ngebosenin," balas Alter.
"Owh, gitu? Okay, bosen sama aku. Udah asyik sama yang lain. Fine."
"Kak Alter, mau dong!" kata salah seorang perempuan sebelah kiri Eloisa.
"Mau apa, Dela?"
"Mau itu!" sambil menunjuk.
"Ini?" Alter menunjuk ke posisi jantungnya.
"Itu juga boleh. Buat aku, kan? Bukan buat yang lain?"
"Enggak ah, buat sebelah kanan kakakku aja," balas Alter, membuat orang yang dimaksud senyum manis.
"Oh, gitu okay," Dela ngambeg agaknya.
"Oh iya, dek. Kenalan dulu, dong ini Aisyah.
"Halo, kak Alter. Salken!" kata Aisyah.
"Halo, Aisyah. Salken juga. Jangan jatuh cinta pada Jamilah, ya!" balas Alter sambil goyangkan dua jari, "Kalau aku jatuh cinta sama kamu boleh? Biar aku enggak mau jatuh cinta sama yang lain."
*
Pada waktu lain, di galeri buku, dua di antara beberapa pengunjungnya ternyata adalah Alter dan Mumu, entah sebelumnya mereka ada janjian atau tidak sengaja bertemu.
"Akhirnya aku punya waktu buat ngucapin langsung ke kamu. Makasih banyak, udah nolong kakakku," kata Alter ke Mumu. "Aku enggak nyangka kalau ternyata ada skenario itu dan... Alhamdulillah berhasil," antusias Alter mengatakan bagaimana yang dia ingat, "Waktu kita ketemu, aku keingat sama teman SD. Ternyata beneran kamu, Evria," dengan yakin Alter menyebut Mumu dengan nama lain.
"Sama-sama, Riggel. Iya, ini aku Evria."
"Hmhm, kamu manggil aku Riggel waktu kita punya urusan sama Arex. Dari situ aku sadar. Cuma kamu yang suka panggil aku pakai nama Riggel waktu kecil. Eh, jadi Mumu itu nickname kamu waktu bertugas atau gimana?"
"Jendral Mursar yang kasih nama itu waktu aku ditugasin masuk ke dalam jangkauan Arex. Dan Ternyata, situasi bawa aku masuk ke dalam jangkauan Demiro juga."
*
1
Mesk terdengar tidak selantang di keramaian platform utama, alunan musik remix yang DJ mainkan masih sampai ke telinga mereka yang ada di lantai dua -dari yang berjaga di depan pintu kamar, bersandar di teralis sambil minum maupun hisap asap rokok, bercumbu, dan yang terkesan mengawasi situasi tempat serba hiburan malam itu. Tidak peduli dengan cara mereka menghibur diri, tapi sepertinya satu keributan kecil akan terjadi oleh seorang laki-laki yang memaksa masuk sebuah kamar yang diamankan tiga orang penjaga.
Pertikain itu mulai menjadi pertengkaran fisik, bahkan berujung pertumpahan darah dengan tusuk maupun sayatan tanpa desing gesekan logam terdengar, membuat tiga penjaga kamar tumbang. Tapi kemenangan seorang laki-laki pembawa pisau hanya seperti arang, dengan beberapa tembakan geram membuat dirinya tumbang, satu kematiannya impas seharga kematian tiga penjaga.
Mendadak sekali keributan kecil jadi membesar. Desing tembakan yang bersahutan membuat semua penikmat hiburan saling pecah, berlarian dan bertumburan, secepat mungkin menjauhi zona adu senjata. Tidak peduli dengan performanya, DJ auto-panik kabur tanpa kepikiran musik yang tidak sempat diberhentikan -dibiarkan berdendang di antara desing-desing tembakan yang membuat sekadar pendarahan maupun beberapa kematian.
Geng stelan semi-formal warna ungu tampaknya tuan rumah, tuntas dihabisi geng penyerang yang menang dari segi kemampuan dan jumlah. Di dalam kamar di mana Eloisa tersekap kuat di atas kasur, Mumu dan setengah lusin laki-laki geng tuan rumah saling bersiaga, merespon datangnya bahaya dari luar pintu yang barusan dilubangi beberapa biji peluru.
Setengah lusin geng tuan rumah yang biasa saja, akhirnya mereka berenam mati juga di antara sepuluh orang dari geng penyerang yang tersisa. Sepertinya keributan dalam kamar itu yang memperburuk mental Eloisa. Segerombol geng penyerang saling pandang dengan Mumu. Karena situasi itu, Mumu beralih perhatian ke Eloisa.
"Eloisa, enggak usah takut. Mereka ke sini bantu aku bebasin kamu," kata Mumu, lalu memanfaatkan sebilah pisau dalam genggaman dengan baik, sehingga terpotong setiap penyekap yang mengikat tubuh Eloisa di tempatnya berbaring.
Sepasang bibir Eloisa tidak lagi tertahan untuk mencurahkan keluhan. Mumu tahu Eloisa terlalu kacau untuk mengatakan yang sebenarnya. Jadi Mumu merasa tidak perlu mendengar apa pun, cukup dengan memeluknya.
"Enggak ada lagi yang perlu kamu takutin. Kita akan antar kamu pulang ke rumah," dengan lembut dan pelan Mumu katakan.
2
Eloisa udah berhasil kita amankan ke Kilo Bravo Tiga. Kasih tahu Alter. -Mumu-
Kalimat itu ditampilkan pada layar smartphone dalam tipe pesan kilat yang Arias baca, saat dirinya di dalam mobil MVP warna silver yang diam di dekat warung tahu tipan area Pasar Second. Merasa tidak harus membalas pesan itu, Arias segera memindahkan mobilnya untuk diparkir di area tengah distrik tanpa bayar. Dari caranya berjalan, Arias pikir informasi dari Mumu harus disampaikan sesegera mungkin. Sambil sesekali mendongak, sempat dia lihat dua laki-laki yang melompat antar dua atap gedung pasar.
Padahal pernah, tampaknya Arias tidak begitu ingat dengan pasti arah mana yang harus dilalui agar sampai ke tempat yang dia pikirkan. Sekali lagi mendongak, -terkejut- apa yang dia lihat menimbulkan kekhawatiran. Yang benar saja!? Seorang laki-laki melayang jatuh, jika dia jatuh di depan mata Arias...
Durasi sangat mendesak, jauh ide matras olahraga atau jaring penyelamat masuk pikran, Arias mendadak berlari, menyamakan momentum antara jarak tempuh arah jatuh dengan ketepatan jangkauan tangkapan. Ditambah percepatan dengan satu lompatan horisontal, Arias mendapatkannya meski dirinya harus jatuh mendarat tanpa pengaman, membiarkan laki-laki itu berguling di atas jalan pafing.
Sangat berani meski tidak aman, sepertinya mereka berdua selamat tanpa pendarahan.
"Alter?" setengah terkejut, tapi Arias yakin tidak salah kenal yang dia kasih tackle.
Pendaran layer-layer warna yang abstrak meliputi arah pandang, Alter merasa kesadarannya saat itu masih sama seperti kesadaran semula -kesadaran di dunia yang sama. Adrenalin terkondisi kuat sepenuh setiap syaraf tubuh, mengalihkan respon indra terhadap situasi sekitar. Dari arah melihat pendaran warna yang mulai samar, ada suara laki-laki menyebut namanya terdengar.
"Alter, kamu enggak apa-apa?" Arias khawatir.
"Arias... Makasih banget. Alhamdulillah aku masih hidup," kata Alter dengan terbaring di atas jalan pafing.
"Aku tahu demi apa kamu lakuin sampai begini. Tapi kamu harus yakin satu hal yang mengakhiri apa yang terjadi di atas."
Pernyataan Arias yang membuat Alter berpikir di saat terguncang begitu.
Alter berpaling ke Arias, "Serius?" tanya Alter dengan lemas.
"Aku pastiin Demiro enggak akan bisa ganggu Eloisa di luar Batam, apa lagi di rumah keluarganya."
*
"Iyah, kamu keren banget."
Senyum Mumu mendengarnya. "Kamu tetap hati-hati, ya. Jaga diri."
"Iya. Tapi aku bosen jaga diri terus, udah waktunya aku jagain seseorang. Boleh kan aku jagain kamu?"
Senyum Mumu belum habis, "Malah auto-gombal. Iyalah, pas enggak ada Ribka."
"Cuma gombal doang. Siapa tahu kamu baper."
"Oh gitu. Jadi tahu siapa Riggel yang sekarang."
*
Setelah semua hal itu berlalu, aku masih di sini. Meski di sana aku punya keluarga, tapi di kota ini aku punya mereka, Antologia. Teman-teman yang seperti saudara. Dan dia. -PoV Alter-
Puluhan orang dengan kegiatan mereka masing-masing di taman jalanan Nagoya terkesan seperti latar belakang di mana Alter dan Ribka -dari arah berlawanan- bertemu dan sejenak saling pandang. Genggaman tangan kanan Ribka yang dingin mendekatkan es krim ke bibir Alter yang tidak berlama-lama untuk menyicip. Lalu sumpit nacos bersaus sambal dan mayonaise dari tangan Alter tersuap ke mulut Ribka.
Ribka ingin mengulang, tapi Alter tidak berhasil merasakan seperti tadi, karena Ribka sengaja mencolek es krim ke kedua pipi Alter.
"Sekarang bersihin!" Alter ngambeg.
Ribka tertawa senang. "Mana pipinya?"
Alter berikan dari pipi kanan.
"Aku enggak ada tisu, loh," kata Ribka. Tidak pikirkan untuk bersihkan pakai apa... selain ciuman. Senang Ribka berikan, tapi Alter mulai canggung.
"Malu tahu!" Alter salah tingkah, merasa tidak siap memikirkan apa yang orang katakan saat melihat apa yang Ribka lakukan padanya.
Tapi ternyata yang menjeda situasi itu adalah dering nada panggilan. Dari saku celana Alter ambil smartphone yang menayangkan nama Cake Ank, Alter terima, "Hallo!"
"Lu di mana? Buruan ke NSP, deh. Gue sama Heru di court," kata Agung dalam panggilan.
"Aku emang di sini sama Ribka. Ada apa, sih?"
"Nah, pas banget. Lu di mananya? Buruan ke court sekarang!" Agung yang akhiri panggilan.
"Agung nyuruh aku ke court," Alter beritahu Ribka.
"Ha? Court?"
"Iya, enggak tahu ada apa."
Seperti yang Agung katakan, Alter ajak Ribka juga menuju kerumunan orang-orang di luar lapangan basket yang sepertinya mereka antusias dan begitu heboh dengan permainan yang sedang berlangsung. Sambil menjaga sekotak nacos dan secorong es krim masing-masing dari desakan kerumunan, Alter dan Ribka berusaha mengambil posisi terdekat lapangan seperti beberapa yang menonton tanpa pandangan terhalang.
Sebagaimana Alter lihat, dua temannya -Agung dan Heru, satu lagi tidak Alter kenal, sedang berhadapan dengan...
"De-am!" gumam Alter mengetahui tiga yang lain, Aguer, Frau dan Demiro dengan tatapan mata yang begitu cepat menemukan posisinya -lalu terlihat sedang mengatakan sesuatu- sehingga Agung dan Heru juga menatap dirinya, termasuk Frau dan Aguer.
"Ribka, aku mau main," sambil Alter menyerahkan sekotak nacos supaya Ribka yang bawa.
Beberapa teriakan suara perempuan menyebut namanya saat Alter melangkah masuk dalam court, dengan itu sebagai pemicu, hampir setengah penonton jadi heboh bersorak untuknya.
"Apa yang mau kita taruhin?" tanya Demiro yang menatap Alter saat berhadapan.
"Privasi, aku risih ada nyamuk suka gangguin hidupku dan orang terdekatku," jawab Alter.
"Okay. Tapi kalau fans lu jadi follow gue, lu harus ikhlas," balas Demiro.
Dibantu laki-laki yang tidak dikenal tadi, three on three kali ini Alter yang mengambil posisi tip-off bertaruh melawan Frau. Frau lebih dulu melompat saat awal bola melayang turun. Seperti biasanya daya ledak dan ketinggian lompat Frau memungkinkan dirinya hampir tidak pernah gagal mendapat tip-off, tapi keterlambatan Alter melompat sepertinya membuat efek percepatan yang terukur, sehingga tiga jari terpanjang pada tangan kanannya lebih dulu sempat mengubah rute jatuhnya bola menuju tangkapan Agung.
Alter menuju arah kanan untuk menjauh dari penjagaan Frau yang sempat dirintangi Heru. Segera Agung melihat wajah Aguer yang mendekat, jadi dia pikir Alter belum sempat menghadapi penjagaan sehingga memilih mengoper bola kepadanya. Alter juga tahu kalau bukan soal itu situasi mudahnya karena Demiro dengan percepatan tinggi segera menjaganya.
Seperti yang pernah dialami sebelumnya, Alter rasakan begitulah saat Demiro menghadapi lawannya, tajam, cepat, rapat, pasti dan tidak terduga gaya pergerakannya. Gila! Dari tempatnya menonton sambil membawa sekotak nacos dan es krim coklat, Ribka perhatikan wajah Alter yang terlihat membara, menikmati, dan tersenyum.
Tapi Alter pikir, tidak ada kemungkinan yang lebih untuk melewati Demiro selain teknik istimewa yang sebenarnya selama duel itu berlangsung stabil terpenuhi syarat aktifnya. Tidak ada pilihan lain bagi Alter dengan gaya basketnya, Demiro harus dijatuhkan dengan auto-ankle breaker.
END
---------------
Dear Tinlitian,
Makasih banyak udah ikutin cerita ini sampai habis. Gimana perasaan dan kesan kalian? Banyak typo bertebaran ya? Tanda baca yang kurang pas? Iya maaf, soalnya aku masih belum lulus ujian PUEBI :D
Apa pun komentar dan review dari kalian, aku ucapin terima kasih banyak. Jangan sungkan colek aku, jangan sungkan kontak sama aku. Jangan sungkan minta suport dari aku sebanyak apa pun.
Salam dari aku, Dhimas Ardhio Prantoko.
@CandraSenja ehm, ternyata mengganggu dan tidak match ya. Makasih, tanggapannya. Aku perbaiki
Comment on chapter BLURB