CHAPTER 10: ROOF COURT
Data progresif, beberapa data sumber, daftar ratusan nama, grafik, persentase dan indeks-indeks angka lainnya pada layar komputer yang Alter kerjakan itu cukup membuatnya sibuk sebagaimana belasan pegawai lainnya dalam satu kantor yang sama. Hansdfree kabel yang tergeletak di sebelah buku catatan pada bangku kerjanya saat itu, sepertinya tidak sedang Alter perlukan dentangan suaranya lewat telinga, tapi satu denyut getaran yang terdengar di antara ketukan tombol keyboard sedang menghentikan keasyikannya berkerja. Rupanya ponsel Alter dari saku celana, yang -dia periksa pada notifikasi- menerima file dan pesan.
Lu punya dua pilihan. Selambatnya dua hari besok. Roofcourt, kapan pun lu siap.
Telah membaca pesan dari nomor yang tidak ada dalam daftar kontak, lalu Alter mencabut konektor handsfree dari CPU ke ponselnya dan memasang sebelah audio saja ke telinga.
Membuka video terlampir, didukung pencahayaan ruang yang jelas dalam rekaman, Alter perhatikan perempuan yang sosoknya diperlihatkan semenjak awal video diputar. Perempuan berambut blonde panjang yang terdengar sendu tangisnya saat ucapannya terhalang kain sekapan mulut yang diikat ke belakang kepala -selain lebih banyak kain sekapan yang melilit tubuhnya dengan kondisi terbaring di atas kasur. Perekamakan di dekatkan ke wajah, tampak sepasang mata kemerahan perempuan itu banyak menangis.
"Lu udah baca pesan gue," kata seorang pria saat perekaman dialihkan padanya. "Lu tahu, kan maksudnya? Kalau lu perlu penjelasan lebih lanjut, gue ingetin lagi, lewat dari dua hari besok artinya udah cukup penjelasan." Lalu pria itu menjatuhkan dirinya menindih perempuan tadi, dia perlihatkan baik-baik bagaimana wajahnya mendekati leher perempuan itu. Tidak Alter tahu apa yang terjadi setelahnya karena durasi video berakhir.
Alter syok mengetahuinya. "Bangsat!" makinya pelan, tidak setegang kertak amarahnya pada sepasang geraham.
"Pak!" seorang laki-laki menegur di sebelah Alter. "Ini laporan perbaikan final dari temuan inspeksi bulan ini, semua sudah close," katanya sambil menyerahkan berkas dalam map.
"Iya, terima kasih," jawab Alter, rupanya rekan kerja itu yang sempat meredakan keguncangannya. Lalu Alter beranjak setelah rekan kerja itu pergi.
*
Setelah seorang keluar ruangan, tinggal Alter sendiri saat itu menghadap cermin wastafel. Dia keluarkan ponsel dari saku celana untuk menghubungi nomor tidak dikenal lewat panggilan. Dia ulang sampai dua kali, masih tidak tersambung. Alter diam diri sejenak, sedang berpikir. Setelahnya, tidak bermaksud menghubungi nomor tidak dikenal itu dengan membalas kiriman, tapi memotret layar dan meneruskannya ke dua nomor yang sudah ada dalam kontak, ke nama Cake Ank dan Arias.
*
"Alter!" panggil Agung dari belakang di antara puluhan pegawai yang berlalu keluar kantor sore itu. Sempat Agung buat Alter berbalik. "Lu harus kasih tahu yang lain. Lu inget, kan gimana dia enggak bisa dikalahin tiga orang? Gimana lu mau hadapin dia sendiri?" Melihat raut gelisah Alter saat itu, Agung tidak yakin pertanyaannya dijawab. "Kita ke blok R!"
"Roofcourt berbahaya buat kalian! Bahkan buatku sendiri."
"Saat ini lu perlu lebih dari diri sendiri."
Alter tidak menanggapi.
"Yang gue lihat, masalah yang akan lu hadapi enggak akan lebih buruk dari hari hujan bola basket. Dengerin, gue lebih nyesel kalau gue enggak bisa berbuat apa-apa! Begitu juga yang lain," dengan nada menegaskan.
Melihat raut gelisah Alter yang sedikit berubah, Agung pikir Alter mulai sedikit memahaminya.
"Lu enggak lupa arti nama tim kita, kan? Intinya, masalah dan tantangan yang dibawa setiap anggota, akan ditaklukan bersama secara tim. Kamu masih Antologia?"
Belum sampai portal, Alter menghentikan langkah, raut gelisahnya berubah menjadi berseri dengan satu senyumnya sendiri.
*
Seperti yang Demiro bersama krunya lihat, Alter, Andreka, Agung, Heru, Bimo, Wasik, Bactio dan Ivan datang dari satu pintu yang sama menuju salah satu petak atap dak beton yang menjadi bagian dalam arena di peratapan Distrik Aviari -yang dibilang Pasar Second oleh banyak orang.
"Humh, gue suka gaya kalian," kata Demiro sambil membawa bola dan dengan gaya santainya yang tidak terpengaruh delapan pasang sorot mata tajam lawan temunya, yang kompak memakai kaos sama putih meski tidak satu jenis.
"Antologia," kata Demiro mengetahui wordart pada setiap kaus kru Alter terbaca "ANTOLOGIA" meski font masing-masing berbeda.
"Aw, mayn those are Alter's team, Antologia rite?" kata Raw Slam mengetahui mereka.
"We will play with da kids. Realy?" kata Aguer.
"Look at their useless sharp seeing! And they all looks so noob. I am not sure to play with them," kata Frau.
"Shit! I had canceled my date with Celebgram Bitch for some useless challenge," kata Aguer.
"Realy? Who?" tanya Frau.
"Aku kira kamu enggak sebangsat penghianatmu. Aku minta penjelasan dari otak bucin goblokmu!" kata Alter ketus ke Demiro.
Tertawa mendengarnya, "Yang lu dan kakak lu lakuin ke gue malam itu, penghinaan besar! Otak lu terlalu hitam putih memahami maksud baik gue waktu. Gue paling enggak suka penolakan. Padahal kalau Eloisa enggak nolak, dan lu enggak ngegas nolak gue mentah-mentah, gue bermaksud jelasin mau kasih dukungan sebanyak mungkin buat bisnis keluarga lu di Jawa."
"Bisnis keluargaku enggak butuh itu," Alter pastikan ucapan itu lewat rautnya, sehingga Demiro terusik -mungkin merasa dihina.
"Humh, mau minta maaf?"
Alter jawab dengan acungan tengah jari tangan.
"Okay kalau itu yang lu mau. Jangan nyesel dengan semua akibatnya. Dan jangan sampai lu nyalahin diri sendiri kalau Eloisa cuma jadi hiburan gue," kata Demiro dengan entengnya seolah tidak tahu dosa.
"Gue bunuh lo sampai itu terjadi! Gue buang lo ke kolong Barelang!" Alter tensi.
Demiro tertawa. "Jangan mati dulu sebelum challenge dimulai!" katanya sambil melempar bola ke Alter.
Setelah memanfaatkan waktu pemanasan yang cukup, para Starter -yaitu pemain yang tampil pada awal waktu permainan- masing-masing tim mengambil posisi awal. Di hadapan Demiro, Frau, Aguer, Raw Slam dan salah seorang pria berbadan besar yang saling tidak begitu antusias membuat kesan kontras terhadap Andreka, Agung, Alter, Ivan dan Bactio yang saling memiliki sorot mata tajam dan dingin.
Seorang laki-laki -yang Alter dan Agung kenali sebagai Bandar Taruhan di Royal Court CCR- membawa bola mengantarai Bactio dan Demiro yang saling hadap di tengah court, selain membelakangi laki-laki operator monitor LED penunjuk waktu, nama tim dan status skor lewat laptop dari bangkunya. "Berikut peraturannya. Satu waktu pertandingan selama empat puluh menit dibagi dua. Foul atau illegal-defense dianggap auto-skor untuk yang dilanggar tanpa menghentikan waktu dan situasi permainan. Tidak ada goal-tending. Pemain yang jatuh ke bawah akibat kecelakaan atau pelanggaran tidak akan dilakukan jeda waktu. Time-out dan pergantian pemain dilakukan setelah terjadi skor atau out off-bound," jelas wasit, "Dimengerti?" Dia anggap isyarat Andreka mau pun Demiro adalah bentuk kepahaman.
Sikap dan raut santai Demiro tampaknya meremehkan kesiapan Bactio yang menjadi lawan duel berebut tip-off. Dengan pengukuran waktu menurut intuisi Bactio setelah wasit melepas tip-off, lompatannya setengah detik mendahului lawan membawa jangkauan tangannya paling mendekati rute jatuh bola, tapi yang sedang terjadi tampaknya teknik pilihan Demiro mengungguli upaya Bactio dalam sepersekian detik percepatan sehingga lebih dulu membuat back-throw atau lemparan ke belakang -untuk timnya lebih dulu menyerang.
Sebagaimana Wasik, Heru dan Bimo lihat dari luar court, cara Agung mengabaikan Raw Slam supaya membantu Ivan -untuk menjaga Aguer yang mengawali serangan- masih belum cukup rapat untuk tidak dilewati. Bahkan penjagaan susulan dari Bactio setelahnya, sehingga Aguer merasa keberadaan Andreka di bawah ring tidak berarti rintangan dalam zona akurasinya untuk membuat tiga poin.
"Fuque!?" Kesaintaian Aguer berganti syok.
Bactio pikir, dia membuat Aguer menyesal karena sikap tembakan dasar yang terbuka memberi ruang tangan kanannya melakukan blok dari belakang sebelum tiga poin Aguer dilepaskan, sehingga bola terhempas mengarah ke Andreka.
Cara Aguer saat berbalik untuk menatap tajam Bactio seperti singa cepak yang marah, "Dont underestimate me!"
"I did nothing," sambil Bactio senyum.
Aguer merasa senyum itu ejekan.
Andreka putuskan serangan balasan dari sebelah sisi kanannya, mengoper bola ke Alter yang paling dekat dari posisinya, tanpa khawatirkan orang yang merintangi Alter.
"King of Royal Court," sapa Alter ke Raw Slam.
"Mereka ngasih gelar terlalu tinggi, gue enggak peduli," balas Raw Slam saat masih berusaha menahan tekanan Alter -yang melakukan beberapa perubahan langkah dan arah crossover dengan cepat, membuat ruang pertahanan masuk dalam zona langkah mati- mengakibatkan hilang keseimbangan sehingga Raw Slam jatuh menurut arah pergeseran pusat gravitasi tubuhnya. "Argh!?" Raw Slam tersungkur. Cengang membuatnya tidak segera bangkit untuk merintangi Alter kedua kali. Lebih dari yang pernah dialami di Royal Court, dia makin yakin auto-ankle break Alter memang nyata, bukan hoax atau rumor yang hiperbola. "Dia juga lebih matang semenjak di Royal Court. Lewatin gue segampang ini!?"
Karena Ivan tidak cukup mengimbangi tekanan Frau, Si Rambut Kucir Gimbal itu rintangan Alter berikutnya, tapi Ivan masih mungkin membantu dengan melakukan screen ke Frau.
Variasi perubahan langkah, arah juga kecepatan dari fleksibelitas kaki Alter dan Frau memang mengagumkan saat disaksikan. Seperti yang pernah -di CCR, hanya salah satu yang terakhir bertahan dalam duel akselerasi itu. Dengan kata lain, Frau adalah salah satu orang yang tidak mudah terkena efek auto-ankle break Alter dalam kemungkinan besar.
*
1
"Ankle Break-ku tambah kuat, Ribka. Sekarang udah di level above control. Tiap kali main, aku selalu bikin lawan jatuh, bahkan cidera. Kalau gini jadinya, basket enggak asik lagi buatku, malah bikin galau," kata Alter saat bersama Ribka
2
"Arias orang pertama yang enggak kena pengaruh auto ankle break," kata Alter ke Andreka, "bahkan dia sendirian ngalahin kita satu tim."
3
"Waktu itu aku seneng punya lawan yang enggak gampang kena auto ankle break. Tapi akhirnya, Arias dan Eloisa udah aku bikin kesleo," kata Alter ke Ribka.
"Hum, seandainya kamu ketemu lawan yang lebih kuat dari kamu, atau yang punya special ability kayak kamu, apa yang mau kamu lakuin?"
*
Enggak peduli siapa yang gampang kena auto ankle break dan siapa yang enggak. Enggak peduli gimana pun yang aku alami dan yang aku buat selama aku main. Aku main sepenuh hati, sepenuh kemampuanku, -kata batin Alter.
Karena Ivan membuat screen-nya berhasil menurunkan efektifitas pertahanan Frau, Alter mendapat celah lolos yang tidak akan dia siakan sebelum Frau segera pulih dalam -mungkin- dua detika saja. Alter putuskan untuk meluaskan celah dengan paksa selama jeda penurunan efektifitas pertahanan Frau, meski pun Ivan ikut kena impasnya -jatuh bersama Frau akibat auto-ankle break.
Di hadapan Alter sekarang ada dua pilihan terakhir sebelum durasi kesempatan segera berakhir. Melompat ke atap berikutnya yang ada di hadapan untuk melewati Demiro, atau mengoper ke Bactio yang akan dia percaya untuk membuat tiga poin. Tapi Si Badan Besar yang menjaga ring membuat Alter dan mungkin Bactio sendiri tidak percaya diri. Apalagi Demiro segera bereaksi menuju Alter.
"Bactio!" karena Alter mendadak yakin, membuat Bactio terdorong menyempurnakan keyakinan itu, untuk menembak tanpa ragu.
Seperti yang mereka setujui sebelum tip-off, tidak ada goal-tending untuk basket jalanan. Tangkapan paksa Si Badan Besar -yang membatalkan tembakan Bactio- menegaskan itu, segera dia berikan bola ke Demiro.
Sepertinya Bos Besar itu sedang berselera untuk bermain, seperti yang Alter pikir saat berhadapan dengannya untuk membuat rintangan pertama. Alter tahu siapa Demiro, orang luar biasa di atas orang-orang luar biasa, manifestasi mutakhir alam yang ada di bumi.
*
-PoV Alter-
Mengakui kenyataan bahwa aku dikaruniakan fleksibelitas kaki yang menakjubkan, membuatku berpikir bahwa basketball itu tentang kecerdasan mengatur langkah kaki. Siapa yang paling fleksibel dan paling kuat ketahanan aktifitas kaki, dia pemain basketball terkuat. Tapi saat aku dikalahkan Arias yang memberi kekalahan pertamaku, pernyataanku itu tidak sepenuhnya benar.
Orang yang dikaruniakan kendali, keseimbangan, kecepatan dan akurasi pada kedua tangannya membuatku mengerti bahwa dasar dari permainan basketball adalah tentang kontrol tangan.
Tapi saat ini, aku berhadapan dengannya. Lebih dari Arias, karunia kendali, keseimbangan, kecepatan dan akurasi ada pada seluruh bagian diri Demiro. Bahkan dia juga memiliki kemampuan pengamatan sempurna yang melihat segala detail arah, kecepatan dan sifat gerakan sampai faktor yang paling unsur. Dan dia membuat masalah besar denganku.
*
Whatever the hell is here! Bukan tentang dengan apa kita bermain, tapi bagaimana kita bermain! -Batin Alter.
Sebagaimana Alter pahami, selera bermain Demiro sedang baik, juga tidak tersentuh selain tidak terpengaruh gaya penjagaan lawan. Karena itu Agung dengan cepat melengkapi Alter, membuat penjagaan secara double-team.
Tidak peduli dengan kematangan gaya bebas Agung maupun jenis karunia yang Alter gunakan. Sebagaimana Agung, fleksibelitas gerakan kaki Alter kali ini, menurut hasil pengamatan sempurna Demiro membawa dirinya sengaja memaksa gaya bertahan Alter mencapai batas fleksibelitas gerakan. Bahkan gaya bermain Demiro yang tak tersentuh memaksa upaya Alter -mungkin- secara bawah sadar melakukan gerakan di luar kebiasaan.
"Fuque!?" Alter terguncang saat patah keseimbangan, sehingga dirinya berantakan untuk jatuh ke permukaan atap beton, arah jatuh tubuhnya membentur tubuh Agung sehingga terdorong ke tepi atap dengan tanpa kontrol keseimbangan. Tangan kiri Agung refleks mencengkeram pembatas atap untuk menahan diri agar tidak jatuh ke jalan puffing di bawahnya dari ketinggian tiga lantai. Tidak ada kasur maupun matras empuk tersedia di bawahnya kalau dirinya perlu selamat jika tidak sanggup bertahan.
"Cake!" Bactior teriak panik mengetahuinya.
"Ank!" termasuk Andreka, begitu juga rekannya yang lain.
Dengan begitu Demiro lolos dari Alter dan Agung, melompat ke seberang atap, melewati Agung dan Ivan yang mengabaikannya.
"Fuque! Enggak fokus main," Demiro menahan aksinya dengan kesal.
Momen itu, jeda permainan yang memuakkan Demiro saat waktu pertandingan masih berlangsung. Agung perlu lebih dari kedua tangan Bactio -yang tidak cukup kuat menariknya dari bahaya menggelantungkan diri. Mengetahui itu, kedua tangan Andreka mencukupkan besar tenaga yang Agung perlukan untuk berhasil naik kembali ke atap. Sedangkan Alter menegakkan diri, rasa ngeri dan pacuan adrenalin dalam emosi Agung rasakan sampai Alter juga merasakan. Seperti yang Andreka lihat, Agung cukup syok -untuk seorang yang tidak takut ketinggian.
"Masih fokus main?" tanya Demiro lantang.
Andreka tahu Demiro belum bergerak semenjak dia berhenti di posisi itu. "Berharaplah masih hidup sampai time up," katanya. Dia yang pertama bergerak menuju Demiro sebelum rekannya.
"Huh," sinis Demiro. Dia oper bola ke Aguer saat Andreka hampir memberi perlawanan.
Dari posisi masih di high-post, Aguer memutar bola ke arah depan saat di antara kedua telapak tangan yang menjadi dua titik poros putaran. Semakin dipercepat putaran bola lalu ditinggikan melebihi kepala. Setelah mendapat pengukuran yang tepat, Aguer hantamkan putaran bola ke depan kakinya, sehingga rute curva pelambungan -dari pantulan- bola dipertanyakan. Apakah teknik tembakan tiga poin seperti itu termasuk keahlian luar biasa atau lelucon? Pasti garing kalau tidak masuk rim. Ternyata benar... benar dengan teknik itu tiga poin perdana Dequase dibuat, Aguer berhasil!
"Biasa di luar!" ungkap Ivan sambil terpukau.
"What-whatation is that!?" pukau Bimo dari luar court, sampai terdengar Aguer.
"What fuquein do you mean say that? What whatation? Just wack," komentar Aguer.
Perasaan syok dalam hati dan seluruh nadi yang Agung alami, membuatnya tidak cukup peduli menyaksikan kecanggihan teknik itu selama berlangsung. Baiknya, meski tanpa debat, hak time-out Antologia langsung disetujui wasit.
"Tenangin diri lu!" perhatian Andreka sambil memegang sebelah bahu Alter -yang setiap fokus pandangannya tidak terpusat, sekalian menawarkan sebotol air mineral yang dia bukakan tutupnya.
"Siapa yang panik, cuk?" jawab Agung sebelum meneguknya sedikit dan dengan pelan. Menelan sambil membuat pikirannya seperti baik-baik saja.
Sambil senyum Andreka menepuk bahu Agung, "Selow! Kumpulin ketenangan dulu sampai full." Lalu berdiri, "Bimo!"
"Aku siap," Bimo jawab dengan suasana bersemangat, hampir jadi spongebob.
Play-off bola dari Ivan ke Andreka.
"Huh? Run and Gun? Basi!" Kata Demiro memahami karakter serangan yang sedang Antologia jalankan.
Sebagaimana yang terencana dalam kepala Andreka maupun yang Demiro tahu. Antologia perlu bergerak cepat dengan subtitusi posisi yang rapat dan tepat terhadap setiap penjagaan Dequase yang renggang.
"Fuque! Flocking like bugs!" kesal Aguer dilewati kesatuan penyerangan lima pemain lawan.
Termasuk yang mereka lakukan untuk melewati penjagaan Raw Slam dan Frau, pola serangan Antologia sekalian memanfaatkan screen untuk menahan dan membatalkan penjagaan Aguer, Raw Slam dan Frau, mengamankan seorang yang menguasi drible. Juga dengan cara ini penjagaan Demiro lebih mudah dilewati.
"Yang bener aja? Bukan itu yang gue maksud," kata Demiro menilai, saat Antologia berpikir sebaliknya.
Tidak Bimo pikir posisi diagonalnya terhadap rim sebuah peluang three-pointer dengan jarak terdekat jika Si Badan Besar akan membatalkan tembakan dengan goaltending yang legal. Karena itu Bimo harus yakin dengan satu lompatannya, -dari sisi kanan- dari sepetak atap yang lebih tinggi, mendarat menuju low-post. Kalau memang Antologia bermaksud membuat skor balasan dua poin, kelihatannya tidak cukup hanya dengan menjagokan lay-up atau dunk Bimo melawan block Si Badan Besar -tanpa ada bantuan taktis yang dekat dari jangkauan rekan.
"Gue tahu pastinya rencana kalian," gumam Demiro menilai.
Kalau memang rencana Antologia tidak seperti yang Demiro ketahui, reaksi sesaat Bimo tidak akan ketahuan terlihat dalam sedetik seragu itu saat meninjau persentase alternatif operan. Seperti yang sempat Bimo lihat, sangat kecil kemungkinan operan akan diterima Bactio yang dijaga Demiro, lebih kecil kemungkinan kalau harus mengoper ke Andreka atau Ivan. Pada saat krisis alur serangan itulah Alter berhasil lepas dari penjagaan Aguer, tapi Alter tahu bukan berarti kebebasannya cukup membuat beberapa kemungkinan untuk melanjutkan pola serangan.
Daripada biarkan patah serangan, Alter lakukan satu-satunya pilihan. Melompat dengan yakin! Setinggi mungkin, sejauh mungkin, untuk sampai ke seberang atap. Si Badan Besar pikir Alter bermaksud membuat eksekusi ganda dengan Bimo untuk melawannya.
"Justru sebaliknya," gumam Demiro menilai.
Operan tinggi Bimo ke tangkapan atas kepala Alter akurat saat masih melayang -selama melompat.
"Aley-oop?" gumam Aguer melihat Alter langsung mengoper balik bola ke arah rim, yang memperbesar persentase keberhasilan Bimo mencetak skor dengan melawan kemungkinan dilakukannya block dari Si Badan Besar.
"Boleh juga keberanian lu, tapi sayang banget," gumam Demiro menilai situasinya.
"Alter!" gumam Andreka selirih kata hatinya sembari terlihat khawatir, khawatir kemungkinan yang paling buruk Alter alami jika memang akan terjadi, "Oh, enggak!" Andreka terpikir lagi untuk lolos dari penjagaan, tapi Frau tetap tidak membiarkan.
Secara visual tentunya, besar tenaga, ketinggian lompat dan jangkauan tangan Si Badan Besar mengungguli Bimo yang meski pun pakai dua tangan -untuk membuat perlawanan terhadap tangan kiri Si Badan Besar saat saling mendorong bola secara kontra.
"Alter!" teriak Andreka saat mengetahui tumpuan pendaratan kaki kanan Alter tidak sepenuhnya menapak seberang atap, bahkan terlalu di tepi.
Tidak bisa. Kekuatan tangan kiri Si Badan Besar seperti sepuluh kali kekuatan kedua tangan Bimo yang dibuat terdorong paksa ke belakang -sepertinya sakit- sehingga bola terhempas keras... entah memang pas atau kebetulan menghantam muka Alter.
Tidak memungkinkan Alter membuat gerakan penyeimbang sempurna secara refleks.
"ALTER!" teriak Andreka, Bactio dan Ivan, juga Agung, Heru dan Wasik dari luar court.
Akibat gagal mempertahankan posisi tubuh dengan sesuai, tidak ada arah yang diikuti postur Alter selain pergeseran pusat gravitasi tubuhnya sendiri, yang tidak bisa lagi melawan maupun menahan efek gravitasi bumi.
Adrenalin Alter tidak pernah sekuat itu sebelumnya, yang membuat seluruh otot mendadak lemas, syaraf terasa penuh duri... bahkan ketidaksadaran secara cepat menguasai pikiran. Batinnya menyadari, "inikah rasanya melayang jatuh dari ketinggian? ... Apa yang harus aku lakukan? ... Durasi terasa lama, yang Alter bisa hanya memejam mata. "Tuhan, aku mohon keajaiban!"
(Bersambung ke Chapter 11: More Temptation, Pain and Passion)
@CandraSenja ehm, ternyata mengganggu dan tidak match ya. Makasih, tanggapannya. Aku perbaiki
Comment on chapter BLURB