CHAPTER 5: PLAN B
Di sepanjang jalan Hang Leiku menuju arah utara hanya ada satu limoussine warna golden chrome yang melintas di antara kendaraan pribadi lain yang pasaran. Mungkin memang satu-satunya yang ada di kota itu, jadi terkesan nyentrik dan mudah dianggap kendaraan orang kaya, dikemudikan seorang pria setengah baya yang membawa Arex dan Sofi di belakang.
"Jujur," Arex ucapkan, Sofi menanggapinya. "Aku masih ada dendam sama kamu," malah membuat Sofi berpaling muka melihat ke luar kaca pintu mobil. "Tapi aku juga masih sayang."
Sofi tetap tidak memperhatikannya.
"Kamu ngarepin siapa? Demiro udah enggak ada. Ini yang udah gue capai sekarang."
Tidak ada tanggapan Sofi.
"Dendam dan sayang, dua rasa ini nyakitin banget." Arex mulai pegang tangam Sofi. "Aku mau perbaiki semua. Kita mulai lagi dari awal. Aku enggak akan nyakitin kamu, enggak akan ninggalin kamu, enggak akan lepasin kamu."
"Aku enggak tahu," dengan cuek Sofi katakan.
"Aku maafin kamu. Enggak ada lagi dendam dan sakit hati. Aku akan bikin kamu percaya. Sofi!"
"Buktiin aja." Tidak Sofi elak saat Arex beri cium tangan kanannya.
*
Arex perlu pastikan kondisi hotel Athena tidak membuat calon pembeli membatalkan niat. Arex hanya ingin dengar semua laporan baik dari para supervisor.
"Bos, beliau sudah datang," lapor salah seorang supervisor.
"Okay, atur yang lain."
"Baik, bos."
Taxi biru maron berlabel Athena Executive di halaman enterance menurunkan sepasang orang berparas chinesse yang beraura elegan terpancar dari jiwa, outfit dan lagaknya. Tengah hari saat itu membuat kulit kuning mulus -yang terlihat- milik perempuan seperti bersinar. Keduanya disambut ramah dua wanita guider di enterance, lalu mendampingi masuk. Di ruang pertama Arex dan Sofi lihat tamu istimewa mereka, mungkin memang Arex tidak ingin mengambil waktu basa-basi kalau hanya untuk menyambut tamu istimewa.
"Wellcome to Athena, Mister," Arex menghampiri, menyambut. "Nice too you. You looks so great," lalu menjabat tangan. "I am Arex the owner."
"I am Da Xian."
"And she is my CEA, Sofi," maka Sofi memberi isyarat salam.
"CEA!?" Da Xian tidak familiar mendengarnya.
"Chief Executive Advisor."
"Ya," sambil Da Xian mengangguk pelan. "She is my wife, Raeu Lan," maka Raeu Lan melepas sun-glasses lalu berisyarat salam yang sedikit membuat Arex terpesona.
"Let's take a lunch first, came on!" ajak Arex.
Mereka berempat mengambil waktu makan siang pada salah satu set bangku bertema bunga ares warna orange di ballroom bernuansa istana kerajaan Yunani kuno -yang cukup elegant era abad satu masehi- tapi dengan beberapa improvisasi kekinian.
"I like this room. Average elegant," Raeu Lan mengesan.
"I glad for your enjoy with," balas Demiro. "I am sorry to say, I think you already keep a passion in service bussiness. I know your battle property is great," lanjutnya ke Da Xian.
"I just looking for the profit. This place so barrely strategist. But I will fix it to be better place, if I deal" jawab Da Xian.
"I dont means to change the deal but I just want not to reck your money this time."
"What do you mean?"
"I interesting for your weapon and plane and I like its price. So best price. I was count it. This place equal with four unit cargo plane Dreamlifter and body seal with countdown explotion system. If I may bargain."
Tentu Da Xian terkejut dengan perubahan penawaran itu.
"You want a hotel, I want a plane and weapon. I was ceck the price is friendly," lalu berisyarat ke salah seorang pria ajudan supaya menunjukkan display tablet yang dia bawa ke Da Xian.
Sebagaimana Da Xian lihat, daftar item dibeli dengan total harga tertera.
"I know this is a best opportunity," kata Arex.
*
Seperti yang Da Xian lakukan di Batam, Arex survey ke pabrik makanan kucing di Distrik Wanhua, Taipei, Taiwan, hanya sebagai kedok yang merahasiakan garasi empat awak pesawat Dreamlifter hitam.
"So, you will buy it all?" tanya Da Xian.
"I think this garage would be look larger," jawab Arex. "It all and one set body seal with countdown explotion system, and one hundred piece bomb inside a basketball."
"What?"
"One hundred bomb piece inside a basketball. I need two million basketball and those bomb in one hundred ball inside. You got it?"
"Basketball bomb what you want? Okay, bomb and basketball are excluding the current price."
"I have money for."
"You so unpredictable," Da Xain ungkapkan keheranannya pada Demiro.
"How long it all get ready?"
"Five days remain," jawab Da Xian sepenuhnya yakin.
"I cant be waiting if more. I want body seal with countdown explotion first. No pending."
*
Selesai dengan urusannya di Wanhua Taipei, saatnya Arex kembali ke Batam, dijemput limou golden chrome di halaman pintu keluar Hang Nadim, lalu mengambil rute ke arah Galang menuju CCR.
"Jam tiga lewat lima di hari rabu biasa, lebih sepi dari sore biasanya," Arex mengesan situasi empat lapangan basket outdoor. Tidak ada dua bouncer saat turun dari limou di enterance kantor. Dua cewek penerima tamu juga tidak di tempat. Tidak ada BG di Quality Room. Tidak juga terlihat beberapa pegawai yang sekadar bersimpangan. Sampai di ruang longgar menuju tangga naik kembar, serempak memperlihatkan diri satuan kelompok bersenjata laras pendek -selain berhelm dan berrompi armor anti peluru- membentuk formasi koordinatif yang mengunci posisi Arex seorang diri di tengah ruangan. Dalam kekompakan yang mahir satuan pasukan penyergap itu maju perlahan mempersempit diameter spasi ruang gerak Arex seandainya berani mencoba bergerak.
Tanpa instruksi, dengan sendirinya Arex menaruh kedua tangan di tengkuk sambil berlutut, menyerahkan diri.
"Menurut anda, apa saya harus terkejut?" tanya Arex sambil senyum menggampangkan ke seorang anggota penyergap di hadapannya yang punya tanda khusus pada lengan kiri seragam, saat kedua pergelangan tangannya mulai mendapat borgol tebal yang terlihat berat sehingga harus dibebankan ke tengkuknya.
"Seharusnya kamu menyesal."
"Sabar dulu, Jendral Mursar Hagean. Sebenarnya tidak akan terjadi secepat ini. Anda belum mengambil pertimbangannya," juga tidak Arex permasalahkan lawan bicaranya yang tidak melepas helm pelindung.
"Tidak ada pertimbangan apa pun dengan kamu."
"Berarti anda memilih kesalahan fatal. Anda yakin?"
"Tunggu!" terdengar oleh mereka suara laki-laki dari arah masuk menuju ruang itu tanpa mengubah sikap dan perhatian tim penyergap ke Arex kecuali jendral yang sempat membuat bicaraan, dia perhatikan kehadiran sepasang anak muda yang dia pikir tidak berkesan berada di pihaknya mau pun Arex dan tidak seharusnya mereka berdua membawa situasi seperti ini.
"Tunggu! Saya mohon beri orang itu pilihan!"
Ucapan itu yang membuat Arex tersenyum.
"Ada masalah apa, anak muda? Ini bukan urusan yang boleh ditangguhkan," tegas jendral satuan penyergap.
"Hai, Alter!" ucap Arex lantang, dia tahu itu tanpa berbalik badan.
Mursar tampak dibingungkan untuk mengerti situasinya. "Apa mau kamu?" dengan nada keras menanyakan.
"Dia mengirim saya pesan, mengancam dengan nyawa teman saya! Dia menyandera teman saya di atap hotel Akemi dan memasang peledak dengan hitungan mundur!" Alter balas hampir sama keras nadanya. "Waktu semakin habis kalau dia tidak dibebaskan secepatnya!"
Mursar mulai mengerti, dia beralih menatap Arex yang memberlihatkan senyum santainya.
"Anda mengerti sekarang, Pak?" tanya Arex tanpa beban kekhawatiran.
"Bangsat! Seandainya kamu tidak lebih berharga dari nyawa satu orang."
"Jadi nyawa sandera itu konsekwensinya? Saya pikir anda akan pilih keputusan yang manusiawi. Mengejutkan!"
"Lebih baik sebelum kamu memulai yang lebih banyak."
"Jangan salah paham, Jendral. Teman dia hanya permulaan, sampai saya bagi semua orang benar-benar diketahui sebagai The Forbidden Most Wanted, khususnya di kota ini. Tidak hanya satu, saya sudah siapkan seratus skenario yang mirip."
"...." sejenak Mursar tidak menyabung, mungkin sedang mempertimbangkan. "Kamu tidak akan pernah jadi Demiro."
"Abang!" terdengar suara perempuan memanggil. "Lepasin teman aku! Jangan bunuh teman aku!" membuat Arex mengingat-ingat dan menyesuaikan dengan beberapa ingatan hidupnya.
Terlihat dari rautnya, isi kepala Arex seperti meledak. Dia bergumam pelan.
"Aku enggak peduli apa yang mau kamu lakuin, asalkan jangan seorang pun dari teman aku!" dia serukan dengan lantang.
Arex mencoba berani berubah posisi, berbalik. Dia tahu satu hal lagi, "Ribka!?" tatapan matanya mulai terlihat berbinar, juga terlihat lebih indah dari tatapan licik yang biasanya.
Didampingi Alter, Ribka melangkah agar lebih dekat dengan Arex. "Bang, tolong! Kalau pun itu penting buat kamu, kali ini aja, demi aku!"
"Bebaskan saya dan saya kasih kuncinya untuk bebaskan temannya!" kata Arex ke Mursar.
"Di mana kuncinya?"
"Di balik jas saya, jangan salah masuk."
Mursar geledah di tempat yang Arex beri tahu, lalu dapatkan sebuah gadget seperti jam tangan LCD yang besar tanpa sabuk pergelangan tangan.
"Device itu tidak bisa dioperasikan langsung. Seseorang mengoperasikannya dari jauh. Pakai itu untuk bebaskan sandera, cepat! Waktu semakin habis sebelum dia ikut meledak."
Borgol berat pada pergelangan tangan Arex dilepaskan, lalu membunyikan kedua pergelangan tangan juga lehernya.
"Semua orang-orang saya juga bagian dari saya," kata Arex ke Jendral.
Arex menaiki tangga, keluar lewat pintu teratas bersama Sofi menuju atap bergambar simbol halley-pad. Ada halikopter sedang menunggu mereka di sana.
"Ini akan jadi hari yang besar aku buat," kata Arex sambil merangkul Sofi. "Aku pengen ajak kamu menyaksikan dari atas," sambil berjalan menuju helilopter, Arex beri cium bibirnya.
Lalu keduanya dibawa terbang meninggalkan CCR setelah memenangkan urusannya dengan squard penyergap.
Tepatnya di jalan Raja Alikelana sebelah Botania 2 Batam Center posisi hotel Akemi, terserah di mana alamatnya, sepertinya ini situasi genting saat squard penyelamat sekaligus penjinak bom cukup menyita perhatian semua orang yang ada di tempat itu. Mereka menginstruksi supaya setiap orang dievakuasi dan supaya tidak terlalu dekat berada di bawah bangunan sekitar. Squart penyelamat temukan Trea di atap, kondisinya terikat belenggu berat pada tangan dan kaki yang tidak sanggup dia geser. Tersegel di tengah empat benda penanda yang dipasang di sebelah empat penjuru perempuan malang itu dengan terhubung untaian entah apa-seperti kabel atau benda penghubung yang tampak tidak boleh dipoton. Terlebih kasihan lagi, mata dan mulutnya dipasang sekap.
Seperti yang ketua pasukan lihat, tidak ada kabel apa pun diluar logam belenggu berat yang mengunci tangan Trea di belakang, tapi dia bisa lihat larutan warna merah glow di dalam tabung seukuran empat inchi dari balik kaca pelindungnya. Selain itu, countdown timer mulai memasuki menit dua puluh lima ke dua puluh empat.
Ketua pasukan lepaskan penyekap mata dan mulut Trea, bisa dia lihat dari balik visor helm pelindung, begitu menyesakkan apa yang raut wajah gadis itu tunjukkan padanya berupa ketakutan, traumatis, khawatir dan rasa ingin ditolong yang sangat. Ketua pasukan pikir, mungkin karena pengaruh head covernya juga, maka dia lepas, memperlihatkan wajah dewasanya yang menandakan berusia kepala empat puluh dengan setengah jumlah rambutnya beruban -sosok Mursar Hagean.
Mursar pegang kedua bahu Trea. "Tenangkan diri kamu, kami akan selamatkan kamu. Bersabarlah!"
"Trea!" dari pintu atap Alter dan Ribka memanggil, bergabung dengan mereka di tempat, menghampiri Trea.
"Kalian tidak boleh di TKP, kami berusaha sebisa mungkin warga sipil tidak mendekati sumber dan akibat dari ledakan!" tegas Mursar katakan.
"Saya tidak bisa membuat dia merasa sendirian," jawab Alter. "Trea! Percayalah, kita akan lewati ini dengam baik-baik aja," sambil Alter membelai wajahnya, tanpa membuat Ribka khawatir. "Aku ada di sini, Ribka juga."
"Kita enggak akan tinggal kamu. Kita akan pulang sama-sama," kata Ribka.
"Ya, terserah," komentar Mursar, lalu dia keluarkan device yang Arex serahkan padanya, tidak dia temukan tombol apa pun.
"Gimana pakainya device sialan ini?" gumam Mursar, lalu device menjadi aktif membuat videocall. Dia lihat jelas wajah Arex yang memanggilnya. "Cepat bebaskan sanderanya! Kunci apa yang kamu kasihkan?" Mursar membentak.
"Pakai device itu untuk dapatkan kuncinya. Kuncinya, ya? Saya jatuhkan dari atas," kata Arex dalam videocall.
[Bersambung ke CHAPTER 6: BATAM CENTER HAIL BASKETBALL | Hot Chapter!]
@CandraSenja ehm, ternyata mengganggu dan tidak match ya. Makasih, tanggapannya. Aku perbaiki
Comment on chapter BLURB