Read More >>"> IKRAR (BAB 29: Sempena) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - IKRAR
MENU
About Us  

Moira berjalan gontai menyusuri koridor rumah sakit dengan tatapan kosong, pun dengan isi kepalanya. Otaknya terlalu ringkih untuk memuat kejadian-kejadian hari ini yang mampu memacu jantungnya sekuat tenaga kuda.

Selepas mengakhiri percakapan dengan Anindira di parkiran tadi agaknya tak membuatnya lebih baik, terlebih keputusan yang telah diambilnya. Mungkinkah ia salah langkah?

Astaghfirullah!”

Tubuh Moira terhuyung bersamaan dengan teriakan seorang wanita yang tak sengaja ditabraknya. Kejadian tersebut memaksa Moira untuk mengembalikan kesadarannya.

“Allahu! Maaf! Maaf, Moira gak sengaja!”

Moira buru-buru memungut sebuah tas kecil yang Moira yakini adalah tas mukena yang tentunya berisi mukena. Sejurus kemudian Moira meminta ampun dalam hati karena hampir lupa tunaikan shalat dzuhur.

“Gapapa, lagian aku juga enggak liat-liat,” ucap seorang perawat yang tak sengaja Moira tabrak.

Moira menyerahkan mukena tersebut dengan tersenyum penuh penyesalan dan diterima dengan keramahan oleh perawat tersebut. Setelah perawat tadi jalan lebih dulu, Moira kemudian langkahkan kakinya untuk ke tempat tujuan yang sama.

Masjid tampak sedikit sepi mengingat ini adalah satu jam setelah azan dzuhur berkumandang. Moira mengambil tempat di sudut kanan dekat dengan rak yang berisi kitab suci. Selepas shalat, Moira sambung membaca ayat suci mencari ketenangan.

Kala Moira membuka mushaf tak sengaja ia membuka surah Al-An’am dan matanya langsung tertuju pada terjemahan ayat 17.

Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.”

Mata Moira tidak bisa untuk tidak menangis. Detik itu juga ia menangis tergugu. Apa masih pantas ini disebut tak sengaja dan kebetulan? Tentu tidak. Allah sedang menegur Moira dengan ayat ini meski dibukanya dengan tidak sengaja.

Apa yang ingin Allah sampaikan? Tentu ayat tersebut ingin sampaikan pada Moira bahwasanya segala sesuatu atas kehendak-Nya dan hanya Dia-lah Dzat yang Maha Kuasa yang dapat dimintai pertolongan.

Apa yang telah Moira lakukan tadi? Seketika penyesalan menyergapnya. Betapa bodohnya ia yang nyatakan beriman kepada Sang Pencipta tetapi malah menggantungkan harapannya pada ciptaan-Nya. Meski tak sepenuhnya ia menyesali keputusan yang diambilnya. Malah, pada akhirnya Moira mensyukuri atas keputusannya. Ketika harapan digantungkan ke tempat yang semestinya yakni pemiliki semesta, maka tak akan berakhir kecewa.

 “Aku jamin Ibram akan selamat ditanganku jika kamu mau berjanji untuk tinggalkan Ibram,” ucap Anindira penuh percaya diri, yang mulanya membuai Moira untuk mengangguk dan ikrarkan janji.

“Aku lupa kepada siapa seharusnya aku jaminkan keselamatan Mas Ibram.”

Mendengar penuturan Moira, tentu membuat Anindira mengernyitkan dahi. “Maksudmu?”

“Pendidikan tinggi, profesi bergengsi, dan wajah rupawan tak menjamin memikili attitude yang baik.” Moira sedikit meringis mengingat ucapannya tadi. “Aku kasihan padamu, hatimu tak semulia profesimu.”

Masih tercetak jelas wajah marah Anindira dengan matanya yang sempurna melotot. Selepas mengucapkan itu Moira melengos dan meninggalkan Anindira. Mengenai kondisi Ibram, Moira kemudian meyakinkan hatinya bahwa rumah sakit akan melakukan pelayanan prima, mengerahkan tenaganya untuk selamatkan Ibram.

Ketika para petugas medis tengah berjuang dengan tindakan, maka di sini tempat Moira berjuang dengan segala doanya.

Ketika bumi begitu bising untuk dapat mendengar, maka akan selalu ada langit yang siap mendengarkan.

***

Kali ini tak hanya Moira, tetapi orangtua Ibram juga, terlebih Bunda. Moira yang sudah kenyang menangis dan memilih untuk sabar sembari berdoa, kini tengah menenangkan Bunda dalam pelukannya.

Moira sudah jelaskan bagaimana situasi ini bermula hingga Ibram dalam keadaan meregang nyawa. Dirinya tidak ingin ada kesalahpahaman, Bunda tentu orang yang sangat pengertian hingga buat Moira bernapas lega meski penyesalan menghantuinya.

Andai Akmal tak ikut dalam panggilan videonya, andai ia tak mematikan ponselnya, andai… sejurus kemudian kepalanya menggeleng. Kalimat pengandaian hanya miliki mereka yang tak percaya ketentuan-Nya.

Saat ini mereka tengah duduk di depan ruang operasi. Operasi berjalan sangat lambat. Ketika biasanya waktu berjalan dengan cepat, di mana jam terasa menit dan menit terasa detik, maka saat ini rasanya satu jam terasa satu hari.

Di dalam sana segala kemungkinan dapat terjadi. Tetapi, Moira teringat akan pesan Ayah bahwa setiap pikiran adalah doa, maka saat ini Moira tengah memikirkan Ibram dalam keadaan baik-baik saja. Meski tubuhnya merespons dengan munafik, kakinya terus bergetar dengan telapak tangan sedingin es.

Detik berikutnya pintu operasi terbuka membuat semua orang yang menunggu berdiri dengan gerakan cepat. Orang yang sedari tadi ditunggu akhirnya keluar memperlihatkan ketidakberdayaannya di atas brankar sana. Terlihat wajah-wajah lelah setelah kurang lebih 8 jam dalam ruang operasi.

Bunda dan Abi buru-buru menghampiri Ibram dan mengikuti para petugas medis yang akan membawanya ke ruang perawatan. Moira mulanya akan melakukan hal yang sama, tetapi kala netranya menatap wanita di belakang sana membuatnya urung.

Fara sudah pulang sejak 2 jam yang lalu. Hingga kini menyisakan Moira dan dokter yang membedah Ibram.

“Maaf,” lirih Moira.

“Jangan membuatku kian merasa bersalah.”

Jawabannya di luar dugaan Moira, apa katanya? Merasa bersalah?

“Moira sungguhan minta maaf,” tegas Moira yang kali ini mengeraskan suaranya. “Minta maaf soal kata-kata Moira yang tadi siang.”

“Tidak perlu repot-repot toh aku tidak akan memaafkanmu,” ujar Anindira congkak seraya menarik ujung bibirnya. “Terima kasih,” imbuhnya.

Ya. Anindira memutuskan untuk mengoperasi Ibram. Entah mengapa setelah mendengar penuturan Moira yang menohok, tiba-tiba Anindira mendapatkan sempena hati, seolah Allah beri petunjuk untuknya bahwa ia sedang dipercayai untuk selamatkan Ibram.

“Hah?” kaget Moira. Terima kasih? Moira pikir itu adalah kalimat haram untuk Anindira ucapkan pada dirinya.

 “Terima kasih atas ucapan menohokmu tadi siang. Aku jadi sadar…” Anindira menjeda ucapannya sejenak. “Aku−ya kamu tahu sekolahku tak sebentar, biaya yang tak sedikit, dan membutuhkan tenaga yang banyak untuk mendapat semua ini, tetapi aku malah menodainya dengan keegoisanku.”

Moira tak langsung menjawab, untuk beberapa detik ia cerna uncapan Anindira. Setelah mengerti, kemudian ia berkata, “Itulah alasannya Allah menempatkan otak lebih tinggi dibandingkan dengan hati, agar sesuatu yang hendak kita lakukan dipikirkan lebih dulu.”

Terdengar Anindira terkekeh untuk pertama kalinya di depan Moira. Moira mengerjapkan matanya berkali-kali takut ini hanya halusinasinya.

“Kamu tak seperti bocah yang selama ini aku pikirkan,” ujar Anindira setelah berhenti terkekeh. “Semoga setelah sadar, Ibram tak menyesali kehadiranmu lagi.”

“Maksudmu?!” Moira sontak ternganga. Apa maksud dari ucapan Anindira?!

Anindira mengangkat bahunya tak peduli. Kemudian suaranya kembali mengudara, “Kamu tidak mau berterima kasih kepadaku? Kasus Ibram sangat langka, jarang yang bisa selamat sepertinya.”

“Oh, iya, Moira lupa. Terima kasih dokter Anindira.”

“Itu saja? Aku berhasil dalam dua hal ketika menangani Ibram, mempertahankan dia untuk tetap hidup dan menyelamatkannya dari kelumpuhan.”

Moira sontak membekap mulutnya. “Masya Allah!” Mata Moira tak berhenti mengerjap, bahkan ia merasakan sedikit kram dalam perutnya. “Gimana caranya Moira harus berterima kasih?”

“Berikan Ibram padaku.”

“Ap−”

“Aku hanya bercanda,” sanggah Anindira buru-buru. “Ijinkan aku bertemu dengan Ibram setelah dia sadar.”

Moira menelan ludah, sedang matanya tengah tenggelam dalam netra Anindira mencari sesuatu yang janggal di sana. Tetapi sejurus kemudian ia mengangguk pelan.

***

Moira tidur di bantal yang sama dengan Ibram, tetapi tidak di kasur yang sama. Moira tentu tengah duduk di kursi yang berada di sisi tempat tidur. Alat bantu pernafasan itu menghalangi wajah Ibram, hingga buat Moira tak merasa puas untuk pandangi wajah yang kini berbeda dengan tadi pagi.

Moira pandangi Ibram yang masih memejamkan matanya. Entah kapan pria itu akan terbangun, tetapi Anindira memastikan bahwa tidak akan lama sebab Ibram menunjukkan kondisi yang sangat baik meski sangat mustahil baginya pasien triase 1 dengan trauma kepala dan leher menunjukkan kondisi yang demikian. Apakah kekuatan doa begitu besar?

Tiba-tiba air mata kembali menetes di sudut mata Moira. Apa yang harus ia katakan ketika prianya bangun nanti? Sedang ini adalah kesalahan Moira yang membuatnya terpejam di atas ranjang rumah sakit.

Kejadian ini bukan yang dikehendaki Moira, pun Ibram. Tetapi, tetap saja semua bermula dari Moira. Akankah Ibram memaafkannya?

Seketika pikiran Moira melayang pada ucapan Anindira tadi. 

Semoga setelah sadar, Ibram tak menyesali kehadiranmu lagi.

Apa maksudnya?

***

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (5)
  • yurriansan

    @itsarney akunku yurriansan. klo kmu mau mampir dluan boleh, aku bksln lmbat feedbacknya. krena klo wattpad bsanya buka pke lptop, aku gk dnload aplikasinya. dan lptopku lg d service

    Comment on chapter BAB 1: Keputusasaan
  • itsarney

    @yurriansan akunku ini kak https://www.wattpad.com/user/itsarney
    ayo kak dengan senang hati ^_^

    Comment on chapter BAB 1: Keputusasaan
  • yurriansan

    @itsarney wattpad? Akunnya apa?
    Kbtulan critaku yg rahasia Toni aku publish d wattpad juga. Nnti bisa saling kunjung xD

    Comment on chapter BAB 1: Keputusasaan
  • itsarney

    @yurriansan Masya Allah Kak terima kasih sudah berkenan membaca cerita ini. Aamiin semoga Allah kabul, makasih doanya^_^
    Ah, ya. Cerita ini juga bisa dibaca di Wattpad^^

    Comment on chapter BAB 1: Keputusasaan
  • yurriansan

    Tulisanmu bagus ,😄.
    Smoga ramai like ya

    Comment on chapter BAB 1: Keputusasaan
Similar Tags
Sisi Lain Tentang Cinta
714      385     5     
Mystery
Jika, bagian terindah dari tidur adalah mimpi, maka bagian terindah dari hidup adalah mati.
Farewell Melody
215      144     2     
Romance
Kisah Ini bukan tentang menemukan ataupun ditemukan. Melainkan tentang kehilangan dan perpisahan paling menyakitkan. Berjalan di ambang kehancuran, tanpa sandaran dan juga panutan. Untuk yang tidak sanggup mengalami kepatahan yang menyedihkan, maka aku sarankan untuk pergi dan tinggalkan. Tapi bagi para pemilik hati yang penuh persiapan untuk bertahan, maka selamat datang di roller coaster kehidu...
Wannable's Dream
33904      4891     42     
Fan Fiction
Steffania Chriestina Riccy atau biasa dipanggil Cicy, seorang gadis beruntung yang sangat menyukai K-Pop dan segala hal tentang Wanna One. Dia mencintai 2 orang pria sekaligus selama hidup nya. Yang satu adalah cinta masa depan nya sedangkan yang satunya adalah cinta masa lalu yang menjadi kenangan sampai saat ini. Chanu (Macan Unyu) adalah panggilan untuk Cinta masa lalu nya, seorang laki-laki b...
Temu Yang Di Tunggu (up)
15133      2413     12     
Romance
Yang satu Meragu dan yang lainnya Membutuhkan Waktu. Seolah belum ada kata Temu dalam kamus kedua insan yang semesta satukan itu. Membangun keluarga sejak dini bukan pilihan mereka, melainkan kewajiban karena rasa takut kepada sang pencipta. Mereka mulai membangun sebuah hubungan, berusaha agar dapat di anggap rumah oleh satu sama lain. Walaupun mereka tahu, jika rumah yang mereka bangun i...
Mendadak Halal
5665      1797     1     
Romance
Gue sebenarnya tahu. kalau menaruh perasaan pada orang yang bukan makhramnya itu sangat menyakitkan. tapi nasi sudah menjadi bubur. Gue anggap hal ini sebagai pelajaran hidup. agar gue tidak dengan mudahnya menaruh perasaan pada laki-laki kecuali suami gue nanti. --- killa. "Ini salah!,. Kenapa aku selalu memandangi perempuan itu. Yang jelas-jelas bukan makhrom ku. Astagfirullah... A...
Return my time
244      208     2     
Fantasy
Riana seorang gadis SMA, di karuniai sebuah kekuatan untuk menolong takdir dari seseorang. Dengan batuan benda magis. Ia dapat menjelajah waktu sesuka hati nya.
Crystal Dimension
276      184     1     
Short Story
Aku pertama bertemu dengannya saat salju datang. Aku berpisah dengannya sebelum salju pergi. Wajahnya samar saat aku mencoba mengingatnya. Namun tatapannya berbeda dengan manusia biasa pada umumnya. Mungkinkah ia malaikat surga? Atau mungkin sebaliknya? Alam semesta, pertemukan lagi aku dengannya. Maka akan aku berikan hal yang paling berharga untuk menahannya disini.
Ending
4511      1180     9     
Romance
Adrian dan Jeana adalah sepasang kekasih yang sering kali membuat banyak orang merasa iri karena kebersamaan dan kemanisan kedua pasangan itu. Namun tak selamanya hubungan mereka akan baik-baik saja karena pastinya akan ada masalah yang menghampiri. Setiap masalah yang datang dan mencoba membuat hubungan mereka tak lagi erat Jeana selalu berusaha menanamkan rasa percayanya untuk Adrian tanpa a...
Bersua di Ayat 30 An-Nur
744      336     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang wanita muslimah yang penuh liku-liku tantangan hidup yang tidak tahu kapan berakhir. Beberapa kali keimanannya di uji ketaqwaannya berdiri diantara kedengkian. Angin panas yang memaksa membuka kain cadarnya. Bagaimana jika seorang muslimah seperti Hawna yang sangat menjaga kehormatanya bertemu dengan pria seperti David yang notabenenya nakal, pemabuk, pezina, dan jauh...
Sugar On Top
17      16     1     
Romance
Hazel Elodie adalah gadis manis berambut pirang dengan hati yang keras seperti baja. Bertahun-tahun setelah ia dan kakaknya, Sabina, 'dibuang' ke London, Hazel kembali ke kota kelahirannya dengan tekad untuk merebut kembali apa yang menjadi haknya—warisan keluarga yang dirampas secara licik. Namun, kepulangannya tak semudah yang ia bayangkan. Tanpa Sabina, si perisai emosinya, Hazel harus be...