Ada berbagai legenda di dunia ini. Kebanyakan berupa makhluk mitologi magis seperti naga, peri, atau makhluk setengah-dewa. Ada juga kisah kerajaan tua yang lenyap dalam satu kedipan, juga ada pula kerajaan di ambang langit, di ujung dunia ini. Dari ribuan legenda yang ada, hanya beberapa yang mau didengar oleh telinga orang dan mau dipercaya.
Salah satu yang paling terkenal adalah “Kisah Penyihir Abadi yang Melawan Dewa dan Dewi”. Tokoh utama dari kisah ini adalah Penyihir Abadi, penyihir yang tak akan mati karena tua, jua karena alasan lain. Mereka makhluk yang abadi. Mengarungi waktu hingga Dewa dan Dewi memutuskan untuk mengakhiri semua cerita yang ditulis di dunia. Karena keabadian, mereka dapat belajar lebih banyak dari manusia. Mereka punya kekuatan yang lebih besar dari manusia, menguasai pelbagai ilmu yang ada di dunia serta kebijaksanaan yang tak terkira.
Kisah diawali dengan seorang Penyihir Abadi datang dan menyatakan perang pada Dewa dan Dewi. Peperangan hidup dan mati terjadi di segala penjuru dunia. Umat manusia melawan dengan segenap jiwa karena mereka tahu apa yang akan terjadi bila Dewa dan Dewi lenyap dari dunia.
Legenda yang konyol, begitu pikir orang-orang. Bahkan elf tertua tidaklah abadi! Elf paling tua berusia satu milennia, tidak lebih dari itu. Bagaimana ada orang seperti Penyihir Abadi yang bahkan bukan tak berdarah naga yang memang berumur lama? Tidak ada kaitannya! Semua Penyihir Abadi dalam legenda berwujud selaiknya orang. Ada yang berasal dari ras manusia, elf, dark elf, dan ragam ras lain—bahkan seorang dari mereka adalah Half-Beast, makhluk separuh hewan buas.
Legenda tersebut juga diwarnai dengan makhluk buas lain yang dinamakan Tyran. Bedanya, Tyran bukan makhluk mitologis, mereka benar adanya. Tyran adalah sekumpulan makhluk buas yang misterius. Tubuh mereka berbau menyengat. Miasma keluar dari tubuh mereka yang hitam kelam. Mata mereka berwarna merah menyala tajam. Mereka adalah makhluk buas yang memakan dan menghancurkan segalanya. Mereka adalah monster obligat.
Salah satu dari Penyihir Abadi dalam legenda dapat mengendalikan ribuan Tyran. Alhasil, mereka punya berlipat-lipat kekuatan bila dibandingkan dengan umat manusia. Umat manusia yang terdiri dari ras manusia, elf, dwarf, dan semua ras minor lainnya menyatukan kekuatan. Meskipun berbeda, dunia yang mereka tinggali hanyalah satu, dan mereka tak akan menyerah begitu saja melihat tanah yang mereka pijaki dirampas.
Perbedaan membangun kekuatan. Semua ras saling melengkapi satu sama lain. Ras elf yang hebat dalam bidang sihir mengajari manusia dan dwarf untuk menggunakan sihir, ras dwarf mengajari cara merakit senjata serta mekanisme rumit, sementara manusia memiliki keunggulan dalam jumlah dan kemampuan beradaptasi yang mumpuni. Mereka bahu membahu membangun kekuatan tempur untuk mengalahkan Penyihir Abadi.
Kecamuk perang tak terhindarkan. Darah umat manusia bercampur dengan lumpur dari jasad Tyran yang menggenang di mana-mana. Dunia berada dalam ujung kehancuran. Bara api memakan apapun yang ia lalui, menggantikan peran Tyran yang telah hancur. Umat manusia semakin terpangkas, tidak banyak dari mereka yang tersisa.
Perlahan, satu persatu wilayah mulai hancur dan tak dapat ditinggali lagi. Lama-kelamaan, hanya tersisa satu wilayah di tengah Benua Unomi yang masih ada. Di sana adalah harapan terakhir seluruh umat manusia. Nama tempat itu adalah Kota Suci Hyulida.
Di saat umat manusia berpikir bahwa matahari tak akan terbit lagi, di saat kematian sudah dianggap penyelamatan dari akhir dunia yang semakin dekat, di situlah keberuntungan berpihak pada seluruh makhluk hidup. Sebuah kejadian yang tak terduga mengubah arus peperangan. Angin laut berubah arah, meniup layar kapal yang ditumpangi umat manusia menuju kemenangan. Meskipun lambung kapal itu mulai terbanjiri air laut, amunisi peluru meriam yang mulai menipis, serta beberapa tiang layar yang patah, kapal itu melaju kencang. Semua penumpang tahu bahwa hanya ada dua jawaban yang menunggu mereka—mati menunggu di tempat seperti pengecut atau mati menyongsong perang dengan terhormat.
Keberanian ini didasari dengan fakta yang amat mengejutkan; salah satu Penyihir Abadi memilih melawan kawannya sendiri. Alhasil, ia dijuluki sebagai Si Pengkhianat. Dengan bantuan Si Pengkhianat, umat manusia mulai menjatuhkan satu persatu Penyihir Abadi lain. Itu kisah dan perjalanan yang panjang. Akhirnya, pada momen terakhir, Penyihir Abadi terakhir kalah di tangan Si Pengkhianat.
Hanya Si Pengkhianat sajalah Penyihir Abadi yang masih hidup. Untuk alasan kedamaian dunia, Si Pengkhianat memilih untuk mengakhiri hidupnya yang abadi itu. Sebelum ia pergi, ia memberi cara bagaimana melawan Penyihir Abadi, mengingat fakta bahwa sebab kekalahan umat manusia adalah ketidaktahuan mereka tentang sifat abadi yang dimiliki. Teknik sihir yang digunakan amat rumit, namun itu amatlah penting demi dunia ini karena dia tahu bahwa krisis serupa akan datang di kemudian hari; Penyihir Abadi yang lain akan hidup dan membawa malapetaka lain.
Si Pengkhianat juga meminta pada Dewa dan Dewi untuk membantu menstabilkan dunia ini. Saat itu, dunia penuh keguncangan. Badai mengamuk di segala penjuru, begitu pula dengan tanah yang ternodai akibat darah Tyran yang membuat bahkan rumput liar tak mau tumbuh. Bumi menjadi neraka dunia.
Dengan kekuatan dari Dewa dan Dewi serta Si Pengkhianat, bumi menjadi kembali hidup. Dewa dan Dewi membangun ‘pasak’ di pusat dunia, di Kota Suci Hyulida. Pasak tersebut berupa pohon raksasa yang menjulang tinggi menuju surga. Dari atas sana, Dewa dan Dewi mengawasi kehidupan yang berjalan di muka bumi. Akhir cerita yang bahagia. Legenda penina bobo yang indah.
Setelah itu, tidak ada gangguan sehebat Penyihir Abadi. Yang ada hanyalah sisa-sisa Tyran yang hidup hingga saat ini sebagai bukti nyata bahwa legenda itu benar. Sayangnya, legenda akan hanyut dengan waktu. Peradaban yang baru hanya akan menganggap kisah yang diturunkan dari leluhur mereka adalah legenda belaka, meskipun dua bukti nyata berupa Pohon Yggradasil sebagai pasak dunia dan keberadaan Tyran adalah nyata.
Semakin lama, banyak versi tentang kisah ini, membuat kaum muda semakin menyangkal kebenaran dari kisah tersebut. Kisah ini terlupakan oleh sebagian orang, bahkan setelah berabad-abad kemudian, kisah ini sudah tak menjadi kisah penina bobo. Hilang ditelan waktu, disangkal oleh keturunan dari umat manusia terakhir setelah perang besar.
Itulah kesalahan utama seluruh umat. Mereka malah membuat sajak-sajak yang berisi imajinasi mereka, mengagung-agungkan kisah lain yang bahkan jauh dari fakta manapun, dan mempercayainya betul.
Kalian mungkin bertanya-tanya, “lalu, kenapa kisah ini terkenal meskipun dilupakan oleh sejarah sendiri?”
Jawabannya sederhana, Penyihir Abadi yang lain mulai bermunculan. Dengan keberadaan Penyihir Abadi, semua orang tak bisa menyangkal kebenaran legenda. Saat itu, rasa merinding tersebar di seluruh dunia. Semua orang tercekat tanpa terkecuali. Perasaan haus darah yang amat ganas. Malapetaka yang tak terkira dari mimpi buruk yang terlupakan kembali, mencoba melahap dunia ini sekali lagi.
***
Kemunculan Penyihir Abadi tiga dekade lalu membuat Asosiasi Penyihir mulai membangun kekuatan untuk melawan. Berkat kekuatan sihir dari Pohon Yggradasil, umat manusia dapat mengembangkan teknik sihir yang lebih mutakhir di segala bidang. Asosiasi Penyihir mengumpulkan orang-orang terhebat dari segala penjuru dan ras. Orang-orang terhebat itulah yang menduduki kursi tertinggi dari Asosiasi Penyihir. Mereka disebut sebagai Petinggi Asosiasi.
Loth Orkney adalah salah satu orang yang masuk di sana. Ia mendalami bidang Alkemi, terutama manipulasi materi dan kaitannya dengan dimensi. Ia tidak hanya andal dalam bidang Alkemi saja, semua Petinggi Asosiasi setidaknya menguasai bidang lain hingga tingkat enam. Dan Loth menguasai semuanya hinggat tingkat delapan, kecuali Alkemi; ia menguasai hingga tingkat sembilan.
Ia adalah orang yang terhormat. Ia cakap dan telaten dalam melatih muridnya di Akademi Hyulida. Seorang pria yang terampil dengan wibawanya yang tinggi.
Pria bahagia itu sebenarnya bertempat tinggal di kota pelabuhan terujung di Unomi, Junier. Namun, karena pekerjaannya, ia jarang pulang ke sana. Dalam satu tahun, ia hanya sempat pulang satu atau dua kali saja, itupun hanya selama tiga hari. Rencana Asosiasi Penyihir dalam memburu Penyihir Abadi dilakukan dengan giat, membuat semua orang berharap penuh pada Asosiasi Sihir, terutama pada Petinggi Asosiasi. Harapan besar seluruh umat yang ditanggung Asosiasi Sihir itulah yang membuat Loth tak bisa berkata “tidak” pada orang-orang yang mempercayai mereka, meskipun akan memangkas waktu senggangnya bersama keluarga di rumah.
Namun, semua itu berubah seketika ketika sebuah bencana datang di saat yang tak terduga, bahkan dari orang yang tak terduga. Loth Orkney mendapat tuduhan bekerja sama dengan seseorang dari Penyihir Abadi. Tuduhan ini bukan tak berdasar, melainkan fakta bahwa jasad Loth sendirilah yang ditemukan di dalam Kuil Yggradasil lengkap dengan lingkaran sihir asing yang tak dikenal aliran sihir manapun.
Tim pemeriksa langsung dikerahkan untuk menyelidiki kematian Loth. Di tempat kejadian terdapat praktik sihir terlarang, lengkap dengan berbagai katalis sihir yang amat langka. Berkas sihir yang tersisa dari Loth dan lingkaran sihir itu sama persis dengan milik Penyihir Abadi. Asosiasi Sihir tak bisa menyangkal lagi, fakta mengejutkan ini tak bisa mereka telan langsung.
Semua Petinggi Asosiasi tak dapat berkomentar apapun, bungkam dengan fakta bahwa teman seperjuangan mereka adalah pengkhianat terbesar dalam sejarah dunia. Meskipun beberapa dari mereka tak terima dan memikirkan kemungkinan bahwa semua ini adalah jebakan seorang Penyihir Abadi.
“Penyihir Abadi tidak mungkin masuk kedalam Kuil Yggradasil—tidak, bahkan satu dari mereka tidak mungkin menginjakkan kakinya di Kota Suci Hyulida!” kata salah seorang dari Petinggi Asosiasi. Dan itu benar. Kota Suci Hyulida dilindungi dengan mantra penangkal tingkat tinggi. Untuk seorang Penyihir Abadi yang mampu menembus pelindung tanpa sepengetahuan siapapun membawa sebuah kesimpulan bahwa ada seorang pengkhianat di antara Petinggi Asosiasi.
Hanya seorang Petinggi Asosiasi sajalah yang dapat memanipulasi penghalang tak kasat mata. Loth yang ahli dalam manipulasi Rune dapat dengan mudah pula memanipulasi mantra penangkal itu.
Posisi Loth semakin bersalah ketika lingkaran sihir yang ada di sekitar jasadnya adalah mantra terlarang. Loth divonis bersalah. Statusnya sebagai Petinggi Asosiasi dicabut dari jasadnya, ia tak punya nama yang bagus untuk meninggalkan dunia ini.
Berita semacam ini tersebar dengan cepat dari mulut ke mulut, menyeruak bagai sebotol rum yang tersirat menuju bara api unggun. Begitulah budaya yang tersebar di kalangan pengembara. Mereka menyiratkan sebotol minuman tiap menyebar rumor yang hangat, menyimbolkan kepada lawan bicaranya bahwa mereka serius tentang rumor tersebut sambil berkata, “aku berani bertaruh, api ini hangus atau rumor itu benar.” Jika rumor yang dibicarakan benar, maka api akan makin membara, sebaliknya jika tidak, api akan hangus meskipun disiram dengan rum sekuat apapun.
Budaya ini hanyalah selingan di malam yang dingin, di peristirahatan para petualang yang dapat kalian temui di beberapa tempat di alam. Alasan budaya ini lahir hanya untuk membesarkan api unggun. Tidak lebih, tidak kurang. Karena pada dasarnya, rumor tetaplah rumor.
Rumor dapat tumbuh menjadi gosip hangat atau lenyap ditelan waktu, sama seperti kisah-kisah dalam legenda tua. Namun, untuk kasus Loth Orkney tak perlu waktu untuk menjadikannya rumor belaka. Semua media dan bentara mengumumkan kasus ini. Burung-burung merpati hingga elang tercepat juga menjadi pewarta berita. Tidak perlu satu hari berita ini sampai di pelabuhan terujung di Kerajaan Myriadin, Junier.
Sore itu, langit bagi runtuh untuk Morgausse dan kedua anaknya. Ia bungkam seribu bahasa. Sorot mata birunya padam, wajahnya langsung mengerut. Ia menangis tanpa air mata.
Erno tetap berdiri tegar, namun tidak dengan Florence. Ia menutup mukanya, menangis tertahan. Pria pewarta yang merasa tak berhak di sana lagi memohon undur diri dan bergegas kembali ke pos tempatnya berada.
Malam itu, kediaman Orkney dikungkung oleh kabar duka. Makan malam itu hening. Santapan di meja makan berupa sup hangat menjadi dingin dan senyap. Tidak ada satupun dari mereka yang memiliki nafsu makan. Florence memilih menyendiri di kamarnya, sementara Morgausse memilih diam dengan menundukan kepala sembari menengadahkan tangannya, berdoa dari hati kecilnya agar Dewa dan Dewi tak menghukum Loth di kehidupan selanjutnya. Sedangkan Erno masih berada di rumah Enire, bertukar pikiran tentang hal yang terjadi.
“Tidak mungkin!” teriak Enire dengan lantang. Untuk pertama kalinya, Erno mendapati ekspresi amarah gurunya. Ekspresi itu sulit dijelaskan. Raut wajah itu bercampur dengan emosi lain seperti kesedihan dan kekecewaan, namun tetap didominasi dengan raut ketidakpercayaan. “Loth tak sehina itu hingga ia bekerja sama dengan Penyihir Abadi! Lagipula, untuk alasan apa ia hendak meruntuhkan Yggradasil?! Sungguh semua ini omong kosong!”
Mata Enire menyala-nyala. Ia menggeram tanpa suara jelas. Tampak jelas sekali ia menyimpan suatu dendam yang terpendam. Dan sekarang, bagai seekor hewan buas yang bangun dari tidur lamanya, ia beringas. Erno hampir tak mengenali Enire yang sekarang berada di depannya. Mata layunya lenyap, diganti dengan sorot mata tajam. Guratan di wajahnya mengeras, menunjukkan sifat aslinya.
“Demi nama Ayahmu, Erno. Aku bersumpah bahwa aku akan membunuh Penyihir Abadi yang melakukan semua ini!” tanpa ragu, Enire mengambil tongkat sihirnya, lalu bergegas menuju pintu depan hendak keluar dari rumah yang selama ini menjadi pelindungnya.
Erno mencoba untuk menghentikan dengan menarik jubah Enire dengan sekuat tenaga, lalu mendorongnya untuk duduk.
“Kau mau masyarakat menindas nama keluargamu, Erno?! Ayahmu tidak mati semacam itu! Kita harus buktikan kepada dunia dengan membunuh Penyihir Aba—”
“Dengan tubuh ringkihmu itu?!” potong Erno cepat. Ia tak peduli lagi dengan statusnya sebagai murid. Ia tahu, hati gurunya sedang diayun oleh emosi, namun itu bukan berarti gurunya dapat mengambil tindakan yang berisiko. “Apa yang dapat Guru lakukan dengan tubuh itu?! Anda tak dapat mengubah takdir dan kenyataan yang terjadi!”
“Sekarang kutanya, Erno. Apakah kau percaya bahwa Loth mati sehina itu?!”
“Tidak!”
“Lalu kenapa kau—”
“Tolong berpikirlah jernih, Guru! Apa kita dapat memburu dan menghabisi Penyihir Abadi semudah membolak-balikkan tangan?! Jawabannya tidak! Kita juga tidak bisa membuktikan apakah Ayah bersalah! Kita tidak punya kekuatan apapun, Guru!”
Bentakan Erno membuat Enire terhenyak sesaat. Kepalan tangannya melemas. Muridnya betul, seseorang yang pernah melarikan diri dari pahitnya kenyataan tidak berhak berkata semacam itu. Enire menenangkan dirinya dengan menarik napas.
Erno berjalan menuju dapur, menyeduh dua cangkir teh dari racikan spesial milik gurunya. Ia membuatnya dan lekas menyuguhkannya. Enire mengamati cangkir yang diberikan padanya, mendapati cerminan orang tua di permukaan tenang teh itu. Ia menyadari, sisa usianya di dunia ini mungkin sudah tak terhitung tahunan—bulanan atau bahkan harian. Ia tak punya kekuatan seperti sedia kala ketika ia masih muda, dan mungkin waktu tak akan memberinya kekuatan lagi. Tubuhnya mulai keropos disertai dengan jiwanya, bedanya jiwanya sudah keropos dari dahulu.
Enire tenang. Ia akhirnya berkata suatu kalimat mutiara dari mulutnya yang penuh sumpah serapah itu. Kalimat itu akan diingat Erno selalu. Bunyi kalimat itu berupa, “terkadang, menjadi diam dan bisu adalah jalan terbaik yang diinginkan oleh Dewa dan Dewi.”
Kita sebagai makhluk fana sering menghadapi lika-liku hidup di dunia ini. Terkadang, kita kita tidak bisa berbuat apapun terhadap permasalahan, malahan campur tangan kita terhadap suatu masalah hanya akan memperburuk keadaan. Kita bagai seorang yang tangannya kotor dengan darah dan lumpur; kita tidak pantas memperkeruh air yang sudah berbuih. Kita hanya boleh membiarkan air itu mengalir menuju hilir dan berdoa semoga air itu berguna bagi orang dari arah hilir. Karena pada suatu waktu, permasalahan bagi kita adalah berkah bagi yang lain. Bukan berarti kita tidak menyerah, melainkan terkadang kita harus tahu kapan bertindak dan kapan tidak.
“Biarkan roda takdir berputar seperti kehendak Dewa dan Dewi... kau benar Erno. Maafkan aku yang sempat bertindak gegabah.”
Erno tidak banyak bicara hal yang lain. Ia hanya berpesan bila suatu hal buruk menimpa mereka, ia meminta Enire untuk menjaga keluarganya, terutama Florence. Enire mengangguk. Suatu hal buruk merupakan pertanda dari bencana yang lain, keduanya tahu bahwa hembusan angin saat ini membawa petaka menuju laut yang mengamuk, bukan menuntun mereka menuju daratan yang tenang. Mungkin, kapal yang Erno tumpangi saat ini akan menabrak bebatuan karang, karam dan tenggelam di laut, mati hanyut di dasar laut yang gelap. Atau mungkin, ia mendapatkan hal yang lebih baik. Karena sejatinya, setiap badai usai, mentari akan tampil membawa harapan baru. Sekarang, Enire hanya dapat berdoa bahwa Erno tidak menggiring dirinya sendiri menuju karang yang curam, mendoakan pula semoga badai akan usai. Kembali menjadi laut yang tenang dan bersahabat.
Tanpa berkata banyak, Enire melepas kepergian Erno malam itu menuju perjalanan panjang. Punggung remaja laki-laki itu tampak kecil jika dibandingkan dengan tanggung jawab yang nantinya ia pikul. Perawakannya yang semampai berubah secara perlahan beriringan dengan langkah kakinya. Mata Enire menerawang sambil berkata dalam hati, “kelak dia akan menjadi orang yang hebat dalam dunia ini.”
Malam itu, roda takdir mulai berputar, melindas jiwa Erno demi menempanya menjadi lebih kuat....
***
“Dasar penyihir aliran gelap!” bentak sekerumunan orang di depan kediaman Orkney pada suatu pagi. Kerumunan orang-orang itu membawa senjata tajam serta bebatuan. Mereka melempari kediaman Orkney.
Sudah tiga hari berturut-turut hal semacam ini terjadi. Keluarga Orkney hanya bisa bersabar. Melawan kerumunan hanya akan memperburuk posisi. Sebagian besar masyarakat Junier berbalik melawan mereka. Banyak perbuatan yang dilakukan guna menindas Keluarga Orkney. Mulai dari cacian dari mulut, ancaman, hingga kontak fisik yang membuat Erno naik pitam karenanya.
Namun, banyak juga yang masih bersimpati kepada mereka. Salah seorang dari mereka tentunya adalah Enire, beberapa kenalan lama Loth dan Morgausse. Ser Rei—salah seorang bangsawan di Junier juga ikut bersimpati karena ia mengenal betul Loth sebagai seorang kawan lama. Ia menganggap Loth bagai saudara kandungnya sendiri. Ia termasuk dalam jajaran orang simpatisan Loth.
Kebaikan hati Ser Rei tidak sebatas pada itu saja. Ia dengan baik hati menawarkan agar Keluarga Orkney bertempat tinggal di Mansion miliknya. Ia juga berjanji akan menyekolahkan Florence dan Erno di suatu akademi khusus. Selebihnya, ia juga bernjanji akan membersihkan nama baik Keluarga Orkney.
Bagaimana tidak terkejut? Florence yang mendengar tawaran itu serasa dibawa ke dalam mimpi. Keadaan mentalnya lama kelamaan mulai terkikis. Si Trenggiling merontokkan satu persatu sisiknya, dan mulai menggantinya dengan sisik dari berlian. Keras dan kuat, serta tak mungkin tergores. Saat itu, dalam hati kecil Si Trenggiling mulai tertanam suatu benih yang menakutkan. Jika keadaan tekanan semacam ini tidak diatasi dalam waktu cepat, maka hanya menunggu waktu saja agar benih itu berkeceambah.
Namun Morgausse menolak tawaran itu. “Suatu tawaran yang banyak untuk suatu hutang yang kecil, Rei. Aku rasa kau berlebihan. Ini urusan di keluarga kami, kau tak usah mengotori tanganmu dengan urusan ini.”
Wajah pria bersahaja itu terlihat kecewa, juga sedikit bercampur dengan amarah. Dari sana, Erno tahu bahwa dulu, Pria bersahaja itu pernah memiliki hati pada Ibunya, namun untuk beberapa alasan ia menarik hatinya kembali, dan memberi kesempatan bagi Ayahnya. Rei menaruh dompet lipat keemasan yang berisi surat berharga dan beranjak pergi. Sebelum ia hilang di balik pintu, ia menoleh sedikit dan berkata, “jika kau memerlukanku, jangan sungkan untuk datang ke rumahku.”
Hari demi hari, keadaan semakin memburuk. Florence tak lagi bersekolah, ia mengalami demam tinggi karena akumulasi stres. Begitu juga dengan Morgausse. Semakin hari, keriput di wajahnya semakin jelas, diiringi dengan rambut birunya yang memutih tua. Keduanya sering tidak makan dan minum.
Keadaan semakin runyam bagi Erno. Ia sekarang tidak belajar di tempat Enire, melainkan pergi bekerja menjadi pekerja serabutan lepas pada pagi hingga sore hari. Malamnya, setelah ia memasak makan malam dan meyakinkan ibu adiknya terlelap, ia pergi berburu ke Bukit Aliyun atau ke Hutan Magis Grende.
Hal-hal ini tidak diketahui siapapun, bahkan oleh Florence dan Morgausse. Setiap paginya, ia selalu kembali sebelum keduanya bangun—ia tak ingin membuat keduanya cemas. Di pagi hari, ia tidur selama satu-dua jam, lalu kembali menjadi pekerja serabutan di Guild.
Dengan amat hati-hati, ia menyembunyikan identitas aslinya. Juga pula saat ia bekerja sebagai pemburu di malam hari. Ia mengenakan jubah coklat bertudung lengkap dengan topeng yang terbuat dari tanah liat. Kebanyakan orang tidak mempercayainya, namun beberapa orang percaya betul dengan kemampuan Erno yang mumpuni. Keahliannya dalam menangani berbagai hal serta harga kerja yang murah menjadikan jasa Erno semakin laris. Ia dapat membangun reputasi baik di Guild.
Reputasinya yang semakin meroket juga disebabkan sifat netralnya yang tidak berpihak ke dalam fraksi manapun di Guild. Meskipun latar belakangnya yang tidak jelas, para petualang dapat bersahabat baik semata karena Erno tak berpihak dengan fraksi manapun. Ia adalah satu dari beberapa orang yang independen di Guild dan yang terpenting, sifat kejujurannya. Beberapa petualang menghormatinya karena sifatnya itu dan menjulukinya dengan sebutan Si Pengembara Kesepian.
Erno merasa bahwa angin mulai meniup layar kapal di perjalanan hidupnya ini. Tapi ia tahu, angin ini menggiringnya menuju badai, bukan kejayaan.
Roda takdir tetap berputar.
ntap
Comment on chapter Fiveteen: Persona