Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Eternal Witch
MENU
About Us  

Tidak jauh dari barisan bukit yang dinamai Bukit Aliyun, serta berimpitan langsung dengan bibir laut yang luas serta tampak tak berujung, terletaklah sebuah kota kecil bernama Junier dengan kehidupan sederhananya yang ada, baik sepanjang hari yang dipenuhi dengan kesibukkan dari beragamnya aktivitas masyarakat, maupun gemerlap malam yang dihiasi dengan ribuan kerlap-kerlip batu lumos. Kota ini memiliki letak yang terpencil jika dibandingkan dengan kota yang lain di Kerajaan Myriadin, terletak amat ujung dan menjadi sahabat utama samudra. Namun kota ini tidak dianggap remeh atau tidak terbelakang, malahan kota ini dapat menjadi kota yang terbilang terpandang.

   Dari tepi Sungai Teirie, terlihat seorang remaja lelaki berlarian menyusuri tepian sungai dengan bertelanjang kaki. Ia menikmati dinginnya embun pagi hari yang menggelitik dan sedikit menyengat itu di telapak kakinya. Ia selalu menikmati momen ini, karena ia tahu bahwa nanti ia akan disibukkan dengan aktivitas kesehariannya.

   Remaja itu berhenti, menghirup udara pagi dingin dengan sekuat tenaga mengisi penuh paru-parunya hingga merasa dadanya kedinginan, lalu menghembuskannya dengan kuat pula. Kepulan uap air keluar dari lubang hidungnya. Ia mencoba meniup udara hingga kepulan uap air hangat itu meluncur halus dari mulutnya, mencoba menangkap kepulan itu dengan menangkupkan kedua belah tangannnya, yang hasilnya hanya sia belaka meskipun ia berhasil merasakan hangatnya kepulan itu. Tak berhenti sampai situ saja, ia menggosok-gosokkan tangannya, lalu menempelkannnya ke beberapa bagian tubuh yang lain guna berbagi hangat.

   Mata remaja itu menerawang jauh ke langit, mendapati bahwa tidak ada sinar kemerahanpun yang terlihat, tanda sang surya masih belum berani memamerkan wajahnya. Setelah mendongak, ia sekarang menunduk, menatapi aliran air Sungai Teirie yang tenang dan bening itu. Sekilas, ia mendapati pantulan sosok di seberang sana. Sosok itu memiliki rambut pendek berwarna coklat kemerahan, lengkap dengan sepasang iris yang senada warna, juga warna kulit kuning langsat yang membalut tulang dan daging di tubuhnya.

   “Hai, namaku Erno Orkney. Jika boleh tahu siapa nama—ah, sial. Itu terlalu buruk,” gusarnya sambil mengacak-acak rambutnya. Sial, bagaimana aku berbicara dengan gadis bila terus seperti ini?

   Erno mengulangi dialog serupa berulang kali dengan cerminannya itu. Ia menggunakan beragam dialog, namun semua dari mereka berakhir sama, sebuah gelengan keras dari Erno sendiri. Ia terlalu malu untuk mengakhiri tiap kalimat.

   Jika saja adiknya mengetahui kelakuannya yang memalukan ini, ia akan memalingkan wajahnya yang bersemu merah. Sempat, ia tertangkap basah berbicara seperti ini dengan sebuah cermin. Hasilnya, ia mendapat cacian dari adiknya itu. “Kakak narsis! Apakah seputusasakah kakak dalam mencuri hati gadis hingga jatuh hati dengan diri sendiri? Menjijikkan!“ begitulah cacian yang dilontarkan Florence Orkney pada kakaknya itu.

   Erno menghembuskan nafas kecil. Yah, jika ia membandingkan dirinya dengan adiknya yang jenius itu, ia bukanlah apa-apa. Gadis itu cantik dan cerdas. Itu terlihat dari sorot mata birunya yang diwarisi dari si ibu. Aura yang dipancarkan gadis itu jugalah berbeda dengan orang pada umumnya, menambah-nambah kesan wibawa yang juga ia warisi dari si ayah. Sementara Erno, ah, ia tidak diwarisi apapun, karena memang bukan darah daging dari keduanya.

   Sinar jingga menarik pandangan Erno dari lamunannya. Ia mendongak menyongsong Timur, mendapati bahwa Sang Surya perlahan bangkit dari cakrawala. Erno meregangkan otot-ototnya dimulai dari tangan, kaki, pinggang, dan seterusnya sambil menunggu panas matahari menghangatkannya. Setelah cukup pemanasan, Erno kembali berlari menyusuri Sungai Teirie untuk kembali ke rumahnya.

   Rumah Erno tidaklah berbatasan langsung dengan luasnya laut atau dibangun di atas tanah berpasir putih pantai, melainkan sedikit jauh dari pantai, lebih tepatnya terletak di salah satu bukit yang tidak terlalu tinggi. Siapapun yang tinggal di sana, mereka akan dihadapkan oleh dua pemandangan yang amat hebat. Di sisi Timur terdapat barisan Bukit Aliyun, yang di kaki bukitnya terdapat teduh dan rindangnya Hutan Magis Grende yang membentang luas, sementara di sisi Barat terdapat samudra biru yang nantinya akan menjadi kemerahan pada sore, dan menjadi biru gelap ketika malam.

   Belum sampai pada itu saja. Karena Erno tinggal di bukit, ia dapat melihat dengan jelas gugusan bintang yang menghiasi luasnya angkasa gelap. Mengagumkan dan indah, serta tentunya megah. Karena pemandangan seperti itu, Erno sering kali keluar pada larut malam atau sebelum fajar muncul hanya untuk mengamati konstelasi bintang, yang nantinya akan meredup dikalahkan oleh sinar mentari.

   Jalanan paving menanjak menuntun kaki Erno untuk kembali ke rumah. Rumah itu sudah terlihat di penghujung pandangannya. Itu sebuah rumah yang merangkap dengan toko alat-alat sihir dan berbagai macam bahan yang bersangkutan. Tepat di depan rumahnya, terdapat kedai yang dilengkapi dengan tenda serta dua meja yang dijajar apik. Di atas meja sudah tersusun berbagai macam barang dagangan yang sebagian sudah tertata dan sebagian lagi masih diarsiteki oleh seorang wanita.

   Wanita itu tak lain adalah ibunya sendiri. Ia bernama Morgausse Orkney. Wanita itu sudah berkepala empat, namun berkat ramuan khusus yang suaminya racik, ia dapat menjaga penampilan mudanya dengan amat baik. Bahkan banyak mata mengira bahwa Morgausse masih berumur dua puluh tahunan, padahal usianya sudah hampir separuh abad.

   Mata wanita yang biru itu menangkap sosok Erno. Morgausse memanggilnya, meminta bantuan untuk menyiapkan toko sebelum buka di jam operasionalnya. Erno dengan sigap membantu ibunya untuk merapikan kedai. Setelah lima belas menit membantu, ia beranjak masuk untuk menyiapkan dirinya dengan pergi ke tempatnya belajar.

   Di Kota Junier ini, hanya ada satu sekolah sihir yang setingkat dengan akademi menengah, tidak banyak yang bisa diharapkan dari kota terpencil ini. Itu sekolah yang dinilai sudah cukup dan merupakan standar di Myriadin.

   Sayangnya, Erno tidak diterima di sana. Ia tidak lulus dalam ujian masuk. Hal ini tentunya amat mengecewakan kedua orang tuanya, terutama ayahnya. Mengingat kejadian itu hanya mengganggu jalan pikirannya saja. Dengan keteguhan hati, ia akhirnya memilih untuk menjadi murid praktik dari seorang guru yang merupakan kenalan ayahnya sendiri.

   "Kesalahan macam apa yang kau lakukan hingga anak seorang Petinggi Asosiasi sepertimu tidak diterima di akademi sihir, huh?" tanya gurunya, yang saat itu Erno jawab hanya dengan tundukan dan membisu. "Baiklah jikalau tak menjawab. Tak apa. Namaku Enire, salam kenal! Aku harap kau dapat berkembang dalam bimbinganku!"

   Begitulah yang terjadi ketika Erno ditolak dari akademi, ia menjadi murid langsung seorang kenalan, yang pastinya kenalan itu tidaklah dapat dianggap remeh. Sejak saat itu hingga sekarang dan mungkin bertahun-tahun lagi, Erno akan belajar ilmu Alkemi dari ilmu yang Enire kucurkan.

   Suara derap kaki menyadarkan Erno dari lamunannya ketika menyantap sarapan pagi berupa rebusan daging sisa kemarin malam. Derap kaki itu awalnya terdengar di langit-langit ruang makan, lalu menjalar hingga ke tangga, dan lenyap karena redaman lantai. Erno tahu siapa yang turun. Itu adalah adiknya, Florence Orkney. Seperti biasa, gadis itu tampil menawan dan anggun. Erno menatap sejenak, lalu enggan melanjutkannya dan beranjak dari tempat duduknya.

   Hubungan mereka tidaklah terlalu akur. Bukan karena pertikaian normal antara kakak-beradik yang memang biasanya terjadi, tidak, bukan itu. Melainkan fakta bahwa keduanya bukanlah saudara sedarah, ditambah kejeniusan Florence yang tampak sejauh angkasa dan bumi. Erno juga menghapus mimpinya untuk menjadi seorang petualang atau seorang ilmuwan sihir karena kemampuannya yang tidak matang itu. Ia sekarang menjadi sosok pemurung.

   Keduanya memilih berangkat dari rumah setelah lima menit. Tidak ada perbincangan di antara mereka hingga mereka harus berpisah di perempatan jalan. Erno berjalan ke arah kanan, sementara Florence tetap berjalan lurus ke akademi sihir. Setelah beberapa langkah, Erno berhenti dan menoleh mengamati punggung Florence dari kejauhan. Ia tak bisa mengabaikan dorongannya menatap Florence, lalu dalam hatinya yang padam itu mendoakan kesuksesannya. Bagaimanapun pula, Florence tetaplah adiknya, dan sudah kewajibannya mendoakan dan mendukungnya.

   Erno kembali berjalan. Jalanan mulai ramai dengan aktivitas. Hal itu terlihat dari orang-orang yang memadati Pasar Leone. Di sana terdapat beragam barang yang ditawarkan. Mulai dari bahan makanan, batu lumos, bahkan barang bekas—yang sudah hampir menjadi rongsokan—juga dijual di sana. Erno melintasi lautan manusia dengan mudah.

   Setelah berjalan melalui Pasar Leone, ia sampai di distrik khusus tempat para peramu sihir hidup. Di sana terdapat jajaran rumah dengan gaya unik. Palang dari tunggul pohon berwarna hitam tampak berderet di sepanjang jalan. Erno berhenti di rumah dengan papan nama yang bertuliskan "Enire". Di sana, setelah mengetuk pintu tiga kali, ia masuk dengan menggeser pintu. Biasanya bau ramuan herbal langsung menyergap hidungnya seketika ia masuk. Namun, kali ini tidak, bau ramuan herbal seolah lenyap dari rumah Enire.

   "Guru, aku datang." Erno berjalan melintasi lorong tengah. Sekarang ia sampai di depan pintu ruang kerja gurunya, yang sering kali menjadi tempat eksperimen unik dan tempat berlatih mereka. Erno mengerutkan dahi, sedari tadi ia tidak mencium bau herbal khas. Ia sempat berpikir bahwa gurunya berhenti dari eksperimen. Tapi hei, ia ingat betul bahwa ia dan gurunya sedang dalam eksperimen yang penting.

   Erno meletakkan tangannya di gagang pintu, lalu menarik daun pintu. Derit pintu terdengar halus. Saat ia membukanya, ia tak menemukan siapapun di sana. Tumpukan kertas tampak berjajar rapi. Itu tidak seperti biasanya.

   "Kau datang terlambat, Erno." Erno menoleh cepat, terkejut mendapati bahwa Enire berada di sebelah pintu, bersandar di dinding dengan bersedekap. "Dilihat dari ekspresimu, kau tak menyangkaku disini, bukan? Baiklah akan aku jelaskan beberapa hal. Omong-omong, khusus untuk hari ini, kita ambil istirahat. Apa kau tidak kelelahan setelah melakukan percobaan dua hari kemarin?"

   Erno mengangguk patuh, "baiklah jika itu kehendak guru. Lagipula Guru benar, kita perlu istirahat hari ini."

   Enire mengangguk, pria itu lalu berjalan mendahului Erno, lalu keduanya duduk di salah satu kursi. Enire telah menyeduh teh dalam teko dan menuangkannya dalam dua cangkir dan menyuruh Erno untuk meminumnya.

   "Jadi, pasti ada alasan tersendiri guru memilih untuk beristirahat, bukan?" tanya Erno sembari meneguk teh.

   "Ini tentang hasil eksperimen kita kemarin. Kau masih ingat koin Myriad yang kita coba kemarin?" Erno jawab mengangguk, membiarkan Enire melanjutkan penjelasn, "hasil dari eksperimen kemarin adalah katalis sihir yang lebih kuat."

   "Katalis sihir?"

   "Iya, katalis sihir. Katalis yang dapat menyokong penggunanya untuk merapal sihir yang tingkatannya lebih tinggi. Seperti katalis pada umumnya, katalis sihir juga mengurangi energi aktivasi, meskipun katalis ini tidak terlalu efektif."

   Erno tidak bertanya terlalu banyak tentang eksperimen itu, ia tahu gurunya itu enggan dan terlihat lelah. Perbincangan keduanya dilanjutkan dengan diskusi-diskusi yang bersangkutan dengan eksperimen lainnya. Mereka kadang berdebat karena permasalah yang sepele. Hal itu menyenangkan. Itulah hiburan Erno di tengah kesehariannya yang lumayan suram ini. Meskipun ia tak mengenyam bangku akademi, tapi ia bersyukur dapat menjadi murid Enire.

   Hari-hari seperti itulah yang Erno rasakan dan dambakan. Saat itu, ia belum mengetahui takdir serta perjalanan hidup yang menantinya, sebuah kisah yang nantinya akan melegenda hingga dunia sendirilah yang mematri namanya dalam batu nisan keabadian.

                                                                                                             ***

Erno tersenyum getir tiap mengingat beberapa reka adegan yang mengubah jalur hidup serta menuai tanda tanya besar di hatinya.

   Hari itu terjadi dua bulan yang lalu, ketika hasil tes akademi sihir keluar. Erno merasa yakin dengan kemampuan dan persiapannya. Ia bahkan jauh-jauh hari sudah menguasai beragam teori serta tambahan hipotesis-hipotesis dari puluhan kertas jurnal papirus kuning. Tak tanggung-tanggung pula, ia juga melatih dirinya dalam membuat ramuan-ramuan dasar seperti salep penyembuh dari gerusan tanaman Loer atau racun pelemah dari daun tumbuhan yang sama, hanya berbeda metode peracikannya. Ia yakin sekali dengan kemampuan itu.

   Motivasi besar yang mendorong dirinya sampai seperti itu adalah bayangan dari punggung ayahnya yang hebat. Dari kecil, ia dan Florence selalu mengagumi ayahnya. Tidak hanya sifatnya yang penyayang, pria itu juga cerdas dan bila ditilik dari sorot mata hitamnya, ia adalah orang yang dapat tenang bahkan dalam keadaan hidup matipun. Mata yang dapat dingin dan panas dalam satu waktu.

   Erno ingat betul suatu waktu ketika ia berumur lima tahun, ayahnya membawa empat miniatur catur. Satu adalah kuda yang berdiri gagah dengan kedua kaki belakangnya, lengkap dengan ksatria penunggang dengan pedang teracung tinggi menuju angkasa, selaiknya ksatria sungguhan yang menggiring pasukannya menuju medan pertempuran. Patung miniatur ksatria ini diberikan pada Erno.

   Sementara patung yang lain diberikan pada Florence. Patung yang Florence dapatkan adalah minaitur dari bishop. Seperti namanya, patung miniatur itu memperlihatkan seorang biarawati yang sedang berdoa penuh dengan tongkatnya. Melambangkan keteguhan hati, ketenangan jiwa dan juga menunjukkan rasa cinta. Cocok sekali untuk Florence yang kepribadiannya tidaklah jauh seperti itu.

   Sementara Loth dan Morgausse punya patung tersendiri, yaitu miniatur Kaisar dan Permaisuri. Keduanya tampak agung dan anggun, cocok dan serasi. Patung-patung itu dipajang di lemari etalase ruang keluarga, mengilap berkat bahan berupa berlian murni, juga dihiasi beberapa batu murni mahal yang mungkin kalian tak kan sanggup membelinya dengan bertahun-tahun tabungan kalian.

   Erno dan Florence saat itu tahu bahwa harga sebiji berlian amatlah mahal. Maka, keduanya bertanya, “bukankah hadiah ini terlalu mahal?”

   Loth tersenyum tipis mendengar pertanyaan itu. “Sebesar itulah aku menyayangi kalian.”

   Jawaban sederhana itu membuat keduanya terpana. Mata mereka bersinar melihat hebatnya ayah mereka. Tentunya, jawaban sederhana itu tak memuaskan rasa ingin tahu keduanya. Mereka makin mendesak dan merajuk ingin tahu bagaimana cara ayah mereka mendapat patung miniatur berlian itu.

   “Caranya adalah dengan Alkimia.” Jawab Loth singkat. Mata teduh dengan intonasi suara halusnya itu langsung menenangkan keduanya, membuat mereka bungkam seribu kata, hanya untuk kembali menanyakan hal yang lain seperi ‘apa itu Alkimia?’

   Kejadian ini adalah ingatannya ketika berumur lima tahun, sudah sepuluh tahun silam. Sekarang, itu hanyalah satu dari kenangan manis, di tengah pahitnya hidup.

   Sekarang, Erno tak ubahnya seorang Ksatria yang kehilangan pedangnya—tidak, ia memang dari awal sudah menyadari bahwa ia tidak punya pedang seperti Ksatria. Ia hanyalah manusia biasa, tidak lebih dan tidak kurang. Ia memang memiliki semangat yang tinggi, namun apa gunanya semangat yang tinggi dengan kerja keras tak henti jika hasil akhirnya adalah kegagalan?

   Hal ini baru Erno sadari ketika hasil tes masuk di Akademi Sihir Junier keluar dua bulan lalu. Kejadian yang bahkan mampu mengubah senyum tulusnya mengerut, mengeraskan hatinya, mengencangkan raut wajah pemurahnya. Jika Erno yang suka bekerja keras selama ini mengira bahwa “usaha tak akan mengkhianati hasil”, maka Erno terlalu naif dan bodoh bahwa masih ada faktor utama lain yang amat berpengaruh dalam dunia ini.

   Faktor ini kita namakan bakat. Itulah yang tidak Erno miliki. Ia tidak memiliki sedikitpun afinitas pada elemen sihir manapun. Masyarakat menyebut orang semacam Erno dengan sebutan Akromatik yang artinya tanpa warna. Warna amatlah memengaruhi aliran sihir yang akan seorang kuasai. Semisal, orang yang memiliki warna merah akan dapat menguasai elemen api dengan amat cepat, juga dapat menguasai tingkatan sihir dengan basis api lebih tinggi. Semakin tinggi tingkatannya, semakin tinggi pula afinitas sihir yang diperlukan.

   Jika kita lihat sekilas, afinitas sihir terlihat dominan pada sihir tipe menyerang. Namun, nyatanya tidak. Tiap bidang sihir yang lain juga memiliki afinitas sihir semacam itu. Contoh lain di bidang Alkemi, setidaknya seseorang memiliki sedikit warna hijau yang menyimbolkan alam atau warna perak yang menyimbolkan logam. Dengan afinitas seperti itu, meskipun hanya sedikit, seseorang dapat menggunakan sihir Alkemi walaupun terbatas sampai tingkat dua atau tiga.

   Ada beberapa orang berkata bahwa afinitas dapat dikembangkan. Namun, Erno meragukan ucapan semacam itu. Jika memang benar afinitas dapat dikembangkan, maka seharusnya tidak ada akromatik di dunia ini. Ucapan itu hanyalah omong kosong belaka, dibuat oleh orang akromatik untuk menghibur sesamanya dari kejamnya kenyataan. Tidak lebih dan tidak kurang.

   Erno tidak berbakat. Ia sadar dan menerima takdir itu. Ia juga menerima kenyataan bahwa adiknya yang selisih dua tahun dapat lolos dengan nilai mengagumkan. Bahkan, Florence memiliki afinitas langka yang dinamai Rainbow. Seperti namanya, sifat warna yang ditunjukkan oleh Rainbow adalah tujuh warna dasar hidup, dari merah terang yang melambangkan semangat dan cinta, hingga ungu gelap yang melambangkan kematian. Seorang Rainbow dapat melakukan  segala jenis sihir tanpa kecuali. Ditambah lagi, sifat dari Rainbow adalah gradasi, yaitu mengombinasikan warna untuk melakukan teknik sihir tingkat tinggi bahkan menciptakan mantra orsinal.

   Florence digadang-gadang menjadi Petinggi Asosiasi Sihir seperti ayahnya. Dielu-elukan. Sementara Erno bahkan tidak tahu apa yang akan menunggunya di masa depan. Ia tidak diharapkan oleh siapapun. Terombang-ambing tanpa arah, tujuan, maupun batas. Selaiknya kosongnya langit, hamparnya lautan luas, dan gelapnya malam.

   Ia tidak tahu dan tidak akan pernah tahu rahasia yang dunia simpan.

   Yang ia tahu, ia bukanlah anak kandung dari pasangan Loth dan Morgausse. Dan itu cukup untuk menjawab mengapa ia tidak diberkahi bakat seperti Florence atau penampilan fisik secuil apapun dari kedua orang tuanya. Jawaban itu menyakitinya, tetapi cukup untuk semakin mengeraskan hatinya. Butuh satu malam penuh untuk menenangkan dirinya, karena ia tahu bahwa esok paginya ia akan hidup sebagai sedia kala, tidak akan memikirkan masa lampau yang menyakitkan atau masa depan yang bahkan tak terjamin. Tidak akan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • haruray

    ntap

    Comment on chapter Fiveteen: Persona
  • KurniaRamdan39

    @Ardhio_Prantoko Thanks Mas Ardhio atas semangatnya!

    Comment on chapter Fourteen: Retribution
  • Ardhio_Prantoko

    Aku sih YES sama cerita ini. Alurnya kompleks dan terarah. Implementasi figur tokohnya aku suka. Ditunggu kelanjutannya. Respect for writer

    Comment on chapter Fourteen: Retribution
Similar Tags
Army of Angels: The Dark Side
34889      6006     25     
Fantasy
Genre : Adventure, Romance, Fantasy, War, kingdom, action, magic. ~Sinopsis ~ Takdir. Sebuah kata yang menyiratkan sesuatu yang sudah ditentukan. Namun, apa yang sebenarnya kata ''Takdir'' itu inginkan denganku? Karir militer yang telah susah payah ku rajut sepotong demi sepotong hancur karena sebuah takdir bernama "kematian" Dikehidupan keduaku pun takdir kembali mempermai...
The Last Mission
614      374     12     
Action
14 tahun yang silam, terjadi suatu insiden yang mengerikan. Suatu insiden ledakan bahan kimia berskala besar yang bersumber dari laboratorium penelitian. Ada dua korban jiwa yang tewas akibat dari insiden tersebut. Mereka adalah sepasang suami istri yang bekerja sebagai peneliti di lokasi kejadian. Mereka berdua meninggalkan seorang anak yang masih balita. Seorang balita laki-laki yang ditemuka...
Terulang dan Mengubah
482      351     3     
Short Story
Seorang pekerja terbangun dan mengalami kejadian yang terulang-ulang. Bagaimanakah nasibnya?
Stuck in the Labyrinth
5836      1586     4     
Fantasy
“Jay, Aku kesal! mengapa ayah tak pernah bilang padaku tentang hal itu? Setidaknya sebelum dia menghilang, dia memberi tahu ibu kemana dia akan pergi. Setahun lamanya aku menunggu kedatangannya, dan aku malah menemuinya di tempat yang sangat asing ini bagiku, aku tidak habis pikir Jay...” suara tangisnya memecah suasana pada malam hari itu. Langit menjadi saksi bisu pada malam itu. Jay menger...
Reality Record
3022      1048     0     
Fantasy
Surga dan neraka hanyalah kebohongan yang diciptakan manusia terdahulu. Mereka tahu betul bahwa setelah manusia meninggal, jiwanya tidak akan pergi kemana-mana. Hanya menetap di dunia ini selamanya. Namun, kebohongan tersebut membuat manusia berharap dan memiliki sebuah tujuan hidup yang baik maupun buruk. Erno bukanlah salah satu dari mereka. Erno mengetahui kebenaran mengenai tujuan akhir ma...
BALTIC (Lost in Adventure)
4620      1531     9     
Romance
Traveling ke Eropa bagian Barat? Itu bukan lagi keinginan Sava yang belum terwujud. Mendapatkan beasiswa dan berhasil kuliah master di London? Itu keinginan Sava yang sudah menjadi kenyataan. Memiliki keluarga yang sangat menyanyanginya? Jangan ditanya, dia sudah dapatkan itu sejak kecil. Di usianya ke 25 tahun, ada dua keinginannya yang belum terkabul. 1. Menjelajah negara - negara Balti...
Lady Cyber (Sang Pengintai)
2462      964     8     
Mystery
Setiap manusia, pasti memiliki masa lalu. Entah itu indah, atau pun suram. Seperti dalam kisah Lady Cyber ini. Mengisahkan tentang seorang wanita bernama Rere Sitagari, yang berjuang demi menghapus masa lalunya yang suram. Dibalut misteri, romansa, dan ketegangan dalam pencarian para pembantai keluarganya. Setingan hanya sekedar fiksi belaka. Jika ada kesamaan nama, peristiwa, karakter, atau s...
Night Stalkers (Segera Terbit)
671      545     4     
Horror
Ketika kematian misterius mulai menghantui sekolah di desa terpencil, Askara dan teman-temannya terjebak dalam serangkaian kejadian yang semakin tak masuk akal. Dimulai dari Anita, sahabat mereka yang tiba-tiba meninggal setelah mengalami kejang aneh, hingga Ifal yang jatuh pingsan dengan kondisi serupa. Mitos tentang kutukan mulai beredar, membuat ketakutan merajalela. Namun, Askara tidak per...
Gino The Magic Box
4251      1313     1     
Fantasy
Ayu Extreme, seorang mahasiswi tingkat akhir di Kampus Extreme, yang mendapat predikat sebagai penyihir terendah. Karena setiap kali menggunakan sihir ia tidak bisa mengontrolnya. Hingga ia hampir lulus, ia juga tidak bisa menggunakan senjata sihir. Suatu ketika, pulang dari kampus, ia bertemu sosok pemuda tampan misterius yang memberikan sesuatu padanya berupa kotak kusam. Tidak disangka, bahwa ...
the invisible prince
1560      848     7     
Short Story
menjadi manusia memang hal yang paling didambakan bagi setiap makhluk . Itupun yang aku rasakan, sama seperti manusia serigala yang dapat berevolusi menjadi warewolf, vampir yang tiba-tiba bisa hidup dengan manusia, dan baru-baru ini masih hangat dibicarakan adalah manusia harimau .Lalu apa lagi ? adakah makhluk lain selain mereka ? Lantas aku ini disebut apa ?