Orang bijak pernah bilang: “Karunia dan kutukan itu hanya dua sisi koin yang berbeda.” Begitulah yang terjadi di dunia ini. Suatu fakta yang pahit bahwa penyihir—mereka yang diberkati dengan sihir diburu. Hanya karena satu kata dan rumor, namun dapat mengguncang dunia hingga mengubah tatanan dalam masyarakat.
Umat manusia—mari kita sebut kata ini guna merujuk semua ras humanoid yang hidup—adalah makhluk yang baik sekaligus keji; juga terhormat sekaligus hina. Tidak peduli ia berasal dari ras manusia, ras elf, ras dwarf, ras half-elf, ras half-beast, atau apapun itu, mereka masih memiliki kegelapan di hatinya. Umat manusia dipanggil seperti itu karena bahan yang merekonstruksi jiwa mereka. Di lubuk hati mereka, terdapat sinar seterang malaikat, namun juga dosa segelap iblis. Umat manusia memiliki kedua-duanya. Mereka bisa memilih menjadi sebaik malaikat atau sekejam iblis.
Tapi tetap saja, kawan pembaca sekalian, Dewa dan Dewi tetaplah menyayangi anak-anak mereka. Mereka menyayanginya sama sesuai dengan kebutuhan juga peran mereka. Alhasil, ada yang kita panggil si baik dan ada yang kita panggil si jahat. Di tiap cerita, kita sering mendengar hal semacam itu bukan?
Tapi mari kita tapak tilas sejenak. Apakah si jahat memang berperilaku jahat dan si baik memang berperilaku baik? Jawabannya tidak, kawan. Kita sebagai umat manusia tidak bisa menilai seperti itu; penilai mutlak hanyalah Dewa dan Dewi saja! Sering kita baca dalam buku sejarah dan cerita legenda bahwa “kebaikan selalu menang melawan kejahatan” dan kita takjub dengan karakter dalam cerita itu hingga sekali-kali berangan menjadi salah seorang dari mereka.
Hei, ayolah. Dunia tidak semudah “hitam dan putih”, kawan. Kuberi kalian ungkapan bijak dari orang lain: “Sejarah ditulis oleh para pemenang.” Tidak peduli pemenang itu baik atau jahat, sang pemenanglah yang berkuasa. Jadi, apa kalian mengerti? Tidak ada namanya kebaikan atau kejahatan, adanya kepentingan yang mendorong hati manusia untuk bertingkah dan berperilaku. Simpan pertanyaan Anda, saya tidak
Baiklah, kita kembali ke topik utama sebelumnya: penyihir. Penyihir, seperti yang kita tahu adalah orang yang menggunakan sihir. Sama seperti pendeta. Bedanya, penyihir tidak berhubungan dengan kuil penyembahan sementara pendeta berhubungan langsung. Kedua-duanya sama-sama diberkati, namun hanya beda Dewi yang memberkati mereka.
Sialnya, sebuah rumor tersebar dan berkata bahwa: “Para penyihir bukan diberkati, melainkan dikutuk! Jika dibiarkan hidup, mereka hanya membawa bencana ke muka bumi ini!” Dan dari situlah perburuan penyihir dimulai dari kota ke kota, membasmi siapapun yang terikat dengan penyihir tak peduli siapapun. Bahkan, anak kecil yang tak tahu apapun tentang profesi ayah ibunya dibantai dan dibakar hidup-hidup.
Dari lautan darah dan mayat itu, ada gadis yang berhasil melaluinya dengan selamat. Itu gadis muda, namun kesedihan, amarah, dan dendam membuatnya terlihat lebih dewasa beberapa tahun. Dengan tangan bergetar memegang busur dan panah, ia melawan dan membalaskan dendamnya.
Nah, sekarang kutanya. Siapa si baik dan si jahat di cerita itu? Apakah para pemburu itu dapat dikatakan si baik karena membunuh penyihir tanpa pandang bulu demi menjaga kesejahteraan manusia yang lain? Apakah gadis cilik itu dapat dikatakan si jahat karena dia keturunan penyihir yang membalaskan dendam karena pada dasarnya ia tak mengerti apa-apa? Sekali lagi, simpan jawaban itu di pikiran kalian.
Kejadian itu sudah terjadi ratusan tahun lalu hingga tidak ada dari keduanya yang menulis sejarah. Umat manusia melupakannya, melupakan dosa dan pembelaan atas nama keselamatannya juga kaum penyihir melupakan dendam lama itu. Lagipula, dunia sudah berubah. Penyihir sudah diterima di masyarakat meskipun mengesampingkan sejarah yang sudah kabur itu.
Baiklah. Ini hanya pembuka dari cerita—aku tidak pintar memilih kata untuk membuka cerita. Aku hanya memberikan pandanganku sejenak pada kalian di sana, siapapun yang membaca manuskrip ini. Alasanku menulis manuskrip ini adalah sebagai penghormatan pada orang yang kusayangi, juga sebagai bukti pada generasi yang nantinya dan kuharap jadi legenda.... yang tak pernah surut oleh arus waktu.....
Tertanda
Si Trenggiling
ntap
Comment on chapter Fiveteen: Persona