Jam delapan pagi, selepas sarapan. Aku serta Panji bersiap menuju kampus teknik di wilayah Kuala Lumpur, tanpa diantar oleh Nouna. Sebab kesibukan di bank milik ayahnya, sehingga tidak bisa meluangkan waktu.
Dengan menaiki bus dari Selangor, sesuai arahan dari Nouna. Aku dan Panji berbaur dengan wajah-wajah beragam etnis, yang sibuk dengan dunianya masing-masing. Melalui jalur cepat Kuala Lumpur, kemudian berbelok ke arah Klang dan Batang Sahari. Perjalanan kami disuguhkan pemandangan pantai serta gedung-gedung bertingkat yang ramai dengan aktivitas pagi.
Tidak membutuhkan waktu lama, untukku serta Panji menuju kampus teknik. Setelah sekitar satu jam perjalanan, akhirnya kami pun sampai di gerbang kampus Universitas Teknik Malaysia. Setelah bertanya kepada seorang petugas keamanan, yang berdiri di depan gerbang. Kami di antar ke sebuah ruangan, di mana Pak Ali Muhalim sedang duduk di depan meja yang dilengkapi sebuah komputer dan beberapa berkas di hadapannya.
“Assalamu’alaikum, Pak Cik. Ada dua mahasiswa dari Indonesia ingin bertemu dengan Pak Cik,” sapa petugas keamanan yang mengantar.
“Wa’alaikumsalam. Ouh ... iya, minte mereka masuk. Sudah nak tunggu kedatangan mereka.” Pak Ali hanya menoleh sebentar ke arah petugas tadi, kemudian kembali asyik dengan komputernya.
“Assalamu’alaikum. Maaf jika kedatangan saye dan Panji mengganggu aktivitinya, [1]Cikgu,” sapaku di ikuti Panji, saat berada di hadapan Pak Ali.
Seorang pria paruh baya yang mengenakan seragam putih dan di bagian depan dada sebelah kanan, tertulis nama ‘DR. ALI MUHALIM M.Kom’ usia sekitar empat puluh tahunan, dengan mengenakan kacamata di wajahnya yang terlihat mulai menua.
“Wa’alaikumsalam. Silakan duduk. Ape yang nak bisa saye bantu, dengan maksud kedatangan korang kemari?” sapa Pak Ali, menghentikan aktivitasnya di depan komputer menatap lekat ke arahku serta Panji yang berdiri di hadapannya
Aku dan Panji pun duduk di hadapan mejanya, dengan perasaan harap cemas.
“Begini, Cikgu. Saye Satria, dan ini kawan saye bernama Panji. Kami diminta menemui Cikgu oleh seorang dosen dari Indonesia, bernama Pak Agus Prawira. Ini surat yang beliau amanatkan untuk diserahkan kepada Cikgu di sini,” ungkapku seraya menyerahkan sebuah amplop putih berisi surat pengantar dari Pak Agus.
“Ouh ..., Insinyur Agus Prawira, keh? Ya—ya. Saye mengenalnya, dan sudah saya tunggu kedatangan korang di sini. Bagaimana, cam ape yang nak saye lakukan gune maksud kedatangan kalian ni?” jawab Pak Ali setelah menerima surat dari tanganku, kemudian membuka dan membaca isinya.
“Hmm ... korang dapat tugas dari Pak Agus, guna menyempurnakan sebuah program, keh? Baiklah. Mari kita ke bilik komputer. Di sana saye nak uji, apa yang kalian bawa tuh,” tambah Pak Ali setelah memahami isi surat, seraya berdiri dan mengajakku serta Panji mengikutinya ke sebuah ruangan bertuliskan ‘Bilik Komputer’.
Aku dan Panji tidak banyak bertanya. Hanya mengikuti setiap saran yang Pak Ali berikan.
“Mesti mulai dari mana, Cikgu? Apa yang mesti kami perbaiki dalam program ini?” tanyaku, setelah membuka dan memperlihatkan apa yang ada di dalam program My Bank.
“Mmm ... begini, Satria. Sebelum berlanjut ke program yang kau buat. Apa yang kau tahui tentang bahasa pemrograman, tuh?” tanya Pak Ali, tanpa menoleh ke arahku. Hanya tangannya yang mulai keriput mengutak atik keyboard komputer dengan lincah.
“Bahasa pemrograman yang saye pahami yaitu, di mana rangkaian sebuah bahasa logika yang menghubungkan sebuah instruksi standar, untuk memerintahkan komputer agar menjalankan suatu sistem fungsi tertentu. Merupakan suatu himpunan dari aturan sintaks dan semantik yang dipakai untuk mendefinisikan sebuah program.” Aku coba menjawab apa yang Pak Ali minta, sepengetahuanku selama ini dalam membuat sebuah program.
“Hmm ... secara umum, kau paham tentang sebuah rancangan, ye? Namun, ada beberapa hal yang mesti kau pegang dalam membuat sebuah rancangan web di sini, Satria.” Pak Ali menghela napas sebentar.
“Boleh saya ketahui apa saja, Cikgu?” tanyaku penasaran.
“Begini.” Pak Ali diam sejenak, seraya memerhatikanku serta Panji di hadapannya.
“Dalam pembuatan sebuah program, apa lagi yang terhubung dengan jaringan internet. Satu yang mesti kau paham, yaitu sistem GPS. Apa guna, tuh? Ketika kau pakai sebuah program di jaringan internet, ada satu sistem pendeteksi lokasi yang sudah sangat lama digunakan oleh pakar IT di dunia. Melihat letak keberadaan di mana kau guna progam tersebut, dan ini yang menjadi persoalan dari program yang kau buat tu, Satria,” jelas Pak Ali, dengan tegas.
“Melacak keberadaan si pemakai aplikasi, keh?” tanyaku.
“Tepat!”
Aku pun mencoba memahami apa yang tadi Pak Ali jelaskan. Sementara beliau, masih berkutat dengan isi laptop.
“Kau tahu, sebuah bahasa pemrograman Delphi, Satria?” Pertanyaan Pak Ali kali ini, sempat membuatku teringat sebuah buku yang pernah kubaca.
“Ya, Cikgu. Saya sedikit mengetahui, apa itu program Delphi.”
“Bahasa program Delphi, berbeda dengan Visual FoxPro, Visual C, Pascal, Basic, bahkan Assembly, Satria. Memang termasuk kedalam kelompok bahasa pemrograman Object Oriented Language. Namun, ada sedikit perbedaan dari bahasa pemrograman Delphi ini. Kau tahu apa itu?”
“Tak tahu, Cikgu.”
“Dalam bahasa pemrograman Delphi. Kau dituntut untuk membuat sebuah bagan, di mana rangkaiannya terhubung dengan sebuah lokasi GPS internet atau pun sistem pembuat program. Jika kau paham bahasa tu, maka dunia bisa ada dalam genggamanmu, Satria. Kenapa? Sebab di era globalisasi macam sekarang ini, seluruh sistem dunia menggunakan jaringan internet. Dan jike kau paham cara pembuatan programnya. Maka kau bisa kuasai dunia dengan program ciptaanmu itu, Satria.”
Penjelasan Pak Ali benar-benar membuatku terkejut. Begitu juga Panji, yang sedari tadi hanya diam memerhatikan gaya bicaranya.
“Jadi, apa yang mesti saye lakukan untuk menyempurnakannya, Cikgu?” tanyaku, penasaran.
“Kau pelajari bahasa Delphi tu, dan buat rancanganmu sempurna. Saye lihat, ada sebuah potensi luar biasa dari apa yang kau buat tuh, Satria. Bahkan untuk ukuran seorang pemude yang masih butuh arahan, kau tampak mampu untuk membuatnya. Percayalah, ada sebuah harapan besar yang bisa kau beri untuk dunia ini, Satria.”
Perkataan Pak Ali kali ini, penuh misterius. Membuatku sedikit termenung ke dalam sebuah rangkaian bahasa program yang beliau maksud.
“Untuk materi awal. Cuba kau pelajari tentang bahasa program Delphi tuh, Satria. Cari letak sistem GPS, dari programmu. Tambah dengan sistem manipulasi. Agar di saat selesai dan kita uji dengan sistem dua arah, tak bisa diketahui posisimu ketika guna program tuh. Kau yang pegang programnya, sementara saye nak pantau menggunakan jaringan internet. Saye nak tunggu hasilnya esok, di sini. Paham?” jelas Pak Ali kembali, membuatku berpikir dengan sistem program My Bank yang berada di hadapanku.
“Kalau tak salah, saye ada aplikasi programnye, Cikgu. Cuba saye nak pahami, dan menyempurnakannya sekarang, boleh?” pintaku, berharap diberikan waktu oleh Pak Ali.
“Boleh. Namun mesti hati-hati, Satria. Saye dengar, programmu kemarin bermasalah di negaramu tuh. Jadi, korang mesti jeli saat guna jaringan internetnya, ye? Bisa jadi, keberadaanmu sekarang sedang dipantau oleh beberapa agen yang menangani kasus korang nih. Paham? Saye nak balik ke bilik saye sejenak. Tiga jam cukup keh, nak buat program tuh sempurna?”
“Insya Allah, Cikgu.” Mendengar ucapan Pak Ali tadi, membuat aku dan Panji saling bersitatap mengingat kejadian di saat kami baru tiba di bandara. Satu kesalahan yang Panji lakukan saat di bandara, berakibat fatal dengan tujuan awal menemui dosen yang jenius ini. Namun untuk memperbaiki situasinya, aku mesti merubah sistem My Bank dari radar GPS. Merasa mendapat ijin dari Pak Ali, aku serta Panji segera berkutat dengan program My Bank sesuai perintah yang beliau arahkan. Beberapa sistem bahasa program, kembali kurubah sedikit demi sedikit dengan hitungan bahasa biner dan liner yang ada dalam aturan software-nya.
*****
[1] Cikgu: Guru / dosen.
NB:
Terima kasih untuk yang sudah mampir di episode ini. Bila berkenan, ditunggu ulasan, saran, masukan, juga kritikannya.
Agar cerita ini lebih baik lagi.
Selamat membaca, dan sukses selalu. ")
@Ardhio_Prantoko Wih ... terima kasih, Mas Dhim. Alhamdulillah karya ini sudah terbit, tinggal nunggu lounching saja, nih. Hehehe
Comment on chapter Info Novel IMPIANKU