Episode 6
Perjalanan menuju Malaysia, hanya membutuhkan waktu sekitar dua jam. Selama di dalam pesawat, aku menikmati alunan musik dari alat MP3 player seraya memandang ke luar jendela. Membayangkan pertemuan dengan Nouna, si gadis yang telah mencuri separuh hidupku. Sementara Panji, tampak tertidur pulas karena mabuk udara setelah lepas landas tadi.
Tidak bisa terbayangkan dan hanya bisa menerka apa yang terjadi, atas apa yang dilakukan Panji sewaktu di bandara tadi. Apakah akan ada petugas yang menghentikan kami, saat turun dari pesawat nanti? Sepertinya, akan menjadi hari yang sangat melelahkan.
Sementara itu, di ruangan ber-Ac. Kembali Sersan Basyir dikejutkan oleh perkataan salah satu anak buahnya, yang sedang mengamati pergerakanku dengan Panji selam ini—kita kembali bercerita tentang Sersan Basyir.
“Pak, ada sebuah transaksi gelap yang sedang mencuri berbagai dana nasabah perbankan! Sepertinya, sebuah program baru saja meretas sistem perbankan yang selama ini kita curigai.”
“Benarkah? Di mana posisi mereka sekarang?” sergah Sersan Basyir, bangkit dari tempat duduknya seraya melihat layar monitor di mana sebuah program menunjukkan aktivitas transfer data keuangan.
“Mmm ... di bandara Soetta, Pak. Baru saja terjadi proses transfernya, terdeteksi lewat jalur WiFi di sana!”
“Sial! Kita kecolongan!” maki Sersan Basyir, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi di depan matanya. “Serda Amir! Ikut saya ke bandara, sekarang! Kita cegah mereka sebelum kabur!” sambungnya, bergegas meninggalkan ruangan yang diikuti oleh Serda Amir. Tidak lama kemudian, mereka meluncur cepat dengan menggunakan mobil sedan warna hitam bermerk Jazz. Meski kemacetan kota Jakarta, menjadi penghalang.
Satu jam berlalu. Sebuah mobil sedan warna hitam, tampak berhenti sembarangan di depan pintu masuk bandara. Dua pria berjaket hitam, terlihat keluar dari mobil tersebut dengan tergesa. Namun segera dihadang oleh dua petugas berseragam keamanan bandara, yang tidak jauh dari pintu masuk.
“Berhenti! Harap mobilnya diparkir sesuai tempatnya!” seru salah satu petugas keamanan bandara, yang berbadan tinggi tegap dengan tegas.
“Kami dari pihak kepolisian! Ada dua pemuda yang ditengarai sebagai agen teroris, yang hendak kabur melalui bandara! Ini tanda pengenal kami, harap kalian membantu kinerja kami! Segera, sebelum mereka berhasil kabur!” teriak Sersan Basyir, seraya menunjukkan kartu pengenal kepada dua petugas keamanan yang tadi mencegahnya.
“Ouh ... dari pihak kepolisian ya, Pak? Baik, kami siap membantu!” sergah salah satu petugas keamanan tadi, seraya membuka pintu bandara diikuti Sersan Basyir dan Serda Amir di belakangnya.
“Ke mana tujuan mereka, Pak?” tanya petugas keamanan yang membantu Sersan Basyir tadi. Sedangkan situasi bandara saat itu, sangat ramai oleh hilir mudik para penumpang. Beberapa di antaranya, melihat ke arah mereka dengan rasa penasaran.
“Kalau tidak salah ... ke, Malaysia!” tegas Sersan Basyir, seraya meneliti ratusan penumpang yang membaur di dalam bandara.
“Kalau ke Malaysia, ada di terminal tiga, Pak! Tapi sepertinya, akan sulit sekali menemukan mereka di antara ratusan penumpang! Apa baiknya, kita lihat melalui pantauan kamera CCTV yang berada di ruang informasi, Pak?” saran petugas keamanan tadi, seraya menunjukkan ruang informasi yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
“Saran yang bagus! Ayo kita lihat rekaman CCTV-nya. Semoga mereka masih berada di sini!” tegas Sersan Basyir mengikuti langkah petugas keamanan bandara, yang telah berjalan lebih dahulu menuju ruang informasi.
Di dalam ruangan yang terdapat puluhan pasang layar monitor, dan tersambung dengan beberapa kamera CCTV bandara. Di mana menunjukkan setiap sudut area di dalamnya. Mulai dari pintu depan, toilet, ruang tunggu, ruang chek-in, ruang imigrasi, dan ruang boarding penumpang. Semuanya diteliti dengan panuh harap oleh Sersan Basyir.
“Kalau pesawat yang menuju ke Malaysia, sudah take off dari satu jam yang lalu, Pak. Kemungkinan juga sampai di Malaysia, sekitar satu jam lagi. Sepertinya, kalau masih berada di dalam bandara, tidak mungkin, Pak.” Salah seorang petugas informasi, membeberakan waktu keberangkatan pesawat menuju Malaysia, sebelum Sersan Basyir sampai di bandara karena terhalang macet dalam perjalanan tadi.
“Sial! Kita kehilangan buruan kita, Serda Amir! Sepertinya, mereka sudah berhasil kabur dari sini!” seru Sersan Basyir, patah semangat.
“Bisa kita lihat, rekaman sebelum pesawat take off, Pak? Untuk memastikan,” pinta Sersan Basyir, kepada petugas informasi berseragam putih celan hitam yang sedang meneliti beberapa rekaman kamera di hadapannya.
“Bisa, Pak. Sebentar, saya putar rekaman di area terminal tiga, ya?” Petugas informasi tadi kemudian terlihat mengutak-atik perangkat CCTV, mencoba menelusuri permintaan dari Sersan Basyir.
“Ini foto salah satu dari mereka. Pastikan jika ada wajah yang sesuai,” pinta Sersan Basyir kembali, seraya memperlihatkan foto yang tiada lain adalah wajahku dan Panji kepada petugas informasi tadi.
“Baik, Pak.”
Cukup lama petugas informasi, meneliti berbagai rekaman yang tertangkap kamera. Semakin lama ditelusuir, akhirnya mendapatkan beberapa situasi di mana wajah Panji terdeteksi di dalamnya. Sementara aku, terlihat sedang mengurus kelengkapan perjalanan kami dengan para petugas bandara.
Pertama saat Panji ke toilet, hanya tertutup karena ia menundukkan wajahnya. Kedua di ruang tunggu, dalam posisi menyamping saat aku terlihat sibuk dengan tas yang kubawa. Ketiga di tempat chek-in, meski tertutup sedikit oleh beberapa penumpang di hadapan Panji. Terdapat gambaran wajah yang sedikit jelas, saat berada di ruang imigrasi namun terhalang oleh petugasnya. Serta satu lagi di lorong kabin pesawat. Di situ terlihat jelas wajah Panji menoleh ke arah kamera, yang seolah memberikan sebuah tanda dengan gerakan seperti memberi hormat menggunakan dua jari diselingi seutas senyum misteriusnya.
“Sial! Mereka berhasil kabur!” maki Sersan Basyir, dengan rasa kesal seakan menyumpahi kebodohannya memantau aku dan Panji selama ini. “Di situ rupanya kau beraksi, Panji! Aku tahu punggung itu, meski tampak tertutup. Tapi aksimu kuketahui di situ. Ya ... di situ, kau meretas sistem perbankan dengan program baru itu. Sial!”
Dengan wajah yang terlihat lesu. Sersan Basyir terus menggerutu, saat melihat sebuah rekaman ketika Panji menggunakan laptop di sebuah ruang tunggu yang tanpa kuketahui, ia sedang mengerjakan tugas pengujian program My Bank, beberapa menit sebelum take off.
“Kita bisa menghubungi pihak bandara KLIA di Malaysia saja, Pak. Perihal dua tersangka ini, biar kedatangan mereka bisa ditangkap di sana. Gunakan saja fasilitas kami di sini, untuk membantu kinerja Bapak, bagaimana?” saran petugas keamanan, yang sedari tadi hanya ikut melihat di samping Serda Amir.
“Usul yang bagus. Bisa bantu kami menggunakan alat komunikasi bandara, Pak? Agar kedatangan mereka bisa dicekal, sebelum kabur lebih jauh lagi,” pinta Sersan Basyir, berharap masih memiliki waktu untuk menahan perjalananku dengan Panji.
“Boleh, Pak. Sebentar, saya coba hubungi pihak bandara KLIA di sana.” Petugas informasi, kemudian terlihat menggenggam sebuah telepon yang tidak jauh dari tempatnya duduk, dan memijit nomor pihak bandara Kuala Lumpur.
“Halo. Di sini bandara Soekarno Hatta, bisa bicara dengan pihak bandara KLIA?”
Tidak berapa lama, tersengar sambungan balasan, “Ya, di sini bandara Kuala Lumpur. Ada yang bisa dibantu, keh?”
“Begini, Pak Cik. Sekitar satu setengah jam lalu, ada dua pemuda yang naik pesawat dari Indonesia menuju Malaysia. Mereka ditengarai adalah dua agen teroris yang berusaha kabur. Bisa mohon dicekal kedatangan mereka, dan diperiksa segala barang yang dibawanya? Demi keamanan negara Malaysia, kami infokan demikian, Pak Cik. Bisa dibantukah?”
“Ouh, cam tuh keh? Baik, ada ciri fisik dari dua orang yang dicurigai itu, keh? Biar kami bisa efektif mencekal mereke.”
“Baik, segera kami kirim melalui email, wajah dua pemuda tersebut, ya? Dan nanti petugas kepolisian dari negara kami, akan menghubungi pihak kepolisian di Malaysia guna membantu proses pencekalan mereka. Terima kasih sebelumnya, Pak Cik.”
“Ok, kami tunggu. Same-same, Pak Cik.”
Obrolan pun terputus. Kemudian petugas yang tadi berbicara, meminta foto wajahku dengan Panji kepada Sersan Basyir, untuk segera dikirm lewat email bandara Kuala Lumpur. Sedangkan Sersan Basyir mencoba menghubungi salah satu rekannya, dari pihak intelijen di Malaysia.
“Mereka akan tetap lolos dari pencekalan, Pak. Sebab, tidak ada bukti fisik dari kejahatan mereka ini. Mereka merupakan penjahat Cyber Crime devisi Cyber Banking, yang ditengarai sebagai perampok nasabah bank dengan sistem jaringan internet. Akan butuh waktu sangat lama, untuk membuktikan tindak kejahatan mereka ini. Sebab terselubung ...!” lirih Sersan Basyir, dengan tatapan mengarah kepada sudut mata Panji di dalam layar monitor CCTV, setelah mengirim foto wajahku dan Panji ke pihak bandara.
“Waw! Kejahatan yang sangat profesional, Pak? Saya pernah dengar istilah tadi di sebuah situs resmi milik CIA. Lebih jelasnya ... jaringan Underground World. Sebuah kejahatan terselubung di bawah tanah, yang sangat sulit dideteksi kecuali dijebak di sebuah ruangan khusus dalam pantauan serius sebuah sistem jaringan internet. Sekilas saya ketahui hal ini, dari apa yang pernah saya baca,” jelas petugas informasi. Kemudian terlihat ia mengirim foto wajahku dengan Panji ke pihak Bandara Kuala Lumpur lewat jalur email.
“Tepat sekali, Pak. Saya sudah memantau mereka dari satu tahun terakhir ini, saat pertama kemunculannya di internet. Sayang, saya terlambat untuk lebih detail lagi, mengorek siapa anak muda itu.” Sersan Basyir terlihat berpikir sejenak.
“Baiklah ... terima kasih banyak atas bantuannya, Pak. Jika nanti dibutuhkan, saya minta beberapa rekaman tadi dicopy sebagai bukti yang akan menjerat mereka. Saya pamit dulu, tadi juga sudah menghubungi rekan dari pihak kepolisian di Malaysia, agar membantu dalam hal ini. Meski kecil kemungkinan mereka tertangkap di sana. Juga beberapa hal yang mesti diselesaikan, pasca kaburnya mereka ini.”
“Sama-sama, Pak. Dengan senang hati, kami akan bantu dan semoga kasus ini segera terpecahkan.”
Sersan Basyir segera berlalu meninggalkan ruangan informasi, setelah bersalaman dengan para petugas bandara yang membantunya, diikuti Serda Amir sambil berjalan keluar bandara menuju mobil yang tadi terparkir sembarangan—itulah sekilas cerita Sersan Basyir.
*****
NB:
Terima kasih untuk yang sudah mampir di episode ini. Bila berkenan, ditunggu ulasan, saran, masukkan, juga kritikannya. Agar cerita ini lebih baik lagi.
Selamat membaca, dan sukses selalu untuk semuanya. :)
@Ardhio_Prantoko Wih ... terima kasih, Mas Dhim. Alhamdulillah karya ini sudah terbit, tinggal nunggu lounching saja, nih. Hehehe
Comment on chapter Info Novel IMPIANKU