Chapter 2: A Mysterious Morning Call For Chester
Di pagi hari, beberapa jam sesudah kematian sang bilyuner bisnis Cherlone, hampir semua layar telekomunikasi di seluruh dunia memberitakan secara besar-besaran; 'Pebisnis ternama saat ini, Brandon Cherlone ditemukan meninggal di salah satu kediamannya...' dan seterusnya.
Beberapa saat sebelum maut menjemput tokoh besar yang sedang meroket itu, alarm masuk ponsel milik Chester Cherlone berbunyi cukup kencang.
Ponsel pada masa ini sudah terkoneksi dengan set earphone mini yang selalu terpasang di telinga hampir setiap saat. Bahkan sewaktu mandi pun bisa terpakai karena sudah diciptakan ramah dengan air.
Laki-laki berambut gelap—sang pemilik, yang masih terlelap di dalam kamar apartemennya di Area Filipina sontak tersadar. Masih jam empat pagi meski lewat beberapa menit saja.
Rasa kantuk yang berat membuat kedua matanya masih nyaman untuk terpejam. Maka spontan ditekannya tombol on pada set di telinga kanan. Tanpa tahu siapa yang bersikeras meneleponnya pagi-pagi buta begini.
"Halo, ini Mr. Chester Lombardo?" tanya suara asing di ujung sana setelah Chester menyapa halo.
"Ya, ini siapa? Dan tolong jangan bilang kalau menghubungiku jam segini karena alasan sepele!" Chester hampir saja mengumpat.
"Tidak, Mr. Lombardo... atau mungkin nama yang lebih tepat untuk Anda adalah Mr. Cherlone...," laki-laki itu sengaja menggantungkan kalimatnya.
Pikiran Chester melonjak dari alam bawah sadarnya. Rasa kantuk pun lenyap dalam sekejap. Sebagai gantinya, rasa bingung dan heran tidak hanya merasuki, tapi ikut juga mencampuri kekagetannya.
"Apa maksud Anda bilang begitu?"
"Ayah kandung Anda sebenarnya bukanlah Travis Lombardo, pengusaha kapal pesiar itu. Tapi bilyuner hebat Brandon Cherlone. Selama ini Anda sudah tertipu mentah-mentah, dan sialnya, Anda belum pernah mengetahuinya sampai sekarang."
"Tolong Anda jangan asal bicara, atau buktikan omong kosong Anda ini."
"Well, gampang saja... karena mulai sekitar dua belas jam lagi Anda akan mencari bukti-bukti dari omonganku barusan. Dan satu kejutan lagi untuk Anda, Mr. Chester...."
"Tolong jangan ganggu waktu tidurku lagi dengan bualan Anda," ancam Chester marah, "atau kulaporkan nomor ini...."
"Silakan saja, karena mulai sore nanti, Anda akan sangat ingin menghubungi nomor ini untuk mendengar omong kosongku yang lain."
"Apa omong kosong Anda yang lain itu? Bilang saja sekarang sebagai pengantar tidur lanjutanku. Aku siap mendengarkanmu, pembual."
"Yang aku ingin bilang sekarang adalah satu kejutan lagi yang tadi kumaksudkan. Dan aku yakin sekali—begitu kukatakan, Anda akan kehilangan selera tidur, terlebih beberapa jam lagi setelah media menyiarkannya."
"Teruskan," ujar Chester sambil tertawa dalam hati, dan mulai menyiapkan pikirannya untuk memasuki kembali alam bawah sadarnya.
Namun bukan suara manusia biasa yang terpancar lewat ponselnya, untuk beberapa saat.
“Akan kubunuh ayah kandungmu itu... Brandon Cherlone... perempuan itu yang sedang melakukannya untukku...."
"Maaf," karena kurang awas kesadarannya, Chester menganggap itu sebagai percakapan biasa lewat ponsel, lantas dia bertanya, "Apa yang sudah Anda bilang barusan?"
Laki-laki itu berdehem, lalu mengumpat kesal, "Aku baru mau bilang kejutan rahasianya, goblok!”
“Brandon akan mati, brengsek sialan!"
Benar juga, selera tidur Chester lenyap seketika.
"Kenapa tidak cepat-cepat bilang dari tadi, Tuan Kejutan?" tanyanya sambil menyembunyikan kekagetannya.
"Tidak usah cerewet begitu seperti gadis kecil!"
Chester merasa geli, komentarnya, "Ternyata pagi-pagi buta begini aku sudah bisa membuat jengkel seseorang."
“Silakan tertawa, tetapi sebentar lagi laki-laki yang bernama Brandon Cherlone itu akan mati—mampus! Dia itu ayah kandung Anda—Chester Lombardo, yang sesungguhnya lebih layak dipanggil Chester Cherlone!"
Chester terdiam. Laki-laki di ujung sana tertawa, "Semua Cherlone akan mampus... semua akan menerima balasan setimpal sesuai yang mereka perbuat...."
Chester sengaja tidak berbicara apa-apa lagi. Supaya orang itu tidak menyadari kalau telah 'berbicara' lebih dari sekedar kejutan yang terlontar dari mulutnya. Kalimat bernada ancaman terakhir yang masuk dalam pikirannya, "Selamat tinggal, Cherlone bungsu yang malang...."
"Selamat menikmati dua kejutan besar yang kusampaikan tadi itu. Have a nice day," kata orang itu mengakhiri percakapan.
Chester hanya terpaku di atas ranjangnya. Entah mengalami mimpi apa barusan yang membuatnya mendapat panggilan telepon misterius yang membuatnya tidak nyaman itu. Si laki-laki pembawa sial telah mengusir jauh rasa kantuk dan selera tidurnya.
Chester memilih bergerak ke ruang santainya. Dinyalakannya layar komunikasi elektronik di situ.
Pada masa depan ini, komputer, internet dan televisi sudah tergabung dan terjaring dalam satu sistem yang saling terkoneksi di seluruh dunia.
Kira-kira dua jam berlalu, sekitar pukul enam, berita pertama kematian Brandon Cherlone mampir ke saluran di apartemen Chester. Memaksa kesadarannya yang mulai turun ke alam bawah untuk kembali pada realitas mengejutkan yang terpampang di hadapannya.
*Semua dialog yang dicetak miring menunjukkan bakat indigo Chester, kecuali yang berbahasa Inggris (have a nice day)
@Kang_Isa Terima kasih atas supportnya, kang
Comment on chapter #3