Read More >>"> Rasa yang tersapu harap (Menghilang tanpa jejak) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Rasa yang tersapu harap
MENU
About Us  

 

•••••

 

Memang benar, untuk menjadi kuat diperlukan goresan yang siap kapan saja menikam. Proses mendewasakan diri dengan hal yang dibenci.

 

🍎🍎🍎🍎🍎


Andra menatap rumah yang luas di hadapannya. Berdiri, memandang rumah itu. Ia menarik napas panjang dan mengembuskannya pelan. Mencoba tenang dan kuat. Perlahan, ia melangkah memasuki rumah itu. Berdiri tepat di depan pintu besar yang berdiri tegak di hadapannya.

Andra memencet bel rumah, beberapa detik kemudian sang empu keluar. Andra tersenyum memandang Lisa yang sudah berdiri tegak di depannya. Dengan pakaian rumah seadanya. Lisa tersenyum, menyambutnya hangat. Lisa memeluk Andra, dan melakukan cipika-cipiki kecil seperti yang sering mereka lakukan. Tapi lebih sering Andra menghindar.

"Loh, kamu. Mamah kira siapa,"

"Iyaa, Mah." Balas Andra terkekeh.

"Ada apa? Tumben banget kamu ke sini sendirian."

"Mah, lihat Darpa nggak?" Tanya Andra mengalihkan pembicaraan.

"Loh, Mamah gak tahu." Balas Lisa. Beliau mengernyit bingung. "Darpa bukannya habis main bareng kamu, kok nanya Mamah?"

Andra menggaruk lengannya yang tidak gatal. Mamah benar, beberapa hari yang lalu Darpa habis bermain bersamanya. Tapi tidak hari ini. Darpa tidak menemuinya. Bahkan ketika Andra memberi pesan, cowok itu tidak membalas. Andra menelepon, Darpa tidak mengangkat. Darpa menghilang, secara tiba-tiba.

"Aku gak habis main sama Darpa, Mah. Aku baru aja pulang dari rumah Julian, habis pinjam buku." Balas Andra membuat kening Lisa semakin mengernyit.

"Masa, sih?" Seru Lisa bingung. "Darpa barusan pergi, izinnya mau main ke rumah kamu."

"Tapi aku sama sekali gak ketemu sama Darpa, Mah. Dia gak ke rumahku atau menyusul ke rumah Julian." Seru Andra tetap dengan pendiriannya.

Memang benar, Darpa tidak mengunjungi rumah Andra. Sejak tadi pagi sekitaran jam sepuluh, Andra pergi ke rumah Julian. Meminjam buku catatan geografi karena ia ketinggalan menulis apa yang diberikan guru. Lagi, Andra hanya diam di depan rumah Darpa. Memandang Lisa yang sama bingungnya. Mungkin Darpa mampir ke tempat lain dulu baru mengunjunginya. Tapi apa benar? Kalau memang begitu, kenapa tidak memberi kabar. Bukankah cowok itu ingin ke rumahnya?

"Tapi, Mah. Darpa gak bilang mau main ke rumah. Pesan dan teleponku aja nggak dapet balasan. Apa iya Darpa pergi ke rumahku?"

Lisa mengangguk. "Benar. Dia izinnya begitu. Tapi Mamah juga enggak tahu benar atau bohong. Gak biasanya Darpa berbohong."

"Ya sudah, kalau gitu aku pamit pulang aja."

"Mau diantar? Sekalian Mamah mau main ke rumahmu. Ingin kongkow dengan Bunda." Tawar Lisa tertawa. Andra terkekeh mendengarnya. Mamah-Bunda gaul.

"Boleh, deh." Balas Andra mengangguk. Membuat Lisa tersenyum senang.

"Sebentar, ya. Mamah ambil kunci mobil dulu. Kamu tunggu di sini sebentar."

Lagi-lagi Andra hanya mengangguk menyetujui. Pikirannya masih terbang jauh tentang Darpa. Kemana cowok itu pergi?

"Hayuu!" Ajak Lisa menggandeng lengan Andra. Mereka memasuki mobil yang terparkir di halaman rumah. Dan berjalan membelah kota metropolis yang padat. Menuju rumah Andra yang tidak lagi terasa nyaman, untuk saat ini.

"Gak usah dipikirin, Ndra. Mungkin Darpa pergi ke tempat lain, habis itu pergi ke rumah kamu. Bisa aja kan?" Ucap Lisa ketika lampu merah di depan menyala. Lisa menenangkan Andra agar tidak cemas.

"Nggak kok, Mah. Aku cuma bingung aja kok Darpa sikapnya jadi aneh."

"Aneh gimana?" Tanya Lisa. Lampu jalan sudah berganti hijau. Lisa langsung tancap gas, melajukan kendaraannya membelah kemacetan.

"Nggak kok, Mah. Mungkin hanya perasaanku aja." Balas Andra berkata seadanya. Tidak mau terlalu jujur dan membuat Lisa khawatir.

"Kamu bisa kembali ke rumah kapan pun kamu mau, Ndra. Pintu rumah selalu terbuka lebar untukmu. Jangan pernah sungkan, mungkin Darpa ada urusan mendadak sehingga tidak jadi main ke rumahmu." Balas Lisa membelokkan mobilnya masuk ke perumahan Andra.

Andra mengangguk, Mamah benar. Mungkin saja Darpa mendapat pesan mendadak untuk berkumpul bersama teman-temannya. Andra, kan, tidak tahu. Banyak kemungkinan yang terjadi. Pun Andra tidak bisa menebak semuanya. Darpa punya dunianya sendiri, bukan hanya dia di dalamnya. Darpa punya teman sepermainannya bukan cuma Andra.

Andra hanya salah satu dari mereka yang beruntung. Beruntung memiliki waktu lebih banyak bersama Darpa.

*****

 

Andra : Julian!

 

Andra menghela napas. Memutuskan untuk bertanya pada Julian. Mungkin Julian tahu di mana keberadaan Darpa dan bisa membuatnya tenang. Menghilangnya Darpa membuatnya menghela napas panjang. Ia tidak bisa begini, terlalu memaksakan kehendak. Tapi, ia cuma ingin Darpa ada. Bukan yang lain.

 

Tak lama, bunyi ponselnya membuat andray menoleh. Membuka pesan balasan dari Julian.

 

Julian : Kenapa, Ndra?

 

Andra : Kamu tahu di mana Darpa, nggak?

 

Tidak perlu waktu lama, Julian segera membalasnya.

 

Julian : Tadi dia ke sini, tapi cuma sebentar.

 

Andra : Kapan?

 

Julian : Gak lama pas lo balik. Kenapa?

 

Andra : Darpa baik-baik aja?

 

Julian : Baik-baik aja kok. Sehat wal-afiat. Kenapa sih? Kok tumbenan nanyain

 

Andra : Dia gak bilang sesuatu?

 

Cukup lama. Tak ada balasan. Andra menghela napas panjang. Nyatanya memang benar, ada yang aneh. Ada yang disembunyikan. Ponselnya kembali berbunyi. Andra segera membuka pesan masuk. Tapi, ternyata bukan dari Julian. Ia mendesah pelan, harapannya pupus sudah. Andra membaca pesan yang ternyata dari Akbar.

 

Akbar : Ndra, main yuk?

 

Andra : Kemana?

 

Akbar : Kemana aja. Gue tahu lo lagi galau kan.

 

Andra : Sok tahu

 

Akbar : Hahaha... Udah, gue tunggu di kafe yang deket taman. Taman yang deket sekolah yaaaa! Jangan ngaret, see u

 

Lagi, Andra menghela napas pelan. Ia rasa memang benar. Bermain dengan Akbar tidak ada salahnya. Dengan berat hati, perlahan Andra masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan diri. Berganti pakaian dan bersiap pergi.

 

Masih jam tiga sore, masih ada waktu. Andra melangkahkan kakinya turun ke bawah. Menuruni anak tangga dan bertemu dengan Mamah-Bunda yang sedang kongkow. Mereka begitu serius membicarakan fashion dan gosip yang sedang trending. Ya, begitulah kira-kira pembicaraan mereka setiap kali bertemu. Hingga percakapan yang membuatnya muak terdengar indera pendengaran Andra.

 

"Tau gak, yang korupsi itu. Gila, ya. Udah kaya tapi masih korupsi juga."

 

"Iya, bener. Gak ada puas-pusanya ya. Masih aja mau nambahin harta."

 

"Iya. Gak mikirin gimana di akhirat ya. Kasian loh anak cucunya. Kena imbasnya gitu,"

 

"Iy---"

 

"Mah-Bun?" Panggil Andra memotong pembicaraan mereka. Mereka menoleh, mengernyit bingung.

 

"Loh, Ndra. Kamu mau kemana?"

 

"Mau main, Bun. Boleh kan?"

 

"Mau main kemana?" Suara Mamah terdengar.

 

"Mau ke kafe yang dekat sekolah. Di sana udah ada teman yang menunggu. Gak lama kok, gak akan pulang larut malam."

 

Bunda mengangguk. "Ya, sudah. Hati-hati."

 

Andra mengangguk, menyalami Bunda dan Mamah. Pergi meninggalkan mereka yang masih berbincang tentang salah satu aktor yang korupsi. Gosip selalu menjadi perbincangan hangat untuk mereka. Begitulah seperti ibu-ibu pada umumnya.

 

Taksi yang dipesan sudah berada di depan. Menunggu kedatangan Andra. Ia langsung masuk ke dalam taksi dan menyuruh sopir untuk segera melajukan jalannya menuju kafe yang dituju. Mobil berjalan, melewati depan gerbang masuk kompleks perumahannya. Di sana Andra melihat mobil Darpa yang baru saja masuk. Ia terus memandangi mobil itu yang terus menjauh dari jangkauannya. Perasaannya semakin kalang-kabut. Jika benar itu Darpa, lalu mau kemana dia pergi? Apa benar ke rumahnya? Tapi, Andra tidak ada di sana.

 

Andra mengela napas kasar, berusaha berhenti memikirkan Darpa. Mobil seperti itu bukan hanya milik Darpa. Pabrik yang membuatnya tidak hanya membuat satu produk saja. Banyak berjuta mobil yang sama, beredar dengan pesatnya. Bahkan di depan taksi, ada mobil yang sama dengan milik Darpa. Hanya berbeda nomor plat.

 

"Kafenya yang dekat sekolah Mandala ya mbak?" Tanya sopir taksi.

 

"Iya pak." Balas Andra mengangguk. "Nanti turunin saya di depannya aja. Gak usah masuk ke dalam."

 

Sopir taksi mengangguk, lampu merah berubah menjadi hijau. Mobil kembali melaju. Beberapa menit kemudian, taksi yang ia tumpangi berhenti. Andra turun setelah membayar argonya. Lalu masuk ke dalam kafe dan mencari keberadaan Akbar. Lonceng di pintu masuk berbunyi, tanda pengunjung datang. Itu ulah Andra. Gadis itu masuk dan mengedarkan pandangan ke penjuru kafe yang tidak terlalu ramai. Seharusnya bisa dengan mudah ia menemukan Akbar. Tapi, di mana anak itu?

 

"Dor!"

 

Andra terlonjak kaget. Menoleh ke belakang. Di sana ada Akbar yang menyengir dengan wajah tanpa dosanya. Seperti hal barusan bukanlah ulahnya. Andra mendengus, memilih berjalan ke bangku yang kosong. Duduk manis di sana tanpa menghiraukan Akbar.

 

"Yaelah, gitu aja ngambek." Celetuk Akbar ikut duduk. Dia memesan coklat panas dan roti bakar untuk dua porsi.

 

Andra mendelik, sebal dengan sikapnya barusan. Membuat moodnya kembali rusak.

 

"Maaf, deh." Seru Akbar memelas. Wajah itu palsu. Andra tahu betul. Akbar tidak benar-benar merasa bersalah, dia hanya mau agar Andra tidak merajuk dan marah padanya. Andra terkekeh pelan.

 

"Siapa yang ngambek, sih?"

 

"Lo, lah, masa gue." Celetuk Akbar. Pesanan mereka datang. Akbar menyerahkan coklat panas dan roti bakar untuk Andra. Terlihat lezat dan begitu menggiurkan.

 

"Dimakan, ya. Gue yang bayar, gak usah khawatir." Ucap Akbar tertawa.

 

"Iya aku tau," celetuk Andra mendengus. Lalu mulai memakan roti bakar yang terlihat sangat nikmat.

 

Tak ada pembicaraan lagi, mereka sibuk memakan roti bakar. Andra begitu fokus pada makanannya. Tidak memedulikan sekitar yang semakin ramai. Pun dengan Akbar, cowok itu terlihat lahap memakan roti bakar miliknya.

 

Selang beberapa menit, hampir setengah jam. Mereka selesai makan. Akbar melirik Andra, memandang wajahnya dan meneliti. Membuat Andra risi ditatap seperti itu. Terlalu mengintimidasi.

 

"Kenapa, sih?" Seru Andra.

 

"Ada yang mau lo omongin?"

 

"Enggak ada," balasnya.

 

"Beneran?" Tanya Akbar mendesah kecewa. "Padahal gue yakin lo lagi ada masalah. Muka lo itu selalu bisa menipu orang, tapi gak berlaku buat gue."

 

Andra tersedak, coklat panas yang ia pegang langsung ditaruh di atas meja. Mendesah pelan, menatap Akbar. Mungkin sedikit bercerita bisa membuatnya tenang. Lagi pula, ia sudah beberapa kali bercerita pada Akbar dan rahasianya aman-aman saja. Akbar bisa dipercaya.

 

"Aku gak tahu. Darpa menghilang, secara tiba-tiba."

 

Akbar mengernyit, sebelah alisnya naik. Dia memandang Andra bingung. Membuat Andra ingin melempar wajah itu dengan tas yang ia bawa. Wajah Akbar lebih terlihat sedang meledek. Menyebalkan.

 

"Aku serius, Akbar."

 

Akbar terkekeh, lalu menyesap coklat panas miliknya. Dia menarik napas panjang dan mengembuskannya pelan.

 

"Nggak ada yang tiba-tiba, Ndra." Balas Akbar mulai serius. "Semua udah diatur. Nggak ada yang namanya tiba-tiba atau kebetulan. Semua itu udah dalam rencananya."

 

"Maksud kamu?"

 

"Darpa mungkin aja udah pernah mikirin perbuatannya matang-matang, sebelum lo ketahui. Dia ingin menghilang, membiasakan lo supaya nggak terus ketergantungan sama dia. Biar lo bisa mandiri."

 

Andra diam, mendengar perkataan Akbar dengan serius. Meski dia adik kelasnya, dan berada dua tahun di bawahnya. Dia bisa menjadi sedewasa yang tidak dikira. Sikapnya yang kekanak-kanakan bisa menghilang dalam sekejap berubah menjadi pria dewasa. Memang benar, kita tidak bisa menebak seseorang hanya dalam waktu singkat.

 

"Darpa mungkin mau lo jadi lebih kuat lagi. Lebih bisa menghargai orang-orang yang deket sama lo. Lebih bisa menghargai sekitar lo. Lo gak tahu kan, mungkin di sekeliling lo banyak yang peduli sama lo, cuma lo gak sadar. Semua itu dia lakukan biar lo tahu, gak semua yang kelihatan benar-benar terlihat. Dan, gak semua yang menghilang benar-benar menghilang. Semua itu fana. Gak ada yang lebih fana dari kebersamaan dan waktu."

 

"Kebersamaan..." Akbar berhenti sejenak. Memberi jeda dalam kalimatnya. "Kebersamaan bisa hilang karena waktu. Dan waktu, bisa menghadirkan kebersamaan. Tanpa pernah kita duga."

 

Andra memejamkan mata sejenak. Kalimat Akbar menusuk tepat dihatinya. Ia mengerti maksud dari kalimat yang dilontarkan Akbar. Andra cukup dewasa untuk hal itu. Jika benar, jika memang terjadi, Andra harus siap melanjutkan hidupnya.

 

"Tapi Akbar... kenapa bisa semudah itu?"

 

"Nggak ada yang mudah." Sergah Akbar tersenyum. Senyum yang tidak pernah Andra lihat sebelumnya. Senyum tulus yang jarang dia berikan pada orang lain. "Darpa berusaha keras untuk pergi. Meninggalkan banyak kenangan dan waktu bersama yang pernah kalian lakukan. Darpa berjuang, sama kayak lo sekarang."

 

"Berjuang?"

 

Akbar mengangguk. "Berjuang untuk memantapkan hati. Berjuang agar hati yang rapuh bisa kembali kuat. Berjuang agar waktu yang hilang bisa kembali disatukan. Darpa sama lo itu satu paket. Tapi lo harus inget, yang sepaket belum tentu bisa selamanya bareng terus."

 

Andra menunduk. Di luar kafe sudah mulai hujan. Suasana di kafe cukup membuatnya merasakan kehilangan yang mendalam. Darpa tiba-tiba saja menjauh. Entah apa alasannya. Apa Andra sudah melakukan kesalahan besar sehingga tidak ada lagi kata maaf darinya.

 

"Gak usah sedih. Untuk menjadi kuat emang perlu sedikit goresan." Akbar menyentuh pundak Andra. Memberikan ketenangan. Andra menghela napas panjang. Benar. Untuk menjadi kuat harus berani menerima goresan yang terus menikam.

 

🍭🍭🍭🍭🍭

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • nanasmuda

    Lucu banget Darpa sama Andra ini

    Comment on chapter Sahabat
Similar Tags
Anything For You
2995      1206     4     
Humor
Pacar boleh cantik! Tapi kalau nyebelin, suka bikin susah, terus seenaknya! Mana betah coba? Tapi, semua ini Gue lakukan demi dia. Demi gadis yang sangat manis. Gue tahu bersamanya sulit dan mengesalkan, tapi akan lebih menderita lagi jika tidak bersamanya. "Edgar!!! Beliin susu." "Susu apa?' "Susu beruang!" "Tapi, kan kamu alergi susu sayang." &...
Novel Andre Jatmiko
8386      1793     3     
Romance
Nita Anggraini seorang siswi XII ingin menjadi seorang penulis terkenal. Suatu hari dia menulis novel tentang masa lalu yang menceritakan kisahnya dengan Andre Jatmiko. Saat dia sedang asik menulis, seorang pembaca online bernama Miko1998, mereka berbalas pesan yang berakhir dengan sebuah tantangan ala Loro Jonggrang dari Nita untuk Miko, tantangan yang berakhir dengan kekalahan Nita. Sesudah ...
Pisah Temu
917      494     1     
Romance
Jangan biarkan masalah membawa mu pergi.. Pulanglah.. Temu
Say You Love Me
101      92     0     
Romance
Mendapati suaminya sendiri berselingkuh dengan adik tirinya, Adelia merasa hatinya hancur berkeping-keping. Ia akhirnya percaya, bahwa peringatan Raffi - sahabatnya - benar. Namun semuanya telah terlanjur terjadi, ia telah memilih melepaskan Raffi dan menerima Morgan sebagai pemilik hati.Β  Setelah pernikahannya rusak, hidupnya perlahan hancur, kemalangan terus menerus menimpanya. Hingga berak...
REASON
8709      2080     10     
Romance
Gantari Hassya Kasyara, seorang perempuan yang berprofesi sebagai seorang dokter di New York dan tidak pernah memiliki hubungan serius dengan seorang lelaki selama dua puluh lima tahun dia hidup di dunia karena masa lalu yang pernah dialaminya. Hingga pada akhirnya ada seorang lelaki yang mampu membuka sedikit demi sedikit pintu hati Hassya. Lelaki yang ditemuinya sangat khawatir dengan kondi...
Throwback Thursday - The Novel
14563      2132     11     
Romance
Kenangan masa muda adalah sesuatu yang seharusnya menggembirakan, membuat darah menjadi merah karena cinta. Namun, tidak halnya untuk Katarina, seorang gadis yang darahnya menghitam sebelum sempat memerah. Masa lalu yang telah lama dikuburnya bangkit kembali, seakan merobek kain kafan dan menggelar mayatnya diatas tanah. Menghantuinya dan memporakporandakan hidupnya yang telah tertata rapih.
Teman Berakhir (Pacar) Musuhan
508      325     0     
Romance
Bencana! Ini benar-benar bencana sebagaimana invasi alien ke bumi. Selvi, ya Selvi, sepupu Meka yang centil dan sok imut itu akan tinggal di rumahnya? OH NO! Nyebelin banget sih! Mendengar berita itu Albi sobat kecil Meka malah senyum-senyum senang. Kacau nih! Pokoknya Selvi tidak boleh tinggal lama di rumahnya. Berbagai upaya buat mengusir Selvi pun dilakukan. Kira-kira sukses nggak ya, usa...
Cinta dalam Hayalan Bahagia
634      416     3     
Short Story
β€œSeikat bunga pada akhirnya akan kalah dengan sebuah janji suci”.
Rewrite
6942      2276     1     
Romance
Siapa yang menduga, Azkadina yang tomboy bisa bertekuk lutut pada pria sederhana macam Shafwan? Berawal dari pertemuan mereka yang penuh drama di rumah Sonya. Shafwan adalah guru dari keponakannya. Cinta yang bersemi, membuat Azkadina mengubah penampilan. Dia rela menutup kepalanya dengan selembar hijab, demi mendapatkan cinta dari Shafwan. Perempuan yang bukan tipe-nya itu membuat hidup Shafwa...
Dream Of Youth
714      458     0     
Short Story
Cerpen ini berisikan tentang cerita seorang Pria yang bernama Roy yang ingin membahagiakan kedua orangtuanya untuk mengejar mimpinya Roy tidak pernah menyerah untuk mengejar cita cita dan mimpinya walaupun mimpi yang diraih itu susah dan setiap Roy berbuat baik pasti ada banyak masalah yang dia lalui di kehidupannya tetapi dia tidak pernah menyerah,Dia juga mengalami masalah dengan chelsea didala...