Read More >>"> Rasa yang tersapu harap (Gak jadi marahan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Rasa yang tersapu harap
MENU
About Us  

 

•••••

 

Pergilah sejenak, jangan terus menetap dalam pikirku. Kamu mengganggu tidur malamku.

 

🍎🍎🍎🍎🍎


Malam masih menyatu dengan gadis itu di sini, di rumah Darpa. Jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam, tapi Andra masih betah di rumah Darpa bersama cowok itu. Andra sedang bersandar pada sofa menatap televisi yang menyala menyiarkan berita malam yang membosankan. Darpa di sebelahnya, cowok itu meletakkan kepalanya di atas pangkuan paha Andra. Tidak, tidak langsung di atas paha, tapi di atas bantal kecil yang empuk, yang berada di atas paha Andra.

Andra melihat wajah menenangkan itu, sejenak ia menahan napas karena melihat wajah Darpa yang selalu menjadi kesukaannya selain senyuman cowok itu. Alisnya yang tebal ia mainkan dengan jemari membuat cowok itu sedikit merasa kegelian, sedangkan mata legum itu tertutup rapat, meninggalkan keteduhan dalam ruangan ini.

Hari semakin larut, apa sebaiknya Andra menginap di sini? Ah, tapi tidak mungkin. Besok masih hari sekolah dan Andra tidak membawa seragam maupun perlengkapan sekolah. Andra harus pulang, takut Bunda dan Ayah merasa cemas. Tapi ia juga tidak tega membangunkan Darpa yang terlelap di atas pangkuannya.

Bimbang menerjang Andra, bagaimana ini? Apa yang harus ia lakukan. Andra semakin bingung, semakin tidak mengerti dengan apa yang seharusnya ia kerjakan. Darpa sangat pulas, napasnya terdengar teratur. Tapi, mau tidak mau ia harus membangunkannya, karena malam ini Andra harus kembali ke rumah.

"Loh, kamu belum pulang?" Suara Lisa terdengar dari arah pintu kamar yang terbuka. Lisa berjalan menghampiri Andra, dia berdecak, menggelengkan kepalanya pelan melihat putranya malah asik tidur di atas pangkuan Andra.

"Kenapa enggak dibangunin?" Tanya Lisa menatap ke arah Andra, ah, bukan tidak tapi ia ragu.

"Gak tega, Mah. Darpa tidurnya pules banget." Balas Andra pelan menatap Lisa, lalu beeralih menatap Darpa yang masih tidur lelap.

"Bangunin aja, kamu harus pulang. Ini sudah terlalu malam, dan besok kamu juga sekolah. Nanti kamu malah telat."

"Mamah aja yang bangunin, aku gak tega." Balas Andra terkekeh pelan.

Lisa menepuk paha Darpa keras agar anak itu bangun, tapi usahanya sia-sia. Darpa masih tidur dengan pulas. Lisa mendengus, lalu menatap Andra dengan senyumnya.

"Coba kamu yang bangunin," ujar Lisa.

Andra kaget, jelas. Masa gadis sepertinya yang harus membangunkan Darpa? Bisa-bisa nanti Darpa malah marah padanya. Baru saja berbaikan terus harus marahan lagi.

"Mamah serius?"

Lisa mengangguk. Andra menarik napas pelan, lalu menepuk pelan pipi Darpa. Cowok itu menggeliat pelan tapi masih memejamkan matanya. Tidak mau bangun dari alam mimpinya. Dia terlalu menyukai mimpi yang membawanya terlalu jauh.

"Darpa... bangun," ucap Andra pelan, masih menepuk pipi Darpa.

"Mamah ke dapur dulu, ya. Mau minum, nanti kalau Darpa sudah bangun kasih tau Mamah."

Andra mengangguk, lalu kembali membangunkan Darpa. Daepa melenguh, cowok itu akhirnya mengerjap-kerjap kedua matanya menyesuaikan intensitas cahaya yang begitu silau. Darpa terbangun dengan wajah bantalnya.  Terlihat sangat lucu, apalagi mata legum itu yang belum terbuka dengan sempurna.

"Kenapa?" Tanya Darpa masih belum sepenuhnya sadar. Darpa membenarkan posisi duduknya sehingga bersebelahan dengan Andra. Cowok itu sesekali masih menguap lantaran masih mengantuk.

"Sudah terlalu malam, aku harus pulang." Seru Andra pelan. Semoga Darpa mengerti maksudnya.

"Ah, aku lupa." Balas Darpa terkekeh pelan. "Tunggu, aku cuci muka dulu. Nanti aku antar kamu pulang ke rumah."

Darpa beranjak dari sofa dan pergi ke kamar mandi. Cowok itu mencuci wajahnya di sana, dan membiarkan Andra sendirian di ruang tamu. Tak lama, Lisa datang kembali. Beliau mengernyit bingung, pasalnya tadi sebelum dia pergi masih ada Darpa tapi sekarang putranya itu sudah tidak ada. Lisa menatap Andra, seakan mengerti pandangan mata itu.

Andra terkekeh pelan, "Darpa udah bangun, Mah. Dia lagi cuci muka, habis itu baru antar aku pulang."

Lisa mengangguk mengerti lalu kembali menuju kamarnya. Andra masih menunggu Darpa yang belum kembali, lama sekali. Malam benar-benar semakin larut, ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul sebelas. Sudah terlalu larut.

Darpa kembali dengan wajah yang lebih segar. Air yang membasahi rambutnya membuat Andra kesulitan bernapas. Darpa benar-benar terlihat sangat menawan. Jika boleh, Andra ingin melihat wajahnya yang seperti itu setiap saat. Andra tersenyum saat Darpa mengajaknya lekas pergi.

*****

 

"Naik mobil aja, ya. Udah malam, takutnya kamu kedinginan. Angin malam juga kurang baik untuk kesehatan."

 

Andra mengangguk saja, menurut. Matanya sudah mulai mengantuk, mungkin Darpa benar. Udara malam ini begitu dingin, mampu membuat bulu kuduk gadis ity berdiri. Tubuhnya meremang saat semilir angin berhembus menerpa permukaan kulit Andra.

 

"Darpa..." Lirih Andra, Darpa yang sedang mengeluarkan mobil lantas melirik Andra. Cowok itu memakirkan mobilnya di perkarangan lalu menghampiri Andra yang kedinginan.

 

"Dingin, ya?" Tanya Darpa. "Pake jaket aku aja." Darpa memakaikan jaket miliknya pada Andra. Ini sangat membantu menghangatkan tubuh gadis itu.

 

"Makasih," ucap Andra tersenyum, Darpa tersenyum membalasnya.

 

Segera Andra masuk ke dalam mobil bersama Darpa di tempat pengemudi. Ia melirik Darpa yang hanya menggunakan celana bahan selutut dan baju kaos biasa. Apa tidak dingin? Andra yang sudah memakai pakaian tebal saja masih merasa kedinginan, tapi Darpa seolah mati rasa dengan dinginnya angin malam.


"Darpa... Kamu gak kedinginan?" Tanya Andra ketika melihat tubuh Darpa seakan baik-baik saja. Padahal udara malam ini benar-benar dingin.

Darpa menoleh dan tersenyum, "Enggak. Gak dingin sama sekali. Karena di sebelah aku ada kamu."

Kedua pipi Andra memanas, ucapan Darpa membuat gadis itu malu. Darpa malah terkekeh melihat ke arah Andra. Lantas Andra langsung menutup wajahnya dengan kedua tangan, berharap Darpa berhenti memerhatikan wajahnya yang memerah.

"Darpa... Ayo pulang. Nanti hari semakin malam, kamu besok harus sekolah."

"Iyaa.. Ibu negara." Balas Darpa tersenyum.

Darpa mulai menjalankan mobilnya, membiarkan Andra yang masih saja menutup wajah dengan kedua tangan. Jantungnya sudah tidak karuan lagi kala Darpa diam-diam memperhatikannya. Debar jantung ini terus saja memompa tanpa diperhitungkan, terlalu cepat sehingga sulit menggapai oksigen yang ada.

"Jangan ditutup wajah kamu, Ndra. Kenapa, sih? Kok kamu malah malu sama aku."

"Gimana enggak malu, kamu ngomongnya kayak gitu." Celetuk Andra memperlihatkan wajah, menatap Darpa dengan mengerucutkan bibir.

Darpa terkekeh geli, "Ngomong gimana? Aku biasa aja pas ngomong yang kamu maksud, kok kamu malah malu. Aneh deh kamu."

"Pas kamu bilang... Karena di sebelah aku ada kamu. Aku malu Darpa... Kamu nyebelin,"

Dan kali ini benar-benar sukses. Darpa tertawa renyah memperlihatkan gigi putihnya yang rapi, matanya yang menyipit dan senyumnya yang menenangkan. Semua itu sukses diperlihatkan pada Andra, pada malam ini. Malam yang awalnya ia anggap sangat buruk karena harus pulang larut, nyatanya malam ini adalah malam yang tidak mungkin bisa ia lupakan.

"Kamu kayak baru kenal aku sehari aja, baru dibilang kayak gitu udah malu. Gimana nanti aku bilang kalau aku gak bisa hidup tanpa kamu." Seru Darpa membelokkan mobil yang dikendarainya ke gerbang kompleks perumahan Andra.

"Ihh... Tapi kan.., kamu masih bisa hidup meski tanpa aku." Balas Andra sedikit kesal. Selebihnya merasa senang karena Darpa mengatakan hal diluar dugaannya.

"Iyaa... memang bisa." Sahut Darpa menekan klakson mobil agar dibukakan pintu. "Tapi aku rasanya gak bisa kalau gak sama kamu, mungkin... aku sudah terbiasa sama hadirnya kamu, Andra."

Mobil Darpa masuk ke dalam rumah gadis itu dan memakirkannya di perkarangan rumah. Lampu di pintu utama sudah mati, mungkin yang lain sudah tidur. Andra melihat jam dipergelangan tangan, sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Benar-benar sudah terlalu malam. Apalagi untuk gadis sepertinya.

"Kamu mau masuk?" Tawar Andra pada Darpa. Cowok itu terlihat sedang berpikir, entah memikirkan apa. Tapi wajahnya terlihat lucu.

"Enggak deh," balas Darpa tersenyum. "Mau langsung pulang aja. Kamu bilang, besok mesti sekolah. Jadi, lebih baik langsung pulang dan istirahat."

Andra mengangguk, Darpa benar. Memang seharusnya Darpa memilih pulang daripada singgah sejenak di rumahnya. Lagipula ini sudah terlalu malam, tidak baik bertamu dihampir tengah malam seperti ini.

"Kamu hati-hati di jalan, ya. Jangan ngebut,"

"Iyaa.. kamu juga. Jangan lupa istirahat, baca doa sebelum tidur dan jangan lupa mimpi indah."

Darpa melambaikan tangannya sebelum akhirnya benar-benar hilang dari pandangan Andra, mobilnya sudah menghilang di tikungan depan. Andra menghela napas pelan, berusaha setenang mungkin. Kenapa ia merasa seperti kehilangan, padahal ini bukan perpisahan sebenarnya.

*****


"Kamu baru pulang?" Suara Bunda terdengar saat Andra baru saja menginjakkan kaki ke dalam rumah. Tubuhnya mematung, suara Bunda memang rendah tapi sudah jelas jika itu menginterupsinya.

"Iyaa..." ucap Andra menunduk. Andra takut jika Bunda marah. Ia pikir Bunda dan Ayah sudah tidur karena hari yang sudah larut. Tapi ternyata Bunda masih menunggunya pulang.

"Pulang sama siapa?" Bunda menghampiri Andra yang masih bergeming di gundakan anak tangga paling bawah. Diam membisu tidak bisa melarikan diri.

"Sama Darpa,"

"Darpanya mana?" Tanya Bunda mengernyit, Andra mendongak, menatap Bunda yang kurang yakin dengan jawabannya. Ia menelan Saliva dengan susah payah sebelum menjawab kembali pertanyaan Bunda.

"Udah pulang. Aku nyuruh dia langsung pulang ke rumah, soalnya udah malem banget. Maaf Bunda, aku pulang terlalu malam." Ucap Andra menunduk.

Bunda menghampiri Andra, beliau mengelus puncak kepala gadis itu, "Gak apa-apa. Sekarang kamu siap-siap tidur, ya. Sudah terlalu malam, jangan main handphone."

"Iyaa, Bunda..."

Andra kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda, meninggalkan Bunda yang masih berada di bawah. Ia kira Bunda akan memarahinya tapi ternyata tidak. Mungkin itu sebabnya ia tidak boleh berprasangka buruk terhadap orang lain. Bunda selalu bisa membuatnya kebingungan.

Saat masuk ke kamar, gadis itu segera melepas sepatu dan sling bag yang masih ia kenakan. Menaruhnya di tempat yang sudah disediakan. Lalu beranjak ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri, dan setelahnya berlanjut untuk tidur. Malam ini mungkin akan terkesan indah sebab ia terlalu banyak menghabiskan waktu bersama Darpa. Bukan lagi soal rasa karena hal itu tidak akan pernah berubah, sampai kapan pun. Meski akhirnya Andra harus memilih di antara pilihan sulit.

Ia memejamkan mata, berusaha tidur nyenyak. Tapi yang ada malah wajah Darpa yang terus berbayang diingatan. Senyuman Darpa seolah alergi untuk pergi dalam pikirannya, sehingga membuat Andra kesulitan untuk menghapus senyuman itu. Bukan, bukan menghapus, tapi ingin menepikannya sejenak. Karena jika tidak, wajah dan senyum Darpa tidak akan pernah menghilang dalam pikirannya dan itu cukup mengganggu menjelang tidur malamnya.

🍭🍭🍭🍭🍭

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • nanasmuda

    Lucu banget Darpa sama Andra ini

    Comment on chapter Sahabat
Similar Tags
Sepi Tak Ingin Pergi
598      350     3     
Short Story
Dunia hanya satu. Namun, aku hidup di dua dunia. Katanya surga dan neraka ada di alam baka. Namun, aku merasakan keduanya. Orang bilang tak ada yang lebih menyakitkan daripada kehilangan. Namun, bagiku sakit adalah tentang merelakan.
Caraphernelia
727      388     0     
Romance
Ada banyak hal yang dirasakan ketika menjadi mahasiswa populer di kampus, salah satunya memiliki relasi yang banyak. Namun, dibalik semua benefit tersebut ada juga efek negatif yaitu seluruh pandangan mahasiswa terfokus kepadanya. Barra, mahasiswa sastra Indonesia yang berhasil menyematkan gelar tersebut di kehidupan kampusnya. Sebenarnya, ada rasa menyesal di hidupnya k...
Good Art of Playing Feeling
351      262     1     
Short Story
Perkenalan York, seorang ahli farmasi Universitas Johns Hopskins, dengan Darren, seorang calon pewaris perusahaan internasional berbasis di Hongkong, membuka sebuah kisah cinta baru. Tanpa sepengetahuan Darren, York mempunyai sebuah ikrar setia yang diucapkan di depan mendiang ayahnya ketika masih hidup, yang akan menyeret Darren ke dalam nasib buruk. Bagaimana seharusnya mereka menjalin cinta...
Te Amo
404      272     4     
Short Story
Kita pernah saling merasakan titik jenuh, namun percayalah bahwa aku memperjuangkanmu agar harapan kita menjadi nyata. Satu untuk selamanya, cukup kamu untuk saya. Kita hadapi bersama-sama karena aku mencintaimu. Te Amo.
Move on
63      42     0     
Romance
Satu kelas dengan mantan. Bahkan tetanggan. Aku tak pernah membayangkan hal itu dan realistisnya aku mengalami semuanya sekarang. Apalagi Kenan mantan pertamaku. Yang kata orang susah dilupakan. Sering bertemu membuat benteng pertahananku goyang. Bahkan kurasa hatiku kembali mengukir namanya. Tapi aku tetap harus tahu diri karena aku hanya mantannya dan pacar Kenan sekarang adalah sahabatku. ...
AMBUN
401      278     1     
Romance
Pindahnya keluarga Malik ke Padang membuat Ambun menjadi tidak karuan. Tidak ada yang salah dengan Padang. Salahkan saja Heru, laki-laki yang telah mencuri hatinya tanpa pernah tahu rasanya yang begitu menyakitkan. Terlebih dengan adanya ancaman Brayendra yang akan menikahkan Ambun di usia muda jika ketahuan berpacaran selama masa kuliah. Patah hati karena mengetahui bahwa perasaannya ditiku...
Teman Khayalan
1537      658     4     
Science Fiction
Tak ada yang salah dengan takdir dan waktu, namun seringkali manusia tidak menerima. Meski telah paham akan konsekuensinya, Ferd tetap bersikukuh menelusuri jalan untuk bernostalgia dengan cara yang tidak biasa. Kemudian, bahagiakah dia nantinya?
Kepak Sayap yang Hilang
77      72     0     
Short Story
Noe, seorang mahasiswa Sastra Jepang mengagalkan impiannya untuk pergi ke Jepang. Dia tidak dapat meninggalkan adik kembarnya diasuh sendirian oleh neneknya yang sudah renta. Namun, keikhlasan Noe digantikan dengan hal lebih besar yang terjadi pada hidupnya.
Adelia's Memory
472      299     1     
Short Story
mengingat sesuatu tentunya ada yang buruk dan ada yang indah, sama, keduanya sulit untuk dilupakan tentunya mudah untuk diingat, jangankan diingat, terkadang ingatan-ingatan itu datang sendiri, bermain di kepala, di sela-sela pikirian. itulah yang Adel rasakan... apa yang ada di ingatan Adel?
My Sweety Girl
10255      2303     6     
Romance
Kenarya Alby Bimantara adalah sosok yang akan selalu ada untuk Maisha Biantari. Begitupun sebaliknya. Namun seiring berjalannya waktu salah satu dari keduanya perlahan terlepas. Cinta yang datang pada cowok berparas manis itu membuat Maisha ketakutan. Tentang sepi dan dingin yang sejak beberapa tahun pergi seolah kembali menghampiri. Jika ada jalan untuk mempertahankan Ken di sisinya, maka...