•••••
Kita tidak bisa menebak dengan siapa nantinya kita berjumpa. Kita hanya bisa menerima kejutan itu di kemudian hari, entah menyenangkan atau menyedihkan. Atau mungkin... menakjubkan.
πππππ
"Darpa, aku mau ke kamar mandi dulu. Kamu duluan aja ke kantin. Sekalian pesenin aku es teh manis, ya. Aku lagi gak mau makan." Ucap Andra saat bel istirahat berbunyi.
"Kamu yakin gak mau aku tungguin? Aku gak apa-apa kok kalau harus disuruh nunggu kamu ke kamar mandi dulu. Lagipula biar kita bisa barengan ke kantinnya."
"Gak perlu, Darpa." Ucap Andra menolak tawaran Darpa. "Kamu duluan aja, aku tahu kamu udah lapar. Nanti malah semakin lapar, lebih baik ke kantin lebih dulu."
"Iya... Iya... Baiklah," sahut Darpa dengan wajah yang dibuat memelas. Andra terkekeh melihatnya, Darpa sungguh lucu dengan wajah seperti itu.
"Gak perlu dibuat memelas wajah kamu, Darpa. Wajah kamu gak akan pernah berubah, tetap menggemaskan menurutku."
"Ah, kamu bisa aja." Seru Darpa terkekeh. Rupanya dia benar, Andra selalu memuji dirinya berlebih. Hiperbola sekali. Padahal memang kenyataannya Darpa terlihat lucu dan menggemaskan secara bersamaan jika dengan wajah yang dibuat memelas. Seperti anak kecil yang kehilangan balon kesayangannya.
"Yaudah, aku duluan ya. Kamu jangan lupa, pesenin aku es teh manis." Seru Andra mengingatkan Darpa. Setelah itu ia langsung bergegas menuju kamar mandi karena sudah kebelet buang air kecil. Tentu saja pergerakannya menjadi hal lucu bagi Darpa, cowok itu malah terkekeh menatap kepergian Andra.
Andra berjalan dengan buru-buru membuat banyak pasang mata menatapnya heran, ia tidak menghiraukan tatapan mereka karena tujuannya saat ini cukup cepat sampai ke kamar mandi. Saat tulisan toilet sudah tertangkap indera penglihatannya, Andra langsung menambah kecepatan lajunya agar cepat sampai. Andra langsung membuka pintu toilet dengan gerakan cepat dan masuk ke salah satu bilik. Setelahnya ia merasa lega karena tidak menahan buang air kecil lagi.
Andra menghela napas lega, akhirnya... Ia keluar dari bilik dan mencuci tangan di wastafel yang sudah disediakan. Sekalian memandang dirinya dicermin, ia sedikit merapikan anak rambut yang berantakan.
"Huh, akhirnya lega juga." Celetuk Andra keluar dari toilet. Kemudian ia segera menyusul Darpa yang sudah pergi ke kantin lebih dulu. Banyak yang menyapanya, apalagi dari kalangan adik kelas. Andra hanya mengangguk, membalas sapaan mereka dengan akrab.
"Eh, ada cewek itu lagi. Sendirian, Bro. Lagi gak sama cowoknya!" Pekik Barel, heboh.
Andra melirik sinis Barel, rasa kesal selalu datang jika melihat wajahnya. Cowok itu tidak pernah berhenti untuk membuatnya jengkel. Entah tidak punya pekerjaan lain atau malah sudah menjadi hobi baru baginya.
"Biasa aja dong liatnya!" Celetuk Jen. Cowok itu ikut memandang Andra remeh. "Mau gue colok mata lo?!"
"Gak jelas," sindir Andra.
"Heh!" Jen menarik lengan Andra dengan kasar. Cowok itu memandang Andra dengan sinis. "Gak usah ngelunjak! Masih untung gak gue bully. Harusnya lo bersyukur bisa lewat koridor anak kelas sepuluh dengan aman."
"Kamu yang jangan ngelunjak!" Pekik Andra, kesal.
"Tuh anak dibilangin ngeyel bener, dah. Udah ah, Jen, gak usah diladenin lagi. Gak usah cari masalah, gak capek gitu." Celetuk Khadzam. Cowok itu memandang Andra datar. Dia berdiri di belakang Jen, bersandar pada dinding kelas dan tangan yang dimasukkan ke dalam kantung celana.
"Iye. Gue lepas nih," sahut Jen melepas cekalannya. "Udah sana, pergi! Malah mejeng, mending kalo bagus!"
"Yaudah, si!" Kesal Andra meninggalkan mereka.
Mungkin ini adalah kesalahannya yang fatal. Memilih kamar mandi yang berada di koridor kelas sepuluh. Harusnya tadi ia mencari kamar mandi di koridor anak kelas dua belas saja. Sehingga tidak akan bertemu dengan Jen dan temannya. Itu hanya membuat mood Andra hancur, mereka selalu saja bisa membuatnyakesal. Tidak mengenal waktu, tanpa henti.
*****
Sampai di kantin, ia mengedarkan pandangan mencari keberadaan Darpa. Cowok itu seakan menyempil di antara banyaknya murid yang sedang makan di kantin. Padahal tubuhnya tidak kecil, tapi sulit sekali mencari dirinya. Banyak juga postur tubuh yang mirip dengan Darpa sehingga menambah kesulitan Andra untuk mencari Darpa.
"Dimana, sih?" Gerutu Andra kesal karena lupa bertanya sebelum menyuruh Darpa pergi ke kantin. Menjadikan dirinya merasa kesulitan.
"Nyari siapa?" Tepuk seseorang dipundaknya. Andra tersentak lalu berbalik menatap orang yang tidak ia kenali itu.
"Eh, siapa?"
"Kenalin," ucapnya mengulurkan tangan, "Nama gue Akbar. Anak kelas sepuluh IPA 1." Akbar tersenyum menatap Andra.
Andra terdiam, kebingungan. Ia tidak mengenal sosok di hadapannya ini, tapi dia seakan tahu Andra itu siapa. Anehnya, dia selalu saja tersenyum memandang Andra. Mereka berada di kantin yang ramai dikunjungi oleh para murid, tapi Akbar seperti lupa sedang di mana.
"Kok, diem?" Tanyanya heran.
"Hemm... Akbar, ya? Maaf ya Akbar, aku gak kenal sama kamu. Aku ke sini mau cari sahabat aku, namanya Darpa."
Akbar membulatkan mulutnya, lalu mengangguk-anggukan kepalanya pelan. Dia masih tersenyum, memandang Andra dengan senyum kikuk. Tak lama dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Iyaudah... Kalo gitu, gue duluan." ucap Akbar melambaikan tangan.
Andra mengernyit, masih kebingungan. Tidak saling mengenal tapi sudah disapa, tidak pernah bertemu tapi seperti sudah lama berteman. Cowok itu aneh, dia datang memperkenalkan diri tapi justru membuatnya bingung. Andra tidak mengenalnya, dia... benar-benar tidak ia kenal.
Andra mengedarkan lagi pandangannta ke penjuru kantin hingga kedua matanya menangkap sosok yang ia kenal. Sepertinya itu Darpa, ucapnya dalam hati. Potongan rambut itu seperti yang ia lihat setiap hari. Setiap sedang bersama Darpa. Cowok yang ia kira Darpa menoleh, menatapnya penuh kerutan di dahinya, ah, dia bukan Darpa. Andra salah, ternyata ia masih belum bisa mengenali Darpa dari gaya rambutnya. Andra menghela napas pelan, cowok itu... di mana dia berada?
"Andra?" Panggil seseorang. Andra menoleh dan mendapati Julian di sana. Dia tersenyum, Andra pun membalas senyumnya.
"Iya, kenapa?"
"Jangan berdiri di depan pintu masuk, gak baik." Ucapnya memperingati. Ah, ya, Andra rasa cowok itu benar. Andra berdiri di tengah-tengah pintu masuk kantin, tidak sadar tempat karena terlalu asik mencari sosok Darpa.
"Ah, iya. Makasih udah ingetin."
"Iya sama-sama." Sahut Julian tersenyum. "Kalau gitu gue duluan, ya."
Julian pergi melewati Andra keluar kantin, lantas ia langsung masuk lebih dalam lagi untuk mencari keberadaan Darpa. Pasti es teh manisnya sudah tidak dingin lagi, gerutu Andra dalam hati. Jika memang benar, maka mau tidak mau ia harus tetap menghabiskan minuman itu bagaimana pun keadaannya.
Andra mendengus, mencari Darpa benar-benar membuat perutnya berbunyi. Lapar yang tidak datang itu tiba-tiba saja singgah karena melihat beragam makanan di kantin. Andra mendengus, bagaimana ini?
"Ndra," ucap seseorang mencekal lengan Andra. Refleks, Andra langsung menghadap orang itu.
"Darpa!" Pekik Andra. "Aku cariin kamu kemana aja, sih?"
"Lah?" Darpa mengernyit bingung. "Aku dari tadi di sini. Kamu tuh yang kemana, aku udah nungguin dari tadi, kamunya gak dateng-dateng."
"Oh, iya." Andra menepuk pelan keningnya, lalu terkekeh menatap Darpa. "Aku lupa, tadi aku cari kamu gak ketemu. Yaudah, aku tadinya mau pasrah tapi udah ketemu kamu duluan aja."
Darpa mendengus, "Iyaudah, duduk." Perintahnya.
Akhirnya Andra duduk di bangku hadapan Darpa. Anak itu ternyata sudah menghabiskan semangkuk bakso yang terlihat menggiurkan walau hanya dari sisa-sisa kuahnya. Ah, Andra jadi lapar.
"Ini es tehnya, udah gak dingin lagi. Kamu kelamaan, sih." Ucap Darpa menyodorkan segelas es teh manis ke hadapan Andra.
Andra mengambilnya lalu meminum es teh itu. Meski tidak dingin lagi dan rasanya tidak semanis sebelum es di dalamnya mencair, tapi ia tetap meneguk es teh itu hingga tandas. Tidak ingin menyisakannya atau bahkan membuangnya. Karena ia tahu, cari uang itu sulit tidak semudah meminta. Pun sadar jika membuang makanan atau minuman yang masih layak dikonsumsi jatuhnya mubazir, dan Andra sangat tidak suka membuang-buang sesuatu seperti itu.
"Habis juga, padahal udah gak dingin." Celetuk Darpa melihat Andra menghabiskan es teh itu.
"Haus," ceplos Andra kemudian terkekeh, "Selagi bisa diminum kenapa harus dibuang, ini juga masih enak kok."
"Yang nyuruh buang tuh siapa?" Tanya Darpa tersenyum miring.
"Gak ada." Celetuk Andra.
Darpa mendengus, "Yaudah, kalau udah selesai kita balik ke kelas. Kamu gak makan, kan?"
"Iya sih..." Ucap Andra pelan, "Tapi setelah liat makanan di kantin malah jadi laper."
Darpa terkekeh pelan, "Kita beli makan, ya. Nanti makan di kelas aja, beli yang bisa dibungkus."
"Beneran?"
"Iya. Kamu tunggu sini, biar aku beliin makan. Harus mau, ya. Gak boleh protes."
"Iya.. iya.. Darpa.. cepat kembali, yaa maboy." Celetuk Andra terkekeh.
Darpa menggelengkan kepalanya pelan. Melihat tingkah Andra yang aneh membuat dia terus tersenyum sepanjang jalan. Pun sama dengannya, melihat kepergian Darpa seperti itu membuat senyumnya terus merekah. Tidak bisa lagi dipungkiri, Andra selalu menyukai senyumnya.
*****
"Bang Jon, gue beli batagor goceng."
"Siap!" Sahut Bang Jon, penjual batagor di kantin. Penjual yang sangat disukai oleh murid Mandala karena pembawaannya yang ramah dan baik. Dia juga gaul, mengikuti kosa kata trend anak zaman sekarang sehingga setiap yang membeli batagor yang dijualnya selalu terhibur.
"Jangan pedes, ya. Buat cemewew soalnya." Ucap Darpa terkekeh.
"Asik dah! Siapa tuh?" Sahut Bang Jon tetap fokus dengan kegiatannya.
"Kepo lu bang!" Ceplos Darpa lalu tertawa. "Udah bikinin dulu tuh goceng, jangan pedes. Kasian tuh cewek nungguin gue."
"Iyaudahh! Tau gue yang lagi kasmaran." Celetuk Bang Jon.
"Gak jelas lu bang." Darpa terkekeh pelan.
"Nih, udah." Ujar Bang Jon memberikan sebungkus batagor penuh bumbu itu kepada Darpa. Sontak Darpa langsung meraihnya dan memberikan uang selembar lima ribuan.
"Makasih, Bang."
Bang Jon hanya mengangguk, kemudian Darpa kembali menghampiri Andra yang masih setia menunggu di tempat Darpa makan tadi. Darpa terkekeh, mengingat wajah lucunya Andra saat lapar.
*****
"Nih, makan." Ucap Darpa menyodorkan seplastik batagor yang terlihat menggoda.
"Asik," seru Andra senang.
"Makannya di kelas aja."
"Loh, kenapa?"
"Udah mau bel," ucap Darpa. "Gak apa-apa, kan?" sambung Darpa tersenyum.
Ah, Andra tidak bisa menolak permintaan Darpa itu. Apalagi jika cowok itu sudah tersenyum kepadanya. Tidak bisa. Ini tidak bisa dibiarkan. Andra harus selalu bersama dengan Darpa tanpa seorang pun yang merebut cowok itu darinya. Duh, kenapa Andra terkesan egois? Tidak. Ia tidak boleh seperti itu. Darpa punya bahagianya sendiri.
Andra tersenyum lalu mengangguk. Akhirnya mereka berrua kembali ke kelas dengan Andra yang membawa batagor. Sedang Darpa yang berjalan di sebelah Andra, masih dengan senyumnya. Senyum manis yang selalu menjadi kesukaan Andra.
πππ ππ
Lucu banget Darpa sama Andra ini
Comment on chapter Sahabat