“Jadi Clayton adalah Black Hummingbird? Atau seenggganya bekerja bareng Black Hummingbird?” gumam Bram.
“Ya. Gue rasa, Kegan dan Clayton adalah kaki tangan Black Hummingbird.”
“Jadi Black Hummingbird bukan satu orang? Tapi siapa bos mereka?” tanya Bram sambil menggaruk kepalanya, frustasi.
Mendekam di dalam tahanan, duduk di lantai beton yang dingin dan berada di bawah tanah memang bisa membuat orang gila.
“Kiran?” Seolah tiba-tiba terbesit di kepalanya, Bram bangkit berdiri dan memegang jeruji besi yang memisahkan selnya dan sel Jaxon.
“Nggak mungkin. Kiran nggak mungkin nyakitin Rhea. Lagipula lo liat sendiri. Dia lemah dan rapuh gitu,” kata Jaxon.
Bram menghembuskan napas, lega rasanya menghapus kemungkinan bahwa Kiran terlibat dalam masalah ini. Bram tidak mungkin tega membiarkan Rhea hancur lagi. Ngomong-ngomong soal Rhea, ia baru sadar bahwa yang paling terancam saat ini bukanlah mereka. Tapi Rhea! Rhea sendirian! Kiran ada Clyde. William, Jaxon dan dirinya setidaknya masih berada di rumah yang sama.
“Harusnya kita nggak ninggalin Rhea di rumah sakit sendirian,” bisik Bram.
“Dia nggak sendirian. Dia ada orang tuanya,” ulang Jaxon.
“Bisa aja orang tua Rhea yang nyelakain Rhea. Lo liat sendiri kan? Rhea keracunan begitu selesai makan nastar bikinan emaknya!” Emosi Bram kembali tersulut ketika kata ‘orang tua’ disebut-sebut.
Jaxon angkat tangan. Ia tidak punya tenaga untuk meladeni Bram. Ditatapnya Bram lekat-lekat.
“Bokap gue yang kayak gitu aja nggak mungkin ngebunuh gue. Lo pikir bonyok-nya Rhea yang baik gitu bakal sampai hati nyelakain anaknya sendiri? Lo liat sendiri betapa histerisnya Mamanya Rhea.” Jaxon masih berusaha bersabar.
“Arrghhh!” Bram frustasi dan menjatuhkan dirinya kembali ke lantai batu.
Di rumah sakit, Kiran sudah tenang. Ia tidak lagi menangis walaupun wajahnya masih terlihat amat tersiksa karena khawatir. Namun yang paling menyiksa Kiran adalah rasa bersalah. Ia sangat takut bahwa tanpa Kiran sadari, Black Hummingbird sudah memakai Kiran sebagai alat untuk meracuni Rhea. Tapi sebagamaina keraspun Kiran berpikir, ia tidak bisa memikirkan cara Black Hummingbird melakukanya. Teh jahe dan kue nastar tidak mungkin beracun karena cowok-cowok lain ikut makan dan minum. Kiran sendiri yakin Mamanya nggak mungkin ngeracuin Rhea. Walaupun Rhea bukan anak asli mamanya, ia yakin bahwa Mama sayang banget sama Rhea.
Tangan Clyde menepuk-nepuk kepala Kiran dengan lembut. Kepala yang sekarang sudah bersandar dengan lemah di bahu Clyde tidak lagi berguncang karena tangisan. Clyde tahu ia sudah punya Cherris, namun entah mengapa Kiran membuatnya merasa berbeda. Kiran yang lugu dan rapuh itu membuat Clyde ingin melindunginya, menjadi ksatrianya.
Hape Clyde bergetar dengan bunyi ringtone yang nyaring, memecahkan keheningan dan ketenangan halaman rumah sakit yang kini hanya diterangi lampu-lampu taman.
“Halo, Will?”
Warna wajah Clyde berubah dan rahagnya menegang. Kiran yang sedang bersandar di bahu Clyde menyadari perubahan pada diri Clyde.
“Apa lo bilang?! Gue kesana sekarang!” suara Clyde meninggi, membuat Kiran bergidik ngeri melihat amarah yang membakar mata Clyde.
“Ada apa, Mas?” Takut-takut Kiran bertanya pada Clyde yang tangannya sudah mengepal menahan marah.
“Lo jagain Rhea di sini. Telepon gue kalo ada apa-apa. Ngerti?” Clyde bangkit berdiri dengan gerakan cepat.
“Mas, apa yang terjadi?” tanya Kiran.
“Temen-temen gue dalem bahaya gara-gara peneror brengsek itu!” geram Clyde.
@Kang_Isa Thank you so much! Salam kenal juga, Kak! Nanti aku mampir yah ke cerita Kakak!
Comment on chapter Prolog