Kiran tidak bisa menangis. Jangankan menangis, bersuara dan berjalan pun ia tidak mampu. Otaknya berputar-putar memikirkan bagaiman bisa Rhea kena racun. Jelas ia tidak memberikan racun. Lalu siapa?
“Kiran, turun,” perintah Mama.
Rupanya mereka telah tiba di rumah sakit. Karena terlalu sibuk dengan pikirannya, Kiran sama sekali tidak menyadari. Masih dengan setengah diseret oleh Mama, Kiran pun berlari menuju ruang UGD tempat nyawa Rhea berusaha diselamatkan. Tepat di belakang mereka, Bram dan Clyde berlarian dengan panik.
“Gimana keadaan anak saya, Dek Jaxon?” tanya Mama kepada Jaxon yang sedang duduk dengan posisi tegak di bangku rumah sakit.
“Rhea keracunan, Tante. Ada racun tikus yang kemakan Rhea,” kata Jaxon dengan tenang.
“Itu kata dokter,” tambahnya setelah ia melihat ekspresi bingung Mama Rhea.
Tentu saja Mama bingung. Jaxon dan William pun tidak habis pikir. Mereka hampir menghajar dokter yang menyampaikan pada mereka bahwa Rhea keracunan racun tikus. Mana mungkin ada orang yang sengaja makan racun tikus kalau nggak berniat bunuh diri? Sayangnya menghajar dokter itu tidak akan menyelematkan nyawa Rhea. Oleh karena itu, Jaxon memilih untuk mendinginkan kepalanya sementara William berjalan mondar mandir dan menendang kursi dan tong sampah manapun yang kebetulan berada di dekatnya.
“Apa?” Kiran akhirnya menemukan suaranya setelah Mama menggumamkan racun tikus berulang-ulang kali di sela isakannya. Rupanya hysteria Mama sudah kembali menyerang.
“Racun tikus, Kiran! Rhea keracunan sama racun tikus!!” Mama setengah berteriak.
Kiran terdiam. Tidak mungkin Rhea keracunan racun tikus, pikirnya. Pasti Black Hummingbird udah ngelakuin sesuatu di luar sepengetahuan Kiran. Seketika itu juga emosi Kiran naik ke ubun-ubun kepalanya. Bosnya itu sudah berkhianat! Ia bilang ia tidak akan menyentuh Rhea selama Kiran mengikuti perintahnya. Ia sudah sukses berpura-pura bodoh di depan Rhea dan William sehingga tangannya bisa menyelipkan surat itu ke dalam jaket William yang tergeletak di lantai. Ia sengaja membiarkan rambutnya yang panjang dan biasanya tersanggul itu terurai supaya matanya yang melirik-lirik jaket William tidak terlihat oleh Rhea dan William. Tapi kenapa Black Hummingbird tidak mempercayai Kiran dan malah bertindak sendiri di luar persetujuan?!
Kiran berlari meninggalkan Mama, William dan Jaxon begitu ia menyadari bahwa Black Hummingbird-lah yang bertanggung jawab atas kecelakaan ini. Sudah tidak mungkin salah lagi! Dengan tangan berkeringat dan bergetar karena menahan emosi, Kiran mencari-cari nomor Black Hummingbird di daftar telepon masuk. Nihil! Black Hummingbird tidak bodoh. Ia selalu menyembunyikan nomornya ketika menelepon Kiran. Alhasil, Kiran tidak bisa menelepon balik Black Hummingbird.
Kiran jatuh terduduk di kursi taman rumah sakit. Air mata mulai bergulir menuruni pipinya yang halus dan berwarna kuning langsat. Isakan halus terdengar, semakin lama semakin keras. Kemudian sepasang tangan yang kokoh merengkuh tubuh Kiran dari belakang. Kiran pun membuka matanya dan berbalik.
“Mas Clyde?” Isakannya makin tak terkendali karena Clyde sudah memeluk Kiran dengan sempurna.
“Udah-udah. Rhea nggak apa-apa. Dia nggak nelen banyak racunnya,” hibur Clyde.
“Ini salah aku, Mas!” kata Kiran tanpa sadar betapa berbahayanya perkataannya tadi.
“Bukan, Ran. Mana mungkin ini salah kamu. Udah tenang dulu.” Clyde berusaha menenangkan Kiran.
Kali ini Clyde terdengar berbeda. Tidak ada lagi nada menggoda dan tatapan mata penuh gombal. Ia tulus setulus-tulusnya. Dibiarkannya air mata Kiran membasahi pundaknya. Pelukan Clyde tidak mengendur selama tubuh Kiran masih berguncang karena isakan tangis.
Bram menatap Rhea yang tubuhnya diinfus dengan marah. Ia tidak mengerti mengapa seseorang bisa sebegitu teganya meracuni orang lain dengan racun tikus. Racun tikus! Bram juga tidak mengerti bagaimana mungkin Rhea keracunan karena memakan makanan rumahnya sendiri. Tidak mungkin anggota keluarga Rhea-lah Black Hummingbird, pikirnya.
“Sialan!” William menonjok tembok kamar Rhea.
@Kang_Isa Thank you so much! Salam kenal juga, Kak! Nanti aku mampir yah ke cerita Kakak!
Comment on chapter Prolog