Suara kaca mobil yang diketuk memecah keheningan di antara Rhea dan Kiran. Wajah Bram menerawang ke dalam mobil sambil nyengir. Rhea pun menurunkan kaca mobil itu.
“Yang lain udah kumpul.”
“Lo tunggu di sini,” kata Rhea pada Kiran yang sudah menciut seperti anak kucing di kursinya.
Rhea pun turun dari mobil dan menghilang ke dalam rumah bersama Bram. Sepeninggalan Rhea, Kiran menghilangkan wajah ketakutannya dan merogoh tas untuk mengambil hape. Tanpa sepengetahuan Rhea, Kiran memang sengaja tidak mengangkat telepon-telepon Rhea.
“Halo?” suara seorang gadis terdengar dari seberang.
“Dia lebih ketakutan dari yang aku kira,” kata Kiran.
“Interesting. Dia bener-bener jatuh ke dalam perangkap kita,” wanita itu terdengar tertawa pelan.
“Rencana kamu. Jangan bawa-bawa aku ke dalam rencana kamu lagi. Aku udah dapetin yang aku mau,” kata Kiran dengan suara setegas mungkin.
Ya! Yang Kiran mau memang hanya membuktikan bahwa sejahat-jahatnya Rhea pada Kiran dan orang tua mereka, Rhea sebenarnya masih sayang sama mereka. Sayang banget malah!
“Oh, Kiran sayang. Kamu udah terlanjur keiket kontrak. Sekarang nggak bisa mundur, sayang,” kata wanita itu lagi dengan nada tenang namun mencekam. Wanita itu tahu ia berada di atas angin.
“Aku nggak mau terlbat. Aku keluar!” Kiran yang takut dan kesal pun membentak wanita itu.
“Keluar, dan Rhea akan lebih cepat..”
“Lebih cepat apa?” tanya Kiran dengan takut-takut. Walaupun sebenarnya ia sangat ingin membentak wanita itu dan membanting telepon.
“Mati.” Wanita itu tertawa kemudian menutup telepon sebelum Kiran sempat bicara lagi.
PIntu mobil terbuka dan wajah tampan Clyde menyapa Kiran dengan senyuman mautnya. Namun Kiran sedang tidak dalam kondisi cukup sadar untuk menyadari godaan Clyde. Terkejut dengan kegagalan pertamanya, Clyde pun masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin.
“Kenapa lo? Rhea segitu marahnya?” tanya Clyde ketika mobil sudah meninggalkan pekarangan rumah Bram.
Kiran menggeleng namun tatapannya masih kosong menatap kaca mobil depan. Clyde yang masih bingung karena baru kali ini ada cewek selain Rhea yang nggak terpengaruh sama senyumannya pun terdiam.
“Jadi lo mau gue ajarin Kimia?” tanya Clyde lagi setelah beberapa menit hening.
Kiran mengangguk dan tidak menjawab. Clyde sampai mati-matian menahan diri untuk tidak menelepon Rhea dan mengundurkan diri sebagai guru privat Kiran. Cewek ini robot apa yah? Nggak mempan banget digombalin!
Jika otak Clyde dipenuhi cara-cara menggoda Kiran, otak Kiran kini dipenuhi penyesalan dan kebingungan. Penyesalan karena telah mencoba ikut-ikutan dengan wanita itu hanya supaya ia bisa memperbaiki hubungan adik-kakak dengan Rhea yang hilang belasan tahun yang lalu. Sekarang ia malah terjebak dalam perkumpulan gelap ini, tidak bisa keluar. Itu juga berarti, ia harus mau dijadikan kacung dan disuruh-suruh mengantarkan surat. Ia harus ikut andil meneror Rhea dan teman-temannya. Perang batin dalam hati Kiran menjadi harga yang sangat mahal karena telah coba-coba ikut permainan the Black Hummingbird.
Di rumah Bram, tepatnya di ruang Black Hummingbird, Rhea dan kawan-kawan duduk mengelilingi meja.
“Jadi?” tanya William kepada Jaxon yang sedari tadi dengan tenangnya menyeruput teh Barley.
“Para anak buah itu nggak terbukti berusaha bersekongkol dengan peneror Rhea.” Kata Jaxon yang tentu saja disambut dengan wajah melongo dari teman-temannya.
“Jadi?” kali ini Bram-lah yang bertanya.
“Pas gue pojokin mereka, mereka bilang kalau mereka lagi berdebat mana yang lebih cantik, Rhea atau Kiran,” jawab Jaxon lagi.
“Hah?” Rahang Rhea sukses menggantung saking bengongnya.
“Tapi gue nggak percaya,” lanjut Jaxon.
“Mau tahu kenapa?” tanya Jaxon lagi.
Teman-temannya yang diam membuat Jaxon tersenyum. Ia meletakkan gelas teh-nya dan berkata.
“Pertama, mereka nggak tahu kalau Kiran dan Rhea bersaudara. Nggak mungkin mereka ngebandingin Rhea sama Kiran cuma berdasarkan kebetulan walaupun salah seorang dari anak buah itu ternyata juga bersekolah di SMAN 3,” kata Jaxon.
“Wait! Jadi kacung lo anak SMAN 3 juga?” tanya William.
Jaxon mengangguk,” Kegan Cahyo.”
William bersiul seraya berdecak,” Damn! Kegan yang sok banyak gaya itu ternyata nggak lebih dari anak buah Jaxon Kim!”
Jaxon tidak mengindahkan William dan kembali kepada hipotesisnya,” Kedua, kalau bokap gue dah bilang anak buah ini kemungkinan berkhianat, kemungkinan besar dia memang sudah berkhianat atau akan berkhianat.”
Kali ini William tidak bersiul. Tiga pasang mata menatap Jaxon dalam-dalam dengan penuh ketegangan.
“Ketiga?” tanya Rhea setelah beberapa detik Jaxon tidak melanjutkan hipotesisnya.
“Nggak ada yang ketiga. Gitu aja.” Jawab Jaxon dengan tenang. Ia meraih cangkir teh-nya dan mulai menyesap teh tersebut. Bram sukses melakukan face palmkarena kecewa dengan hipostesa Sherlock Holmes gagalnya Jaxon.
“Jiah! Udah keren-keren. Ternyata gitu doang!” kata Bram.
“Lo sendiri? Dapet info apa tentang kasus ini?” tanya Jaxon dengan nada menantang namun wajahnya tetap tenang.
Sambil garuk-garuk belakang kepalanya, Bram pun nyengir sebagai jawaban atas pertanyaan Jaxon. Jaxon yang seperti pangeran Korea jaman Joseon pun dengan berkelas kembali menyesap teh.
“Jadi Kegan yang mengirim surat-surat itu?” tanya Rhea dengan mata berapi-api.
Jaxon menggeleng. William yang sepertinya sudah selesai mencerna dan mengkalkulasi pernyataan Jaxon menjawab,” Nggak. Nggak mungkin Kegan dalang dari semua ini. Pasti ada orang yang nyuruh Kegan ngehasut anak buah Jaxon yang lain supaya ikut terlibat. Tapi orang kayak Kegan nggak mungkin dalangnya.”
Rhea dan Bram pun menghela napas panjang. Tidak seperti Jaxon yang bisa berkepala dingin dalam menghadapi masalah, Clyde yang selalu bisa memanfaatkan cewek-cewek untuk membantunya dan William yang otaknya cepat, Bram dan Rhea memang cuma bisa berkelahi. Itu pun nggak jago-jago amat.
Di rumah Rhea, kondisi tidak lebih menyenangkan dari kondisi di rumah Bram. Kiran menatap buku Kimia dengan tatapan bingung, dahi berkerut dan bibir yang maju setidaknya lima centimeter.
“Udah belum liatin bukunya?” Clyde sudah bulak balik refil kopi tiga kali tapi Kiran masih juga tidak membalik halaman buku teks Kimia.
“Ehm.. Redoks itu apa yah, Clyde?” dengan anggun dan senyum bersalah, Kiran bertanya pada Clyde.
“Please jangan bilang lo bahkan nggak tahu redoks tuh kepanjangannya apa,” Clyde menutup wajah dengan kedua tangannya.
“Bahan kimia?” tanya Kiran sambil meringis.
“Arrrghhh! Kenapa otak lo bahkan nggak sampe setengahnya otak Rhea sih, ran?” gerutu Clyde dengan gemas.
Setelah menghela napas panjang ia pun mengambil pensil dari tangan Kiran.
“Redoks tuh kepanjangannya ‘reduksi-oksidasi’. Itu reaksi kimia dan mereka selalu berpasangan. Jika salah satu mengalami reduksi, yang lain mengalami oksidasi,” terang Clyde sambil menuliskan sebuah reaksi kimia di kertas.
“Reduksi tuh yang kayak gimana?” Kiran bertanya lagi.
Clyde menatap Kiran dengan tatapan tidak percaya.
“Lo bercanda kan?”
@Kang_Isa Thank you so much! Salam kenal juga, Kak! Nanti aku mampir yah ke cerita Kakak!
Comment on chapter Prolog