“Here goes nothing,” katanya kepada diri sendiri.
Ia mengatur napasnya dan membuka kertas hitam itu.
‘Kakak kamu, Raden Ajeng Kiranna Ayu. Cantik yah? Tapi nggak akan lama lagi.’
Keringat dingin sudah bukan lagi berbentuk butiran di dahi Rhea. Sekarang ia merasa seluruh tubuhnya basah oleh keringat. Sepoy-sepoy angin yang bertiup lembut dari jendela membuat tubuh Rhea gemetar. Ia kelihatan sibuk berpikir, seolah menimbang-nimbang apakah ia harus memberi tahu Kiran tentang ini atau mengacuhkan surat kaleng itu. Sesungguhnaya Rhea tidak pernah menyangka ia akan sepeduli itu pada Kiran. Tetapi ketika ia membaca baris demi baris tulisan itu, Rhea merasa isi perutnya diaduk-aduk karena khawatir dan juga marah.
Rhea bangkit berdiri dan berjalan mundar-mandir di kamarnya beberapa kali. Kemudian ia pun bergerak menuju pintu dan memutar kenop pintu. Langkah kakinya yang tidak memakai sandal membuat derakan-derakan halus ketika ia berjalan menuju kamar Kiran. Ia mengetuk pintu lima kali, kode yang Rhea dan Kiran buat ketika masih kecil untuk memberi tahu bahwa mereka lah yang mengetuk pintu satu sama lain dan bukan Bibik atau orang tua mereka.
“Rhea?” suara Kiran terdengar bingung.
“Ya, ini gue,” jawab Rhea.
Kiran berderap menuju pintu dan membukanya. Ia terlihat sangat bingung. Sudah lama sekali ia tidak mendengar ketukan itu di pintu kamarnya. Lebih tepatnya lagi, sudah lama sekali Rhea dan Kiran tidak saling bicara. Hari ini hari yang baik rupanya. Setidaknya itulah yang Kiran kira.
“Lo besok ada acara nggak?” tanya Rhea.
Kiran yang tambah bingung karena Rhea sebelumnya nggak pernah peduli Kiran kemana dan sama siapapun hanya bisa bengong.
“Heh! Lo denger nggak gue ngomong apa?”
“Eh..Eh. Nggak kok. Besok aku cuma ada bimbel aja,” jawab Kiran terbata-bata.
“Nggak usah bimbel. Lo pulang langsung. Jangan kemana-mana lagi,” kata Rhea.
“Loh? Kenapa, Rhe? Emang ada apa?” tanya Kiran. Kiran mulai memainkan kalungnya yang berbentuk kupu-kupu dan memiliki mata batu sapphire di tengahnya. Kebiasaan Kiran ketika ia gugup dan Rhea tahu itu.
“Nggak usah banyak tanyalah. Pokoknya lo besok jangan kemana-mana. Lebih tepatnya lo pulang ke rumah habis pulang sekolah langsung dalam beberapa hari ini. Ada masalah yang harus gue klarifikasi,” jawab Rhea panjang lebar.
“Ada apa sih, Rhe? Aku bisa bantu apa?” tanya Kiran, khawatir.
“Lo bantu gue dengan diem di rumah. Ngerti nggak?” tanya Rhea dengan tidak sabar.
Kiran pun dengan berat hati mengangguk.
“Ya udah. Gitu aja,” Rhea kemudian melenggang pergi tanpa berbasa-basi.
Kiran tentu saja tambah bingung. Ia menutup pintu perlahan kemudian bergerak menuju tembok yang memisahkan kamar Rhea dan Kiran. Ditempelkannya telinganya ke tembok, berusaha mendengar jika Rhea mengatakan sesuatu di kamar sebelah. Namun sia-sia. Hanya ada dentuman-dentuman drum dan bunyi senar gitar elektrik yang disiksa pemainnya. Kiran mengambil hapenya dan mencari nomor Cherris di sana.
“Halo?” suara Cherris yang cerah ceria terdengar di seberang sambungan telepon.
“Cher, aku ada masalah nih,” kata Kiran to-the-point.
Terdengar helaan napas Cherris,” Apa? Rhea lagi?”
“Iyaaaah..”
“Kenapa lagi dia?” tanya Cherris. Suaranya terdengar bosan dan lelah.
Rupanya ini bukan pertama kalinya Kiran menelepon dan curhat tentang Rhea dan keanehannya ke Cherris. Rhea, Cherris dan Ara memang sudah berteman baik sejak SD.
“Dia aneh banget, Cher. Dia nyuruh gue langsung pulang ke rumah beberapa hari ini. Katanya ada masalah yang harus dia klarifikasi,” jawab Kiran.
“Kiran sayaaaaang. Rhea kan adik kamu. Nggak aneh dong dia ngomong gitu.”
“Iya tapi..”
“Rhea punya kesibukan dia sendiri. Kamu juga harus cari kesibukan sendiri dong. Cari pacar kek,” kata Cherris dengan centilnya.
Tanpa Kiran ketahui, Cherris memang lagi sibuk manja-manjaan dan suap-suapan sama Clyde di sofa ruang keluarganya Clyde.
“Aduh aku nggak punya waktu buat cari cowok ah. Keluargaku aja udah berantakan gini,” gerutu Kiran.
“Kiran. Masa SMA tinggal berapa bulan lagi loh. Enjoy dong!” kata Cherris dengan tidak sabar.
“Aku nggak bisa nggak khawatirin keluarga aku, Cher..”
@Kang_Isa Thank you so much! Salam kenal juga, Kak! Nanti aku mampir yah ke cerita Kakak!
Comment on chapter Prolog