Berdiri, kami yang senantiasa mengiringi langkahmu.
Disini, di tanah ini, kau istirahatkan kedua kakimu.
Kini, semua tugas dan kewajibanmu telah tuntas.
Semoga Berkat dan keselamatan turut serta menaungi.
~~~
"Kau baik-baik saja?" tanya seseorang dari sampingku, kedua mataku yang sejak tadi memandangi bara api di gelapnya malam kini mencari pemilik suara itu. Kudapati seorang pria berdiri agak merunduk–menepuk bahuku–memandangku cemas.
"Oh, y–ya aku hanya sedang melamun." jawabku, kualihkan pandanganku kembali pada bara api, sementara itu pria tadi ikut duduk berbagi tempat duduk yang sama denganku.
"Ini." ujarnya sembari memberikan sebotol minuman padaku.
"Terima kasih."
Kutenggak minuman dibotol, berharap bisa melupakan apa yang telah menimpa rekan seperjuanganku.
"Tak kusangka dia akan pergi secepat ini." ujarnya.
"Ya.."
"Baru beberapa bulan aku disini, tapi aku merasa...aku telah menemukan keluarga baru."
"Aku pun merasa begitu..."
Kutenggak minuman dibotol kembali.
"Bukan maksudku lancang tapi, apa yang sebenarnya terjadi di kota ini?" tanyanya padaku.
"Entahlah, aku pun tidak tahu pasti."
"Kudengar semua bermula saat kasus pembunuhan masal itu terjadi?"
"Bisa dibilang begitu, hanya saja...bagiku sama sekali tak nampak seperti itu."
"Maksudmu?"
"Kau tahu kejadian itu disiarkan langsung oleh salah satu stasiun televisi di kota ini?"
"Benarkah?"
"Ya, aku sendiri tak percaya saat melihatnya." kutenggak minuman kembali hingga habis lalu kutaruh di bawah bangku "Kau tahu layar besar yang berada di persimpangan kota?"
"Maksudmu layar besar yang hanya tinggal separuh itu?"
"Ya, disana lah kejadian itu kusaksikan dan bukan hanya aku saja, melainkan semua orang yang ada disana."
"Apa yang terjadi?"
"Waktu itu aku baru selesai makan bersama dengan rekan kerjaku, dan saat ku hendak melaju pulang."
Tiiid!!!
"Hei bung! Bisa tolong jalankan mobilnya?!" teriaku pada seorang pria gemuk yang tengah berdiri disamping mobilnya, pria itu nampak mematung membelakangi mobil yang kukendarai.
Jalanan satu arah yang hanya cukup untuk dua mobil kini dipenuhi kendaraan yang tak melaju.
Aku yang saat itu tengah menikmati alunan merdu biola dari salah satu stasiun radio mulai gusar dengan bunyi klakson yang bersautan dari arah samping dan belakangku.
Kubuka pintu mobil dan kubanting dengan keras berharap pria gemuk didepanku mendengarnya.
Namun dia tak mengindahkan kekesalanku.
Umpatan demi umpatan ku ucapkan dalam benak, kuhampiri pria itu lalu kuraih pundaknya, kutarik dengan sekuat tenaga namun sial, badannya amat kokoh.
Tak dapat menahan kesabaran ku langkahkan kaki lalu berdiri di depannya.
"Bung, apa yang kau lakukan hanya berdiri mematung disini?!" bentakku.
Tak di dengarnya pria gemuk itu lalu menyingkirkanku dengan lengan besarnya, membuat kedua kakiku goyah—terjinjit hingga membuat kedua sikutku menyentuh kaca mobil disamping.
"Apa kau sudah gila?!" bentakku lagi.
Pria gemuk itu hanya memandang kosong ke depan, kutolehkan kepala untuk mencari tahu apa yang sebenarnya dia lihat.
Tak ada yang aneh, yang nampak mencolok hanya sebuah layar besar menggantung pada sebuah gedung di sebrang persimpangan jalan–menayangkan sebuah acara pentas musik biola yang rupanya disiarkan pula oleh stasiun radio yang kudengarkan di mobil tadi.
Apa karena acara itu dia berdiri mematung seperti ini?
Saat kuperhatikan kendaraan di depannya, banyak pula pengemudi yang berdiri dan memandangi layar besar itu.
Ku akui alunan biola yang di iringi piano di acara itu memang lah merdu.
Tapi, apa memang semenarik itu?
Melihat kondisi yang tak memungkinkan untuk melaju kendaraan aku pun menyerah, tak ku hiraukan lagi suara klakson dari arah belakangku, aku hanya berdiri menyilangkan kedua lenganku dan bersandar pada jendela mobil–menikmati indahnya lagu yang dimainkan.
Terpampang dilayar, kamera yang semula terfokus pada panggung kini hanya tertuju pada pemain biola pria dengan rambut merahnya yang menyala. Kuperhatikan tiap gerakan tangan serta badannya amat selaras mewakili tiap-tiap bait melodi.
Namun, saat nada mulai meninggi suara gemuruh yang cukup nyaring tiba-tiba terdengar dari kejauhan. Hal itu sontak membuat orang-orang terkejut, para pengemudi dibelakangku pun keluar dari kendaraan untuk mencari tahu asal suara itu. Ku alihkan pandangan ke arah asal gemuruh tadi yang rupanya terdengar dari arah belakang gedung dimana layar besar menggantung.
Tempo musik kini kudengar semakin cepat, lalu suara jeritan dan rintihan pun mencuat keluar dari layar besar itu. Ku alihkan pandanganku kembali pada layar besar itu dan kudapati kamera menyoroti sang pemain biola dari belakang, didepannya nampak penonton hingar bingar berlarian kesana kemari.
Seorang wanita bergaun tiba-tiba berlari dari kursi penonton dan mencoba menaiki panggung dengan panik. Dari belakangnya seorang pria berjalan menghampiri, meraih pundak wanita itu lalu membalikan badannya. Wanita itu menjerit histeris melihat pria yang ada didepannya, nampak kedua tangan pria itu memegangi sebuah benda kecil berujung lancip yang lalu dihujamkannya berkali-kali pada wanita itu.
Cipratan noda merah tercecer di ujung panggung tempat pemain biola berdiri. Seperti tak peduli dengan apa yang baru saja terjadi didepannya pemain biola itu terus memainkan biola ditangannya. Sementara itu pria yang menjinakkan jeritan histeris wanita tadi kini berdiri dengan kepala yang mendongak–terkekeh kecil kemudian tertawa dengan kerasnya, ia berbalik dan berlari menuju kursi penonton.
Pentas musik berubah menjadi parade yang kelam.
Bum!!!
Suara dentuman mengejutkanku, membuatku mengalihkan pandanganku dari layar, dari kejauhan kulihat kendaraan banyak terpelanting, gedung demi gedung roboh berjatuhan, orang-orang berlari ketakutan. Dan tak lama gema suara raungan pun terdengar. Sosok hitam pekat terlihat merangkak lalu melompat melewati gedung-gedung yang roboh dan dengan seketika—
Bam!!!
—hentakan kedua kakinya menggetarkan persimpangan kota.
Makhluk hitam pekat dengan badannya yang kini nampak tinggi dan kekar berdiri tak jauh dari depanku, cahaya berwarna biru perlahan muncul berkobar dari badannya. Mulutnya perlahan terbuka, asap putih tampak mengepul dari mulutnya dan suara raungan yang menggema itu terdengar kembali yang kini terasa memekakkan telinga. Kulihat beberapa orang dijalan roboh berjatuhan, mereka tampak mengejang dan menggeliat, dari punggung mereka keluar sesuatu yang nampak seperti ranting berwarna putih berlumurkan merahnya darah—perlahan menjalar lalu melilit menyelimuti tubuh mereka.
Raungan yang menggema kini berganti suara erangan yang melengking–terdengar keluar dari mereka yang kini nampak bagaikan binatang buas.
LOVEphobia
411
273
4
Short Story
"Aku takut jatuh cinta karena takut ditinggalkan”
Mengidap Lovephobia? Itu bukan kemauanku. Aku hanya takut gagal, takut kehilangan untuk beberapa kalinya. Cukup mereka yang meninggalkanku dalam luka dan sarang penyesalan.
Dominion
191
157
4
Action
Zayne Arkana—atau yang kerap dipanggil Babi oleh para penyiksanya—telah lama hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Perundungan, hinaan, dan pukulan adalah makanan sehari-hari, mengikis perlahan sisa harapannya. Ia ingin melawan, tapi dunia seolah menertawakan kelemahannya.
Hingga malam itu tiba. Seorang preman menghadangnya di jalan pulang, dan dalam kepanikan, Zay merenggut nyawa untuk p...
Arjuna Berkacamata
575
390
1
Short Story
ini adalah kisahku bersama seseorang yang kukagumi. kisah yang memberikanku pelajaran besar tentang apa yang seharusnya kita lakukan dalam hidup ini untuk menggapai apa yang kita impikan atau apa yang kita mau
Desa Idaman
464
264
2
Short Story
Simon pemuda riang gembira karena dimabuk cinta oleh Ika perempuan misterius teman sekampusnya. Pada suatu waktu simon berani menembaknya, tapi Ika diam tak memberi jawaban, maka dia menantang dirinya melamar Ika dan akan mendatangi rumahnya di desa terpelosok. Mampukah ia?
Cerita
325
203
1
True Story
Tepat pada tahun ini kita memasuki tahun ke 2 pada masa pandemi covid-19 ini. Pastinya banyak orang yang mengalami kesulitan di masa pandemi covid-19 ini, aku pun mengalami masa kesulitan di masa pandemi covid-19 ini. Aku dan keluargaku mengalami kesulitan ekonomi di masa pandemi covid-19 ini.
Allura dan Dua Mantan
4458
1311
1
Romance
Kinari Allura, penulis serta pengusaha kafe. Di balik kesuksesan kariernya, dia selalu apes di dunia percintaan. Dua gagal. Namun, semua berubah sejak kehadiran Ayden Renaldy. Dia jatuh cinta lagi. Kali ini dia yakin akan menemukan kebahagiaan bersama Ayden. Sayangnya, Ayden ternyata banyak utang di pinjol. Hubungan Allura dan Ayden ditentang abis-abisan oleh Adrish Alamar serta Taqi Alfarezi -du...
Haruskah Ada Segitiga?
587
404
0
Short Story
\"Harusnya gue nggak boleh suka sama lo, karena sahabat gue suka sama lo. Bagaimana bisa gue menyukai cewek yang disukai sahabat gue? Gue memang bodoh.”
~Setya~
Smitten Ghost
179
146
3
Romance
Revel benci dirinya sendiri. Dia dikutuk sepanjang hidupnya karena memiliki penglihatan yang membuatnya bisa melihat hal-hal tak kasatmata. Hal itu membuatnya lebih sering menyindiri dan menjadi pribadi yang anti-sosial. Satu hari, Revel bertemu dengan arwah cewek yang centil, berisik, dan cerewet bernama Joy yang membuat hidup Revel jungkir-balik.
Siapa tengah malam di sekolah?
650
405
3
Horror
Malam minggu menjadi agenda wajib rombongan geng Kapur. Mereka biasanya duduk dicafe menyanyikan lagu dan menyeduk segelas kopi.
Malam minggu berikutnya mereka mendatangi sekolahnya. Kata orang-orang sekolah itu angker dihuni oleh teman-teman sekolah yang meninggal.
Enam pasangan yang seharusnya berpesta di cafe kini bermain dalam gelap dengan riasan yang pucat. Pekikkan suara mereka tak s...