Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore, dimana jam kerjaku untuk hari ini telah usai. Aku yang sudah cukup lama duduk di halte bis sibuk membalas pesan dari Tyara.
Pesan darinya benar-benar menyebalkan...
Ku kunci layar ponselku dan ku simpan disaku celana kembali, kilau senja membuatku menoleh–memandangi sejenak merahnya langit di ufuk barat yang tercemari sang mega.
Beranjak dari tempat duduk, ku berdiri menunggu kedatangan bis. Namun bis yang seharusnya telah tiba belum juga terlihat.
Guk! Guk!!
Nyaring gonggongan anjing mengejutkanku yang tengah bertanya-tanya dalam pikiran kapan bis akan tiba, ku balikan badan ke arah suara gonggongan yang berasal dari samping kiriku.
Nampak seekor anjing hitam legam berdiri menatapku tajam menunjukkan taringnya.
Ku lihat sekeliling tak ada orang lain berdiri disekitarku.
Apa dia lapar?
Ku rogoh isi tas belanja yang kupegang, sepotong daging ku keluarkan dengan perlahan.
Kedua mata sang anjing kini mengarah pada daging yang ku genggam, dia merundukkan badannya–menggeram dan kembali menatapku tajam.
Guk!!!
Daging dalam kepalan tangan ku lempar pelan ke arahnya, seketika anjing itu berlari menjauh dariku.
Aneh sekali...
Klek!
Seorang pria keluar dari pintu toko televisi yang berada disebrang, berjalan ke depan toko ia pun mulai menyapu halaman. Kulihat televisi-televisi yang terpajang masih menyala–menampilkan cuplikan yang sama.
Nampak seperti cuplikan perang...
Namun, tak seperti biasanya, tak terdengar suara keluar dari televisi tersebut. Ku pikir mungkin pemilik toko tidak ingin membuat bising toko-toko disebelahnya, tetapi sore ini kulihat hanya beberapa toko yang masih buka. Jalanan pun benar-benar lengang dan sepi.
Cess!
Bis yang tak kusadari kedatangannya berhenti didepanku, lekas ku buka pintunya lalu ku masuk dan duduk dikursi belakang.
Meskipun hanya ada aku dan sang supir saja saat itu.