Pernah suatu makhluk berbahaya tinggal di muka bumi ini.
Makhluk ini membuat seseorang kehilangan kesadarannya akan realita.
Namun itu bukanlah hal paling berbahaya yang dapat dilakukannya.
~~~
"Banyak orang berkata, mereka yang bertemu dengan makhluk ini takan pernah ingat atau tahu kapan dan dimana." ujar seorang pria tua berpakaian lusuh yang tengah duduk di depanku, kedua tangan dan mulutnya sibuk menyantap hidangan steak di depannya.
"Saat mereka kehilangan kesadaran akan realita, makhluk ini seketika akan menguasai mereka." lanjutnya sembari mengunyah dan menelan makanannya.
"Huh...baru kali ini aku mendengar hal semacam itu." ujarku mencoba mengikuti topik yang dia bicarkan.
"Tak banyak orang yang tahu soal ini, jadi wajar saja." ujarnya lagi lalu meneguk segelas air yang telah kusediakan.
Sejujurnya aku tidak tahu apapun soal pria tua didepanku ini, dia hanyalah seorang gelandangan yang kebetulan mengetuk pintu tempat kerjaku dan meminta belas kasihan untuk mengisi perutnya yang tengah kosong.
Beruntung baginya karena bosku hari ini tidak datang untuk mengontrol para pegawai, ditambah lagi dia datang tepat sebelum restoran kami tutup.
"Lalu, apa yang terjadi dengan mereka yang pernah bertemu dengan makhluk yang bapak sebutkan tadi?" tanyaku.
"Tidak pernahkah kau lihat? Mereka seperti orang yang linglung, berjalan kesana kemari dengan tatapan kosong–mendengus bagai hewan buas." jawabnya sembari menatapku heran, tak paham dengan apa yang dia katakan aku hanya menggelengkan kepalaku. "Sesekali lihatlah sekelilingmu, kau akan tahu apa yang aku bicarakan."
Mendengar apa yang dikatakannya, aku merasa kalau pria tua di depanku ini hanya mengada-ada. Karena, belum pernah sekalipun aku melihat ataupun mendengar hal semacam itu. Bahkan di kota kelahiranku sendiri.
Mungkin benar dia hanya mengada-ada. Setidaknya, perutnya kini sudah terisi.
"Aku tak tahu harus berterima kasih dengan cara apa atas hidangan lezat yang telah kau berikan ini." ucapnya segan.
"Tak usah dipikirkan, lagipula bahan yang tersisa hanya akan terbuang percuma untuk besok." ujarku.
"Masakan buatanmu benar-benar enak, kau koki yang handal!" sanjungnya dengan senyum tersimpul di wajah–bergegas berdiri lalu berjalan menuju pintu.
"Mau kemana terburu-buru seperti itu?" tanyaku, menghentikan langkahnya tepat di depan pintu.
"Pergi jauh dari sini." jawabnya lalu menoleh ke arahku. "Ke tempat yang lebih aman."