Loading...
Logo TinLit
Read Story - My Halloween Girl
MENU
About Us  

 

            “Kevan!” seru seseorang membuat Kevan menolehkan wajahnya. Kevan tersenyum kecil ketika menyadari seorang gadis rambut panjang berlari padanya.

            “Hosh! Hosh! Kev ... I—Itu ....”

Gadis itu terlihat kelelahan hingga tidak sanggup berbicara.

            “Tarik nafasmu dulu,” ujar Kevan lembut seraya mengelus rambut gadis di depannya itu.

            “Huftt!! Huh! Baiklah, aku hanya ....”

            “Aku tahu,” potong Kevan cepat. Gadis itu tersenyum malu.

            “Terimakasih, kukira kau melupakannya,” cicit gadis itu seraya menunduk memandangi ujung kakinya yang ia ketuk-ketukkan di lantai. Sungguh imut!

            “Bagaimana bisa aku melupakan ulang tahunmu, hem? Pernahkan aku melewatkannya?” tanya Kevan lembut. Gadis itu mendongak lalu menggeleng kecil. Kevan kembali mengelus rambut gadis itu. Itu adalah kebiasaannya yang paling disukai Keisya.

            Gadis itu lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam tas ranselnya. Kevan heran dengan gadis yang satu ini. Disaat para gadis menyukai tas-tas yang kecil dan lucu, gadisnya malah memilih tas ransel yang bisa dibawa pendakian ke gunung.

            Melihat benda yang dikeluarkan gadis itu dari dalam tasnya membuat Kevan tersenyum.

            “Kau menyukainya? Sampai-sampai membawanya ke kampus seperti ini?” goda Kevan. Gadis itu mengangguk kecil tapi kemudian wajahnya berubah muram.

            “Ada apa?” tanya Kevan khawatir.

            “Aku suka boneka boneka penguin ini, tapi .…” Gadis itu tak melanjutkan ucapannya. Ia hanya menatap nanar pada bonekanya.

            “Tapi?” Kevan mengernyit kebingungan.

            “Tapi aku lebih suka jika kau memberiku boneka Annabelle. Ah, aku hampir gila saat Lisa memamerkannya padaku” decak gadis itu frustasi. Kevan merubah raut wajahnya datar, ia menghela nafas panjang.

            “Dua hari yang lalu kau terlihat sangat mengagumi boneka ini, kupikir kau mulai waras. Ternyata tidak,” ketus Kevan.

            “Kev, aku menyukainya, kok. Hanya saja, melihat boneka Annabelle yang penuh darah-darah seperti itu membuatku ingin memilikinya. Dan kau tahu? Boneka itu bahkan dilengkapi dengan suara-suara mistis. Ah, aku sangat menyukainya,” kilah gadis itu. Tetap saja, Keisya terlihat tidak puas akan kadonya.

            “Baiklah. Aku akan membelinya,” putus Kevan tak ingin berdebat dengan gadis itu

            Seketika wajah sang gadis berubah ceria. Dengan cepat, ia langsung memeluk Kevan. Tidak peduli dengan pandangan iri orang-orang yang ada di sekitarnya. Diam-diam Kevan tersenyum. Gadis ini memang sesuatu.

            “Kev, aku mencintaimu!” cicit gadis itu terdengar malu-malu.

            “Aku juga, Keisya Willy,” balas Kevan.

            “Kev,” panggil Keisya ketika mereka melepas pelukan.

            “Ya?”

            “Maukah kau pergi denganku malam ini ke pesta Halloween kampus?” tanya Keisya dengan hati-hati. Seperti dugaan, Kevan menatapnya tajam.

            “Kei, bukankah sudah kukatakan. Aku benci segala hal tentang hantu. Tidakkah kau paham?” tanya Kevan kesal. Padahal mereka baru saja bermesraan dan Keisya malah merusak suasana.

            Keisya menunduk. Ia tahu akan sangat sulit membujuk Kevan jika sudah mengenai hantu. Ia tahu Kevan benci hal-hal mistis. Tapi, Keisya menyukai hal-hal mistis. Entah bagaimana bisa mereka bersama selama bertahun-tahun meski dengan perbedaan itu. Jawabannya cinta. Iya, cinta.

            “Aku tahu Kev, bahkan sangat tahu. Tapi, aku mohon kali ini saja. Anggap saja--”

            “Kado ulang tahunmu? Tahun-tahun sebelumnya kau juga mengatakan hal yang sama, Kei. Dan kau pasti tahu jawabanku,” potong Kevan cepat.

            “Aku memilih mengajakmu ke tempat yang berbau mawar ketimbang bau tanah kematian. Itu jawabanmu Kev,” sahut Keisya yang seakan sudah hafal dengan kalimat itu.

            “Tapi, aku mohon, Kev. Aku tidak mau pergi sendirian. Aku ingin kau menemaniku. Kali ini saja. Karena--”

            “Aku tak akan keluar kemanapun malam ini, Kei. Kota pasti didandani hal-hal gila yang kau sukai itu. Aku benci hari ini. Tapi aku juga menyukai hari ini karena memperingati hari lahirnya gadis yang kucintai ke dunia ini. Aku akan keluar jika kau menyuruhku ke tempat yang romantic atau apapun kecuali mengenai Halloween,” lagi-lagi Kevan memotong ucapan Keisya dengan sinis. Kali ini ia menekankan ucapannya agar Keisya berhenti memaksanya.

            “Tapi Kev, aku takut ....”

            Nada Keisya berubah. Ia terlihat aneh. Kenapa harus mendatangi pesta Halloween jika ia takut?

            “Lebih baik kau tinggal dirumah saja Kei,” saran Kevan. Ia malas berdebat dengan Keisya. Gadis itu terlalu sulit untuk dipahami.

            “Aku menyukai pesta ini, Kev. Jika saja Kelly masih hidup, aku mungkin tak akan memintamu sejauh ini,” lirih Keisya membuat Kevan terenyuh.

            Kevan menghela nafas. Ya, Kevan tahu jika Keisya selama ini selalu ke pesta Halloween bersama Kelly, kembarannya Keisya. Jika saja Kelly tidak menjadi korban pembunuhan tahun lalu, mungkin Keisya tak akan memaksanya. Keisya adalah gadis yang lemah dan penakut. Tapi, jiwa penakutnya itu hanya berlaku untuk manusia saja. Buktinya, ia bahkan tidak takut pada hantu dan malah menggilai makhluk tak kasat mata itu.

            “Kev, kumohon ...” pinta Keisya. Kevan terlihat tak tega, tapi ia tak mau ke pesta Halloween. Selama ini, Kevan selalu menjaga dan menemani Keisya, tapi tidak untuk yang satu ini.

            “Kau takut pergi sendirian, kan? Lebih baik tidak usah pergi, ya?” giliran Kevan membujuk gadisnya.

            “Kev ....”

            “Untuk kali ini, aku tak bisa. Maafkan aku Keisya,” ujar Kevan lalu pergi meninggalkan Keisya setelah mencium kening gadis itu.

            Keisya menggigit bibir bawahnya. Ia terlihat ketakutan dan gelisah. Seperti ada sesuatu yang disembunyikannya.

            “Kev, kumohon jemputlah aku malam ini.”

***

            Malam semakin mencekam. Kevan terlihat duduk di sofa sendirian. Dia mengambil remote TV dan menyalakan benda kotak itu. Kevan sibuk menekan tombol remote dengan kesal. Sesekali ia mengumpat.

            Tuut!

            Kevan akhirnya memilih mematikan televisi.

            “Sial! Kenapa semua siaran menayangkan tentang hantu, sih?” umpat Kevan. Padahal ia sudah menyiapkan cemilan untuk menemaninya menonton televisi. Tapi, lagi-lagi tak ada siaran yang menyenangkan. Tapi, malah membuatnya muak. Semuanya membahas tentang Halloween.

            Kevan bukannya takut menonton film hantu. Ia hanya tidak suka dengan orang mati. Karena seharusnya orang mati itu tak menakut-nakuti orang yang masih hidup dengan wajah menyeramkan mereka. Bagi orang lain mungkin seram, tapi bagi Kevan wajah buruk seperti itu terlihat menjijikkan.

            Ia heran dengan gadis lemahnya yang sangat penasaran akan hantu. Kenapa ia harus mengurusi hal-hal mistis itu ketimbang hal romantis? Ia kira Keisya sama seperti gadis lain yang suka dengan hal-hal romantic, tapi ternyata tidak.

            Drrtt! Drrtt!

            Ponsel Kevan berbunyi. Awalnya ia ingin mengabaikannya. Tapi begitu melihat nama orang yang disayanginya terpampang di sana, Kevan memilih menyentuh tombol hijau.

            “Kevan? Kaukah itu?” tanya yang di seberang terdengar khawatir. Kevan mengernyitkan keningnya.

            “Kau yang menelpon kau yang bertanya?” balas Kevan sewot. Ia sedang dalam mood yang buruk saat ini.

            “Ah, syukurlah,”

            “Ada apa, Keisya?” tanya Kevan bingung.

            “Kev, jemputlah aku sekarang. Kumohon ....” suara Keisya di seberang terdengar ketakutan.

            “Kei, aku sudah mengatakannya padamu bukan? Aku tak akan pergi. Jika kau takut pergi sendirian, maka jangan pergi!” tegas Kevan kesal. Ia malah menjadi mengabaikan suara Keisya yang ketakutan. Ia kesal dengan Keisya yang bahkan masih tetap menghubunginya.

            “Kevan, aku harus pergi karena--.”

            “Sebegitu cintanya kau pada makhluk itu, Kei? Haruskah sekarang aku menyuruhmu memberikan pilihan? Aku atau makhluk itu?” potong Kevan kesal dengan mengeraskan rahangnya. Ia benar-benar tak habis pikir dengan gadis itu. Kenapa ia keras kepala sekali?

            “Kev, aku mohon, Kev. Jemputlah aku ....” suara Keisya terdengar menyedihkan. Ia seperti

“Tidak, Kei! Kau harus mendengarku kali ini. Tinggallah di rumah. Jangan memaksakan dirimu pergi sendirian, Ok?” Kali ini Kevan menegaskan kembali ucapannya.

“Kev --”

Tutt! Tuut!

Kevan memutuskan sambungan telepon. Kevan merasa sepertinya ia harus melakukan ini agar Keisya tetap dirumahnya dan tak pergi ke pesta Halloween. Apa salahnya tinggal berdiam diri di rumah? Jika Keisya memang ingin melihatnya, cukup menyalakan TV. Kevan yakin Keisya akan lebih senang begitu tahu semua siaran menayangkan tentang Halloween.

Kevan melempar ponselnya ke sembarangan tempat di sofa. Tidak perlu khawatir, jika ponselnya rusak. Toh, uang ayahnya masih cukup bahkan lebih dari cukup untuk membeli ponsel yang sama.

Pria itu membuka kulkasnya. Sepertinya ia mulai lapar. Seketika ia tidak berminat dengan cemilan keripik singkong untuk mengisi perutnya. Ia butuh makanan yang berat agar kenyang.

Kevan mengeluarkan bahan-bahan di dapur dan mulai memasak untuk dirinya sendiri. Jangan tanya kemana semua orang pergi meninggalkannya. Orangtuanya  sedang melakukan perjalanan dinas keluar kota. Sedangkan kakak dan adiknya sedang liburan ke Jepang. Kenapa Kevan tak ikut? Ia ingin menemani Keisya. Karena itu ia mengambil mata kuliah hanya agar bisa bersama gadisnya.

Ponsel Kevan sedari tadi berbunyi. Ia yakin itu dari Keisya. Gadis itu pasti menelpon untuk membujuknya ke pesta Halloween kampus. Jujur, Kevan tak tertarik sama sekali walaupun pesta kali ini boleh berpasangan. Sehingga bisa memenangkan King and Queen Of Halloween. Kevan sadar, jika ia datang berpasangan dengan Keisya pasti mereka akan mendapatkannya. Hanya saja Kevan tak tertarik. Camkan, ia tidak tertarik.

Kevan mulai terusik saat bunyi ponselnya tak mau diam. Sebenarnya ia mengkhawatirkan Keisya. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa Keisya tidak akan datang sendirian ke pesta Halloween. Karena gadis itu sedikit gila. Tidak, ia benar-benar gila.

“Ck!”

Kevan berdecak. Ia menghentikan aktivitas sebagai ‘suami idaman’ dan pergi meninggalkan dapur untuk menjemput ponselnya. Seperti dugaan, memang Keisyalah yang menelponnya hingga 131 kali. Ingat 131?! Gadis itu benar-benar gila.

Ponsel kembali berdering. Kevan kesal dan langsung mengangkatnya.

“Kev ....”

“Aku tak akan pergi, Keisya! Jangan mengangguku untuk malam ini! Tinggallah di rumah!” seru Kevan kesal lalu kembali memutuskan sambungan teleponnya sepihak tanpa mendengar apa yang akan dikatakan gadisnya.

Ponselnya kembali bordering. Kevan tak peduli dengan itu. Ia menolak panggilan telepon dan mengabaikan pesan-pesan Keisya. Ia memilih menonaktifkan ponselnya. Biarkan dia egois kali ini. Agar Keisya sadar.

Merasa tenang, Kevan kembali kedapur dan melanjutkan acara masak-memasaknya. Perut Kevan juga sudah menangis sedari tadi. Sepertinya ia harus menyelesaikannya dengan cepat.

***

Kevan mencoba tidur dengan berbagai posisi. Tapi, ia tetap tidak bisa tidur. Pikirannya selalu mengarah pada Keisya. Ia takut Keisya akan benar-benar pergi ke pesta. Gadis itu terkadang sulit dipahami. Tapi, ia tak mau mengaktifkan dulu ponselnya. Ia merasa Keisya mungkin sudah tidur. Itupun jika Keisya mendengarkannya untuk tetap diam di rumah.

Kevan mencoba memejamkan matanya lagi. Kali ini ia makin tak bisa tidur. Ia merasa tiba-tiba malam semakin mencekam. Hawa dingin semakin menusuk kulitnya. Padahal ia sudah bergumul dengan selimut besar nan tebal miliknya. AC juga sudah dimatikan sejak tadi.

Hening. Entah kenapa jantung Kevan berdegup dengan kencang. Ia merasa tak enak hati. Seperti ada sesuatu yang mengganjal. Atau apakah sesuatu telah terjadi? Kevan mencoba menjernihkan pikirannya. Tapi, kenapa ia mulai merasa ketakutan?

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu itu membuat Kevan semakin ketakutan. Ia mengumpati dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia ketakutan? Mana Kevan yang katanya pemberani?

Tok! Tok! Tok!

Suara itu kembali terdengar. Kevan mulai penasaran. Siapa yang datang kerumahnya malam-malam seperti ini? Kevan melirik jam dindingnya. Pukul 01.00 dini hari.

Kevan mulai kesal. Apa itu kerjaan anak-anak kecil yang datang dengan kostum khas Halloween mereka lalu meminta permen? Jika iya, maka sungguh kurang ajar. Anak-anak kecil tak seharusnya melakukan hal bodoh di tengah-tengah malam seperti ini. Apa orangtua mereka tak takut? Anaknya mungkin saja diculik atau dibunuh?

Suara ketukan pintu terdengar lagi. Kali ini lebih keras. Walaupun agak sedikit takut, Kevan memberanikan diri keluar dari kamar. Ia terlihat ragu apakah dibalik pintu itu benar-benar anak kecil atau malah makhluk lain?

Kevan memantapkan hatinya. Bukankah ia tidak percaya hantu itu ada? Lalu untuk apa ia ketakutan? Kevan pun memegang knop pintu lalu membukanya.

Seketika Kevan menegang di tempat. Nafasnya tercekat dan jantungnya memompa dengan sangat cepat.

“Huh! Keisya! Kau membuatku ketakutan,” celoteh Kevan seraya mengusap dadanya.

Terdengar helaan nafas lega dari Kevan. Ternyata itu Keisya. Orang yang hampir membuat kevan kehilangan detak jantungnya.

Bagaimana tidak? Keisya datang dengan dandanan awut-awutan. Bajunya yang berwarna biru muda itu dipenuhi bercakan darah. Dibagian kiri perutnya terlihat lebih banyak darahnya. Seolah-olah baru saja terkena tikaman pisau. Dan bagian paling mengerikannya adalah wajah sepucat mayat itu.

“Kev .…” panggil Keisya dengan bibir bergetar. Ada sorot mata kesedihan di sana. Kevan mulai khawatir melihat raut wajah Keisya.

“Kei, masuklah terlebih dahulu,” titah Kevan lalu menarik tangan Keisya. Kevan merasa tangan Keisya sangat dingin, tapi ia memilih menggengamnya erat. Kevan membiarkan  Keisya duduk di sofanya. Ia juga  memakaikan jaketnya pada Keisya. Gadis itu terlihat kedinginan.

“Aku ambil air hangat dulu,” ujarnya lalu pergi tanpa peduli Keisya yang sepertinya ingin menolak.

Kevan kembali dengan sebaskom air hangat dan tak lupa ia membawa segelas air putih. Kevan mendudukkan dirinya disebelah Keisya. Keisya hanya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Minumlah dulu,” Kevan membantu Keisya mengangkat gelasnya untuk diminum. Setelah itu Kevan mencelupkan handuk kedalam air hangat dan mengelapnya lembut pada tangan Keisya yang memucat.

“Ada apa, Kei? Apa telah terjadi sesuatu?”

Keisya hanya diam tidak merespon ucapan Kevan. Pria itu menghela nafas. Ia sebenarnya khawatir terhadap keadaan gadisnya. Apa yang membuat Keisya mendatanginya?

“Kei, bukankah aku sudah bilang untuk tetap diam di rumah? Kenapa kau malah pergi ke pesta?” tanya Kevan selembut mungkin. Padahal ia kesal karena Keisya tak mendengarkannya.

“Ke-kenapa kau tak menjemputku?” bibir pucat itu akhirnya angkat bicara.

“Bukankah kau sudah tau alasannya? Sekarang, ceritakan apa yang terjadi padamu? Apa kau sendirian ke pesta? Lalu apa yang membawamu kesini? Sesuatu telah terjadi, bukan?” tanya Kevan seperti tengah menginterogasi tersangka. Kevan tahu Keisya tak telihat baik-baik saja.

Keisya menundukkan kepalanya. Seperti itulah kebiasaan gadis itu saat dirinya merasa salah.

“Kei, jawab aku. Apa telah terjadi sesuatu?” Kevan benar-benar khawatir. Ia takut Keisya mengalami hal yang buruk.

“Kenapa kau tak menjemputku, Kev?”. Lagi-lagi pertanyaan itu yang dikeluarkan Keisya.

“Kei..”

“Kenapa kau tak menjemputku?” tanya Keisya lagi. Kali ini nadanya sangat menyedihkan. Gadis itu mulai menitikkan airmata. Kevan tak tega melihatnya. Ia tak mau gadis itu menangis apalagi karena ulahnya, kecuali airmata bahagia.

“Sesuatu telah terjadi?” Kevan tidak bisa memungkiri rasa penasarannya.

“Kenapa kau tak menjemputku?” tanya Keisya lagi. Ia terisak cukup kuat. Kevan menenggelamkan badan mungil itu dipelukannya.

“Maaf Kei ....” lirih Kevan.

“Maaf tak bisa mengembalikan semuanya Kevan,” ujar Keisya. Akhirnya Keisya menggunakan kalimat lain. Kevan melepas pelukannya dan menatap gadisnya lekat.

“Kenapa Kei?” Kevan cukup khawatir saat mendengar ucapan Keisya. Seolah-olah ia telah melakukan kesalahan yang besar.

“Apa kau mencintaiku, Kev?” tanya Keisya.

“Keisya, tanpa kau bertanya pun kau akan tahu jawabannya. Bahkan orang asing pun tahu bagaimana berartinya kau dihidupku, Kei,” ujar Kevan meyakinkan.

“T-Tapi kenapa kau tak menjemputku, Kevan?”

Kevan terdiam. Sebenarnya ia merasa bersalah karena tidak memenuhi permintaan gadis itu di hari ulang tahunnya. Hanya saja, ia benar-benar tidak suka dengan hal-hal yang berbau mistis. Melihat mata Keisya yang berkaca-kaca membuat hati Kevan semakin terenyuh.

“Jika saja bukan karena hal-hal yang berhubungan dengan hantu, aku pasti menjemputmu Kei. Aku tak mau kau selalu saja penasaran akan makhluk itu.”

“Apa kau sangat membencinya Kevan?”

“Kau tahu jawabannya.”

“Jawab saja aku Kev!” nada Keisya sedikit meninggi.

“Iya,” sahut Kevan pasrah.

“Kau mencintaiku?”

“Kei..”

“Jawab saja!”

“Iya.” Kevan menghela napas pasrah. Apa Keisya sedang meragukannya sekarang? Hanya karena ia tidak menyukai sesuatu yang disukai Keisya, bukan berarti ia tidak mencintai Keisya.

“Aku menyukai hal-hal tentang hantu, Kev. Tidakkah kau menyukai apa yang kusukai?”

“Tidak. Aku membencinya, Kei,” sahut Kevan cepat. Sampai kapan pun ia tidak menyukai hal yang terlihat konyol itu.

“Bagaimana jika aku menjadi hantu? Apa kau akan membenciku?”

Kevan mendelik kaget mendengar pertanyaan gila Keisya. Ia tidak tahu apa yang ada di pikiran gadisnya itu.

“Apa yang kau katakan, Kei?” kesal Kevan. Ia tidak suka jika Keisya menguji perasaannya hanya dengan pertanyaan konyol. Oh ayolah, sedikit perkataan yang diucapkannya bermakna lain, maka akan memunculkan sebuah kesalahpahaman.

“Jawab saja aku!” desak Keisya semakin gencar.

“Tidak. Aku tidak akan membencimu, Kei,” nada Kevan merendah. Ia tidak mau terjadi pertengkaran di antara keduanya. Selama ini, Keisya juga tidak pernah sekeras kepala ini.

“Tapi, hantu itu..”

“Saat kau menjadi makhluk yang kubenci itupun aku akan tetap mencintaimu, Kei,” potong Kevan. Ia memegang kedua pundak Keisya, berusaha meyakinkan Keisya bahwa dirinya benar-benar mencintai Keisya sepenuh hati.

“Kev, aku ....” Keisya tidak bisa melanjutkan ucapannya. Ia telihat ragu.

“Keisya, dengarkan aku!” Kevan mencengkram bahu Keisya dengan lembut. Mau tak mau, mata mereka saling menatap satu sama lain. Entah kenapa, Kevan merasakan sesuatu yang aneh. Ada yang beda dari sorot mata Keisya. Sesuatu yang asing dan terasa berbeda.

“Aku marah padamu karena kau tidak mendengarkanku. Sekarang aku malah ragu kalau kau mencintaiku sama seperti rasa cintaku padamu. Aku tidak suka sikapmu begini, Keisya,” tekan Kevan. Jujur saja, ia menyukai sikap manis yang ditujukan Keisya selama ini. Jadi, jika Keisya bersikap tidak wajar seperti sekarang, ia benar-benar marah.

“A-Aku tidak kesana, Kev,” cicit Keisya. Gadis itu menundukkan kepalanya.

“Tidak kesana? Ya, mungkin kau tidak ke pesta. Tapi, melihat dandananmu seperti ini membuatku yakin kau akan kesana dan sesuatu terjadi dalam perjalanan. Hal itulah yang membuatmu kesini, kan?” tanya Kevan kesal.

Keisya tiba-tiba mengangkat wajahnya dan menatap Kevan dengan penuh amarah. Ia tersinggung dengan perkataan Kevan yang secara tidak langsung ingin mengatakan padanya bahwa Keisya datang hanya karena membutuhkannya.

“Aku harus pergi, Kev! Tapi, kau tak mau menjemputku! Apapun yang terjadi padaku itu salahmu! Aku hancur, Kev! Aku hancur! Kau mengabaikan teleponku dan pesanku. Padahal aku sangat membutuhkanmu Kev! Aku hanya ingin kau menolongku darinya!” ucap Keisya dengan nada tinggi. Kevan sedikit kaget. Keisya tak pernah semarah ini padanya. Tidak, bahkan dia tidak pernah marah.

“Kei!”

“Aku hanya ingin kau menjemputku! Mendengarkan peringatanmu hanya membuatku sial!” lanjut Keisya dengan nada lirih. Kevan bungkam. Ia tak tahu apa kesalahannya hingga Keisya terlihat sangat hancur saat ini.

“Ada apa Kei? Dia siapa?” tanya Kevan mencoba mengangkat suara. dia menjadi penasaran dengan orang yang dimaksud Keisya.

“Jason! Kakak tiriku pulang dari Newyork. Aku takut Kev,” suara Keisya bergetar.

Kevan kaget mendengar nama itu. Dia pun langsung merengkuhnya. Ia tahu Keisya sangat takut akan kakak tirinya itu. Ia tahu bagaimana gadis itu tiba-tiba menjadi anti-sosial semenjak ibunya menikah lagi dengan pria asing yang memiliki anak lelaki.

Jason, bukanlah orang baik. Dia sangat kasar dan kejam. Dia adalah psikopat yang gila. Saat ada Kelly, mungkin Keisya tak terlalu takut. Karena Kelly yang pemberani itu bisa melindunginya. Tapi, setahun yang lalu Kelly dibunuh. Dan itu adalah ulah Jason!

Hanya Keisya dan Kevan yang tahu kebenaran itu. Semenjak pembunuhan itu, Jason melarikan diri ke New York. Ia takut akan ketahuan oleh orang lain. Alasannya bekerja di luar negeri adalah kebohongan. Karena nyatanya, Keisya menyaksikan semua itu. Bagaimana kembarannya dibunuh sadis oleh Jason hanya karena bertengkar kecil karena melawan Jason.

“Apa yang sudah dilakukannya?” tanya Kevan gusar. Ia takut terjadi sesuatu.

“Ia melecehkanku, Kev,” cicit Keisya membuat degup jantung Kevan memompa cepat.

“Kei, kau ....”

“Aku tak bisa melawannya. Dia terlalu kuat,” Kevan tahu dan sangat tahu hal itu. Tapi ia tak menyangka gadisnya dilecehkan. Ia marah hingga ke ubun-ubun.

Kevan hendak bangun. Ia akan mendatangi Jason dan melaporkannya pada polisi. Tapi, Keisya menahan tangannya dan menggeleng kuat. “Tak ada artinya lagi, Kev! Sudah terlambat!” Kevan memandangi Keisya.

“Aku tak terima Kei! Dia sudah menghancurkanmu! Orang seperti itu layak untuk mati! Tenanglah Kei, aku selalu ada untukmu,”

Keisya menangis lagi. Kevan tahu gadis itu takut lalu memeluknya erat. Ia sadar semua itu adalah kesalahannya. Dan Kevan baru menyadarinya!

***

Kevan membuka matanya berat saat sinar matahari mengintip malu-malu dari gordennya. Saat kesadarannya penuh, Kevan langsung heboh. Ia melihat sekelilingnya. Tidak ada siapapun. Pria itu buru-buru keluar dari kamarnya. Ia mencari Keisya. Tapi tidak ada. Di mana dia?

Seketika Kevan menegang mengingat kejadian semalam. Ia meneguk salivanya yang tercekat. Sekelebat bayangan mengenai semalam membuatnya ketakutan.

“Kau lapar, Kei? Aku akan memasak untukmu,” tawar Kevan. Gadis itu mengangguk kecil. Kevan tahu gadis itu sedang tidak baik-baik saja sehingga ia yakin gadis itu pasti belum makan apapun. Saat kevan beranjak, Keisya menahan tangannya.

“Biar aku saja,” tawar Keisya.

“Tidak, kau masih ....”

“Aku baik-baik saja selama bersamamu,” potong Keisya lalu beranjak pergi ke dapur.

Kevan mengalah dan membiarkan Keisya menguasai dapurnya. Mungkin Keisya akan membaik jika melakukan hobinya. Ya, Keisya suka memasak.

Kevan memejamkan matanya karena mengantuk. Sesaat ia tertidur, dan begitu ia bangun ia merasa sedikit aneh. Sudah satu jam Keisya di dapur tapi belum muncul-muncul juga. Dengan penasaran tingkat tinggi, Kevan memilih menghampiri gadis itu di dapur.

“Kei apa kau--Ya ampun, Kei!” pekik Kevan kaget. Ia mencengkram kuat tembok yang ada di sebelahnya. Apa yang ia lihat benar-benar menegangkan. Berulang kali ia mengusap matanya. Tapi, yang ia lihat tetaplah pemandangan yang sama.

Keisya ada di sana. Dengan pisau dapur di tangan kanannya. Ia sedang memotong sesuatu. Bukan ikan, daging, tempe, atau sayuran. Tapi jari! Iya, jari tangan kirinya sendiri!

Darah berceceran di mana-mana. Lalu Keisya merebus potongan jarinya ke dalam panci. Kevan yang melihatnya merasa gila dan takut.

“Kev, kemarilah! Bantu aku mengiris paha dan betis ini. Aku kesusahan melakukannya,” ujar Keisya yang saat ini sedang mengiris betis kecilnya itu sendiri. 

“Kev ....” panggil Keisya lalu gadis itu memperlihatkan wajahnya yang sedari tadi tertutupi rambut panjangnya itu.

Kevan makin terbelalak. Mata Keisya. Sebelahnya menghilang. Bola matanya tak ada di sana.

“Ma—ta hilang?” cicit Kevan syok.

“Ah, aku baru saja akan mencongkelnya yang sebelah lagi. Bantulah aku, Kev,” lirih Keisya.

“Tidak! Ini gila!”teriak Kevan frustasi. Ia berlari meninggalkan dapur dan ingin keluar dari rumahnya.

“Kev, kau bilang tak akan membenciku. Kau tetap mencintaiku walau aku hantu, kan?” teriak Keisya dengan nada menyedihkan. Kevan menghentikan langkahnya. Ia memang mencintai Keisya. Tapi, ini adalah hal yang paling gila yang pernah ia lihat. Semua ini gila.

Sebuah tangan melingkari pinggang Kevan. Pria itu mematung. Ada helaan nafas yang sungguh mencekam di belakangnya.

“Kev, kau tahu? Cintaku sama besarnya denganmu. Dan aku tak akan membencimu,” suara itu menjadi penutup bagi kegilaan yang ia lihat. Seketika semuanya gelap.

***

Kevan memberanikan diri ke dapur. Kosong. Pria itu menghela napasnya lega. Ia juga melihat ruang tamu yang semalam ada cemilan dan baskom. Tapi, tak ada apapun di sana pagi ini. Itu artinya semalam adalah mimpi. Mimpi yang sangat gila dan menegangkan selama hidupnya. Tapi, kenapa semua terasa nyata.

Seketika ia mengkhawatirkan Keisya. Apa yang telah terjadi padanya? Apa Keisya baik-baik saja? Apa Keisya mendengarkannya? Jika iya, apa Jason benar-benar sudah pulang? Apa yang telah terjadi? Kevan mengkhawatirkan Keisya lebih dari apapun. Mimpi semalam membuatnya takut, jika ia membuat kesalahan.

Kevan baru saja akan mengambil ponselnya untuk menghubungi Keisya. Tapi, niat itu terurungkan saat ada ketukan pintu. Kevan memilih membuka pintu untuk tamunya.

Betapa kagetnya ia begitu melihat ada polisi yang berdiri tegap disana.

“Apa anda Kevan Arlangga?” tanya salah satu polisi.

“Benar, saya Kevan Arlangga. Maaf, ada apa?” tanyanya heran. Setau Kevan tak ada kesalahan apapun yang ia lakukan. Seketika ia khawatir pada keluarganya yang bepergian. Karena seharusnya mereka pulang hari ini.

“Apa yang terjadi pada ayah saya? Ibu saya? Kakak dan adik saya?” tanya Kevan mulai khawatir.

“Hem ... Saya bukan ingin membicarakan tentang keluarga anda,” Kevan menghela nafas lega sebelum akhirnya polisi itu melanjutkan,“Tapi, mengenai gadis yang bernama Keisya Willy.”

Seketika pertahanan Kevan runtuh seketika. Keisya? Ada apa dengan gadisnya? Kevan kembali mengingat mimpi buruknya semalam.

“Apa yang terjadi padanya?” tanya Kevan khawatir.

“Anda adalah orang terakhir yang dihubungi nona Keisya. Apa--”

“Apa yang telah terjadi, pak?” potong Kevan frustasi.

“Nona Keisya meninggal.”

“Apa?!” Kevan benar-benar kaget mendengar pernyataan itu. Seketika tubuhnya linglung. Kepalanya pusing. Ia berharap apa yang dikatakan polisi itu tidak benar.

“Tidak mungkin,” desis Kevan. “Semalam itu mimpi,” cicit Kevan.

“Nona Keisya ditemukan tewas dengan keadaan mengenaskan di dapurnya. Seorang pria juga tewas disana,”

“Pria?” Kevan mengernyitkan keningnya.

“Dia bernama Jason, kakak tiri dari nona Keisya.”

“Tidak mungkin, jadi Jason benar-benar pulang?” lirih Kevan. Pria itu tak menyangka mendengar berita ini. Mimpinya. Apakah nyata?

“Kejadiannya pukul 10 malam. Lewat CCTV rumah, nona Keisya terlihat akan dilecehkan, tapi nona Keisya melawan sehingga tersangka Jason menusuk dengan pisau dapur di perut sebelah kiri,”jelas polisi itu membuat Kevan menggila. Tidak mungkin!

“Setelah tewas, nona Keisya juga diperlakukan dengan biadap oleh kakak tirinya. Tubuhnya dimutilasi. Dagingnya diiris-iris layaknya hewan, jari-jarinya dipotong dan matanya dicongkel se--”

“CUKUP!” Kevan tak sanggup mendengarnya lagi. Pria itu langsung masuk kedalam rumah dan menutup pintunya rapat.

Kevan terduduk di balik pintu dan tiba-tiba menangis. Ia menyadari bahwa semua itu kesalahannya. Keisya memintanya menjemput agar ia terbebas dari Jason, bukan karena pesta Halloween. Tapi, Kevan malah menyuruhnya tetap di rumah. Dan akhirnya inilah yang terjadi. Keisya yang menurutinya benar-benar tinggal di rumah sendirian. Ia merasa tidak berguna. Benar kata Keisya, peringatannya hanya mengakibatkan kesialan.

Kevan meraih ponselnya. Ia mengaktifkannya dan melihat begitu banyak panggilan dan pesan dari Keisya. Pesan terakhir dari gadis itu berbunyi, “Tolong aku Kevan, Jason ada di rumah dan ingin membunuhku,”.

Tubuh Kevan bergetar hebat. Ia frustasi dan menangis sejadi-jadinya. Ia ingat akan semalam. Mimpi gila itu membuatnya menggila. Mimpi itu yang mengantarkan Kevan pada penyesalan. Ia bertemu dengan Keisya dimimpi itu.

“Kev, kau tahu? Cintaku sama besarnya denganmu. Dan aku tak akan membencimu,”. Itu adalah kata-kata terakhir Keisya dimimpinya. Keisya tak marah dengannya. Tak membencinya. Dan Kevan sangat merasa bersalah.

“Saat kau menjadi makhluk yang kubenci itupun aku akan tetap mencintaimu, Kei,”. Kevan berharap Keisya benar-benar mengerti perasaannya. Ya, dia tetap mencintai Keisya. Tapi, kini Keisya-nya pergi karena keegoisannya sendiri.

“Maafkan aku, Kei! Maafkan aku!” isak Kevan.

***

Setelah pulang dari pemakaman, Kevan hanya tertidur untuk menenangkan pikirannya. Ia sudang menghubungi keluarganya yang akan pulang malam hari nanti. Ia tidak menyangka melihat wajah pucat itu dikubur. Semuanya salahnya.

Kevan baru terbangun dari tidurnya. Sudah sore dan ia merasa sangat haus. Ia berjalan ke dapur. Setelah minum, ia melihat ada kantong plastik hitam yang setahunya tak ada di keranjang sampah sebelumnya. Kevan mencium bau busuk dari kantong plastik. Ia pun membawa keluar dan membuang kantong plastik itu di tempat sampah yang lebih besar di rumahnya.

Entah apa yang membuatnya penasaran, ia pun membuka kantong plastik itu dan betapa terkejutnya ia melihat isinya. Potongan-potongan tubuh manusia. Tidak mungkin!

Kevan ketakutan dan berlari cepat kedalam rumahnya. Ia butuh minum setelah berlarian. Tapi langkahnya terhenti begitu melihat punggung yang sangat ia kenal berdiri disana.

“Kev, kau lapar? Aku sudah membuatkanmu sup,” ujar gadis itu. Kevan membulatkan matanya melihat gadis itu membalikkan badannya. Dia di sana. Dengan keadaan seperti didalam mimpinya semalam. Seketika nafas Kevan terhenti, merasa dunia menghimpitnya.

END

           

 

 

How do you feel about this chapter?

1 1 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • thirteen

    Bagus bangetlah, greget, twist endingnya suka :D

  • Ardhio_Prantoko

    Beberapa narasinya klise, tapi plottingnya udah dapat. Ditunggu tulisanmu lainnya. Mampir ke tulisanku juga ya.

Similar Tags
For One More Day
495      348     0     
Short Story
Tentang pertemuan dua orang yang telah lama berpisah, entah pertemuan itu akan menyembuhkan luka, atau malah memperdalam luka yang telah ada.
Dissolve
447      296     2     
Romance
Could you tell me what am I to you?
Something about Destiny
170      145     1     
Romance
Devan Julio Widarta yang selalu dikenal Sherin sebagai suami yang dingin dan kurang berperasaan itu tiba-tiba berubah menjadi begitu perhatian dan bahkan mempersiapkan kencan untuk mereka berdua. Sherin Adinta Dikara, seorang wanita muda yang melepas status lajangnya pada umur 25 tahun itu pun merasa sangat heran. Tapi disisi lain, begitu senang. Dia merasa mungkin akhirnya tiba saat dia bisa mer...
MERAH MUDA
516      374     0     
Short Story
Aku mengenang setiap momen kita. Aku berhenti, aku tahu semuanya telah berakhir.
Reaksi Kimia (update)
5886      1558     7     
Romance
》Ketika Kesempurnaan Mengaggumi Kesederhanaan《 "Dua orang bersama itu seperti reaksi kimia. Jika kamu menggabungkan dua hal yang identik, tidak ada reaksi kimia yang di lihat. Lain halnya dengan dua hal yang berbeda disatukan, pasti dapat menghasilkan percikan yang tidak terduga" ~Alvaro Marcello Anindito~
Batas Sunyi
1985      898     108     
Romance
"Hargai setiap momen bersama orang yang kita sayangi karena mati itu pasti dan kita gak tahu kapan tepatnya. Soalnya menyesal karena terlambat menyadari sesuatu berharga saat sudah enggak ada itu sangat menyakitkan." - Sabda Raka Handoko. "Tidak apa-apa kalau tidak sehebat orang lain dan menjadi manusia biasa-biasa saja. Masih hidup saja sudah sebuah achievement yang perlu dirayakan setiap har...
Love Rain
20961      2832     4     
Romance
Selama menjadi karyawati di toko CD sekitar Myeong-dong, hanya ada satu hal yang tak Han Yuna suka: bila sedang hujan. Berkat hujan, pekerjaannya yang bisa dilakukan hanya sekejap saja, dapat menjadi berkali-kali lipat. Seperti menyusun kembali CD yang telah diletak ke sembarang tempat oleh para pengunjung dadakan, atau mengepel lantai setiap kali jejak basah itu muncul dalam waktu berdekatan. ...
Peran Pengganti; Lintang Bumi
1735      773     10     
Romance
Sudah banyak cerita perjodohan di dunia ini. Ada sebagian yang akhirnya saling jatuh cinta, sebagian lagi berpisah dengan alasan tidak adanya cinta yang tumbuh di antara mereka. Begitu juga dengan Achala Annandhita, dijodohkan dengan Jibran Lintang Darmawan, seorang pria yang hanya menganggap pernikahannya sebagai peran pengganti. Dikhianati secara terang-terangan, dipaksa menandatangani su...
Cinta Sebatas Doa
612      429     0     
Short Story
Fero sakit. Dia meminta Jeannita untuk tidak menemuinya lagi sejak itu. Sementara Jeannita justru menjadi pengecut untuk menemui laki-laki itu dan membiarkan seluruh sekolah mengisukan hubungan mereka tidak lagi sedekat dulu. Padahal tidak. Cukup tunggu saja apa yang mungkin dilakukan Jeannita untuk membuktikannya.
Love in the Past
572      425     4     
Short Story
Ketika perasaan itu muncul kembali, ketika aku bertemu dengannya lagi, ketika aku harus kembali menyesali kisah itu kesekian kali.