Kediaman Sany | 19.15
Tik tuk tik tuk ... Suara keyboard yang terketuk begitu kerasnya. Gadis itu tampak serius menatap 2 layar komputer di sisi kanan kirinya. Kursi hitam berodanya terus bergerak ke sana kemari. Dengan rambut yang terurai lurus, kini menjadi kusut akibat kesalahan yang ia buat.
“SHI*T! Gimana nih. ARGH!” keluhnya ketika lampu merah, tanda peringatan, di atas komputernya terus menyala.
Ya, dia tercyduk oleh bagian keamanan akun retasannya. Ketika sedang meretas, ia salah langkah. Dan beginilah jadinya. Lampu merah itu kemudian semakin menyala dengan iringan alarm seperti kebakaran. Argh sial. Gadis itu bangkit dari duduknya lalu segera mematikan pusat listriknya.
Klik!
Ruangan itu langsung gelap gulita. Gadis itu bernama Sany Hifaya. Dengan nama akun peretasnya, Sun Dark.
DOK ... DOK ... DOK!
“Sany! Waktunya makan malam!” seru ayahnya, Bagus, sembari mengetuk pintu kamar putrinya.
Sany memiliki ruang lebih di dalam kamarnya. Dan ruangan itu ia gunakan sebagai lahan kerjanya. Sun Dark, peretas handal yang belajar karena otodidak. Bahkan, ia hampir saja dipenjara karena meretas akun besar di bawah kemampuannya.
“SANY!”
Gadis itu mengacak rambutnya, “Ck! IYA YAH, SEBENTAR!” serunya kemudian melipat bibirnya ke dalam. Duh, bisa rugi besar dia kalau rencananya gagal.
“Sedang apa di kamar? Ayah udah lapar ini, tapi nungguin kamu.” Cletuk Bagus sedikit mengomel.
“Belajar yah.” Jawabnya singkat dan terdengar dingin.
“Jangan terlalu malam belajarnya. Nanti lelah badan kurusmu itu,”
Sany tersenyum simpul mendengarnya. Sejak kapan si ayah jadi peduli soal dirinya? Waktu dulu saja, tidak.
Selesai makan, Sany kembali ke ruang rahasianya. Ya, ayahnya tidak tau jika memiliki anak seorang peretas alias hacker. Sany seperti itu ketika tahu, mendiang ibunya terbunuh oleh mata – mata asing yang di sewa dari saingan kerja ayahnya.
Ayahnya seorang dewan yang sedang naik daun, begitu pula lawannya. Sany memang tak suka dengan ibu dan ayahnya, sebab mereka tak pernah memperhatikan dirinya. Namun, hati kecilnya tetap saja memberontak dan bahkan memiliki dendam pada dalang yang tega menyuruh orang lain untuk membunuh ibunya.
“Oke, kita mulai lagi,” gumamnya menyalakan kembali listrik ruangan itu.
Semua menyala, dan komputernya tak lagi bertanda bahaya. Sany memulainya dari awal. Banyak sekali kode biner yang harus ia cermati, bahkan kode – kode lainnya ketika ia sudah masuk ke dalam pusat keamanan.
Disisi lain, bagian yang ter-retas.
“BOS! KITA DI HACK LAGI!” seru bagian keamanan itu mulai melawan apa yang tengah dilakukan Sany.
Adegan lawan melawan dalam mesin itu terjadi cukup sengit, bahkan Sany sedikit kewalahan karenanya. Tak menyerah, Sany mencari cara lain dengan otaknya yang sangat cepat berfikir. Dan yha! Sany berhasil. Ketika berhasil meretas, layar korbannya akan berubah menjadi kumpulan kode membentuk huruf ‘SD’ dengan maksud,
“Sun Dark?!”
“SIAL! KITA JADI KORBAN SD!”
Orang – orang itu menggebrakkan mejanya dengan kesal. Sedangkan Sany, menghela nafas panjang sembari menghubungi klien-nya.
“Misi selesai. Tambahan uang yang kau janjikan, ku tunggu 1x24 jam. Jika terlambat, akan ku bocorkan ulah siapa sebenarnya,” ancam Sany pada kliennya dengan suara samaran.
-SUN DARK-
“BARA!” seru bapaknya, sembari membawa setumpuk kertas putih.
Bara Adipermana, anak dari Hendra Prasmata, calon dewan yang hendak naik daun seperti ayah Sany, Bagus Foragus. Bara merupakan anak yang aktif di kampusnya, istilahnya, organisator gitu. Selain Organisator, ia seorang CEO MC (Multi Company) yang bergerak di bidang properti internasional, menggantikan ayahnya yang sibuk mencalonkan diri menjadi dewan.
“Bantu kampanye ayah, oke?” kata Hendra membuat lelaki itu mengangguk malas.
Meski ia organisator, ia membenci dunia politik. Bagaimana tidak, dunia politik telah merenggut adik perempuannya. Politik di negaranya kejam, bunuh membunuh seakan mudah dilakukan demi mengancam lawannya.
“Bapak gak takut Bara jadi kayak adek, hm?” tanya Bara, lelah dengan ambisi bapaknya itu.
“HUSS! Bicara apa kamu itu!” bentak Hendra memukul punggung putranya.
Bara meringis sekilas lalu masuk ke dalam kamar, guna mengerjakan tugas kuliahnya.
Drrrt—
Bara menoleh ke arah ponselnya yang bergetar,
Tunggu, dan segeralah menyusul adikmu, Bara Adipermana.
Pesan singkat itu sukses membuat Bara melemparkan ponselnya, ia mengusap rambutnya ke belakang dan menunduk dengan tangan sebagai penahannya. Bara bingung,
Haruskah ku laporkan ini pada bapak?
Kediaman Sany | 12.00
“Sany berangkat dulu,” pamit gadis itu sembari mengecup punggung tangan ayahnya.
“Hati – hati,” balas Bagus sedikit gusar mengetahui kotak terorr yang ia dapatkan subuh, tadi.
Dulu Istrimu, Esok akan menjadi Putrimu. Menyerahlah, kawan.
“SIAL! Siapa pengirim ini?!” Pekiknya marah, begitu dirasa putrinya sudah jauh dari rumah.
Sany menghela nafas panjang ketika angkot yang ia tunggu tak kunjung datang. Meski ia memiliki uang lebih dari kerja gelapnya, Sany tak berani mepergunakan uang itu seenak jidat. Dan juga, Gadis itu bukannya tidak tahu, ia hanya pura-pura tidak tau jika ayahnya mendapatkan terorr, subuh tadi.
“Ck! Siapa sih yang ngirim itu,”
TIIIIN!
BRAK!
Sany terkejut ketika motor besar melaju kencang dan menubruk tiang, tempat ia berdiri. Gadis itu melongo, melihat lelaki itu penuh darah dan motornya berasap. Tak lama kemudian, orang – orang sekitar memenuhi lokasi kejadian.
“CEPAT, HUBUNGI AMBULANCE!! CEPAAAAAT!”
“WAAAH KECELAKAAN LUR!”
Sany membeku, wajah lelaki itu terngiang-ngiang dibenaknya. Bahkan kakinya bergetar, ia tak sanggup pergi dari sana begitu saja. Saat ini, ia dibawa polisi sebagai saksi.
“Mbak namanya siapa?”
“S-sany”
“Apa mbak terluka?”
Sany menggeleng, “Boleh saya lihat mas nya?”
Polisi mengangguk dan mendampingi Sany menuju ruang rawat lelaki tak dikenal itu. Mata lelaki itu masih terpejam dengan alat bantu hidup yang menyatu pada tubuhnya. Suara diagram jantung dan pernafasan membuat suasana tampak ngeri .
“B-bara Ad--? Duh, siapa sih,” eja Sany membaca nama pasien itu.
“Dia anak dari Hendra Prasmata, Calon Dewan nomor 2, saingan ayahmu,” ujar polisi, Bayu, tiba-tiba.
“Hah?”
“Sepertinya, saya perlu menyelidiki ayahmu dan anggota politiknya.”
Sany terdiam.
Ia terus memandangi Bara yang ia rasa sebagai korban. Benarkah ini ada kaitannya dengan sang ayah?
Drrt—
“Halo?”
“SANY?! Kamu baik-baik saja kan?” pekik Ayahnya terlihat panik.
“Memang aku kenapa?” tanya Sany yang sebenarnya ingin tau.
“Ayah dengar, ummm ... ada kecelakaan tunggal di dekat kamu biasa menunggu angkot. Sekarang kamu dimana?”
“Aku di RS Indah.”
“APA?! Sial, anakku kena bodoh! – Ayah segera ke sana!” ujarnya mematikan telepon secara sepihak.
Sany mendengar bisikan itu, kecurigaannya semakin kuat.
“Kamu, anaknya Bagus?” tanya laki – laki yang cukup tampan, dengan wajah dewasa seperti ayahnya.
Sany menelan ludahnya, “Om siapa?”
“Saya bapak dari anak ini,”
Sany mengerjapkan mata secara perlahan, lalu menoleh ke arah Bara.
“Brarti om dewan juga?”
“Calon,”
“Ah, baiklah. Saya sebagai saksi. Kalau begitu saya permisi,” pamit Sany namun ia dicekal oleh om-om itu.
DUKH!
Punggung Sany menghantam tembok dekat pintu ruangan. Tampaknya, Hendra mengunci Sany agar ia tak kemana- mana.
“Pak—kh.. sssh!” Suara Bara menyelamatkan Sany.
Gadis itu langsung menendang tulang kering Hendra dan pergi dari sana.
“Bara? Kau baik-baik saja kan?”
“Motorku?”
Ctak!
Hendra menyentil dahi putranya, “Kamu masuk rumah sakit! Malah tanya motormu gimana,”
“Motorku baik-baik aja kan?”
“Hm”
Bara menghela nafas lega, itu motor kesayangannya.
“Tadi, ada orang yang sengaja hendak membunuhmu. Kamu harusnya hati-hati!” ujar hendra memperingatkan putranya.
“Iya pak,”
Hendra menghela nafas panjang, setidaknya nyawa putranya masih terselamatkan. Di sisi lain, Sany menyentuh dadanya yang berdegup cukup kencang. Ia merasa takut, dan penasaran.
Jangan – jangan, yang membunuh ibu, om-om itu?
Pikirnya dalam hati.
- SUN DARK –
Drrt—
Sun dark! Sudah ku kirimkan 30juta dollar ke rekeningmu. Terimakasih atas informasinya, Musuh terlumpuhkan.
Sany membelalakan matanya, jangan bilang, yang dimaksud ‘musuh yang terlumpuhkan’ itu Bara. Jadi, bukan ayahnya, melainkan dirinya sendiri.
Oke. Tx.
Begitu balasan Sany pada Klien rahasianya.
Gadis itu langsung mengutak-atik ponselnya guna mencari tahu siapa kliennya. Sial. Klien tersebut anonim. Bukannya apa-apa, gadis itu sedikit merasa bersalah, tapi ... sudahlah, dia hanya menjalankan perintah.
“SANY!” pekik ayahnya langsung memeluk dirinya.
Dengan cepat, Sany melepaskan dekapan ayahnya secara kasar.
“LEPAS!”
“are you really okay?”
“Sejak kapan ayah peduli?”
“Jangan bicara sembarangan Sany! Ayah tentu peduli,”
“Hah, omong kosong!”
“SANY!”
Gadis itu meninggalkan ayahnya yang terus memanggil namanya. Ia keluarkan topi hitam bertuliskan SD di depannya, dan terus berjalan lurus, tanpa menoleh kanan kiri.
Drrt---
Hi bagus. Lihat keluar, SEKARANG!
Bagus cemas, dan berlari ke depan.
Namun,
BRAK!!!
Seseorang terpental oleh mobil dengan sengaja. Mata bagus melotot, ia gemetar.
Jangan bilang itu, Sany.
Jangan.
“Saa—Fiuhh... bukan putriku,” gumamnya begitu dekat dengan korban.
Drrt---
Are you SD? SunDark?
Sany mengernyitkan dahinya sembari duduk di dalam bis kota. Ia sempat celingak – celinguk sebelum akhirnya membalas pesan masuk itu.
Siapa?
Meski ini sudah terbilang ‘Sangat biasa’ bagi Sany, tetap saja, gadis itu was-was. Ya, Cyber mana yang tidak geram dengan Hacker autodidak yang berhasil merebut kasus jutaan dollar tanpa punya rasa bersalah.
Bukan tidak punya.
Ia hanya menutupinya.
Aku Bei. I need your help! Fast please.
Sany memincingkan matanya.
Bei, who is him?
Apa pekerjaan mu?
Sany menanyakan hal itu untuk berjaga-jaga. Bisa saja ia dijebak.
Mahasiswa.
Sany menunjukkan senyum simpulnya ketika membaca pesan dari Bei.
Mahasiswa? Are you kidding me? Untuk apa, mencuri berkas ujian, haha LOL
Sepertinya lelaki bernama Bei itu ikut tersenyum simpul membaca pesan masuk dari Sany.
“Sedang apa Bara?”
“Ah, tidak pak, hanya chat dengan teman.”
Teman katanya, haha.
Bara membalas pesan tersebut.
Darimana Bara dapat nomor SunDark?
Bara menemukan di meja kerja bapaknya, dan sepertinya, bapaknya hendak merencanakan sesuatu.
“Ya sudah, setelah ini jangan lupa makan,”
Bara diam saja.
Aku sudah semester akhir. Untuk apa berkas itu, haha. Bantu aku mencari tau rencana bapakku,
Oh yang benar saja. Sany merasa aneh dengan pesan masuk dari Bei itu.
Tidak bisa. Sorry. Bye.
Balas Sany memutuskan percakapan mereka melalui pesan tersebut. Bara tampak kesal, sombong sekali rupanya SunDark itu. Ah, Bara memutuskan untuk membiarkan ayahnya berencana semaunya. Laki-laki itu kemudian menghubungi temannya, ia sedikit tak enak, tak jadi gabung dalam rapat kerja.
Drrt—
Bos, Perusahaan kita terancam.
Bara membelalakan matanya, segera menelpon anak buahnya itu.
” Terancam bagaimana?!”
“SD, mencuri data penting kita,”
“SD?”
“Ya, SunDark.”
Bara geram. Tangannya mengepal, baru saja ia mengirimkan pesan itu. Dengan perasaan marah, Bara menelpon SunDark secara tiba-tiba.
Disisi lain, Sany tak jadi berangkat ke kampus, karena insiden yang ia alami, tadi. Gadis itu sudah di dalam rumah, dan berada di kamar. Ia sedang istirahat, namun ponselnya bergetar.
“Halo?”
Bara mengernyitkan dahi.
SunDark, perempuan?
“Kamu SunDark?” suara laki-laki itu mengejutkan Sany.
Gadis itu lantas melihat siapa yang menghubunginya. Sial. Bei.
“Maaf siapa ya?” tipu Sany berpura-pura tidak tahu.
“Saya mengirimkan pesan pada SunDark tadi, apa benar itu kamu?”
“Maaf salah orang.” Sany memutuskan panggilan itu sepihak. Dan otomatis memblokir nomor Bei.
Bara mencoba menghubungi SD, namun gagal. Akhirnya Bara mengirim pesan dengan nomor lain.
KARENAMU! PERUSAHAANKU HANCUR. Bgst!
Sany membelalakan matanya, ia segera berlari menuju ruang kerjanya. Lampu merah berkedip-kedip ketika ia menyalakan komputernya. Sial. Ia diretas.
Gadis itu memutar otaknya, apa yang membuatnya ia teretas. AH SIAL. Flashdisk biru dari ayahnya!
Ya, ayahnya memintanya untuk dibuatkan Flyer dan memintanya mengirim melalui flashdisk biru itu.
Sany mencabut fd biru itu paksa, dan memperbaiki sistemnya dengan gerak cepat. Pertempuran kode biner dan bahasa mesin dimulai dengan kecepatan berfikir juga mengetik.
Sany kelelahan.
Yang meretas, bukan pengusaha yang mengirimkan pesan tadi, melainkan, peretas lain yang sepertinya lebih profesional dari dirinya.
“ARGH!”
Sany frustasi, lalu mematikan listrik dari pusatnya. Yang terjadi ialah, satu komputernya meledak akibat konsleting listrik. Sany terkejut, percikan api itu merambat, dan nyaris membakar ruang kerjanya. Ia segera memutus sumber api dengan air, dan kain basah.
Huft – berhasil.
“Sial, hampir saja rugi bandar,”
-SUNDARK-
“Bara, kemari sebentar. Bapak mau bicara,”
“Ada apa?”
“Dekati gadis ini,”
“Ha?”
“Dengan melumpuhkan anaknya, bapak bisa mengalahkan si Bagus itu.”
“Dia?” Bara melihat foto Sany yang diambil diam-diam saat gadis itu ke Rumah Sakit.
“Ya, dia saksi kecelakaan tunggalmu yang hampir saja ikut menjadi korban,”
“Oh,”
“Bantu bapak. Bisakan?”
Bara tampak berfikir, ia tak punya kekasih, hanya saja ...
“Bara?”
Bara menghela nafas panjang. “Ya, Bara coba. Tapi tidak janji,”
Usia Bara dan Sany terpaut 4 tahun. Tentunya, lebih tua Bara. Laki-laki itu menghubungi teman BEM, andalannya.
“Bro, carikan aku nomor Sany anak fakultas komputer,”
“Hah? Buat apa?” tanya Tommy, teman sebayanya.
“Kepo lu. Buru!”
“Yaelah, sabar.” Balas Tommy mengecek data adik tingkatnya semasa Ospek.
“Nih, tapi gak tau aktif apa engga.”
“Oke thanks,” balas Bara dengan senyum sedikit merekah.
Sany, memiliki 2 nomor.
1 nomor bisnis, 1 nomor sehari –hari.
Dan kali ini, ponsel hariannya berdering, setelah gadis itu terengah-engah menyelamatkan ruang kerjanya.
“Halo?”
Bara mengernyitkan dahi, Kok sama suaranya?
“Ini Sany?” tanya Bara hati-hati.
“Iya.” Balas gadis itu tanpa melihat siapa penelponnya.
“Aku Bara,”
Sany terbungkam. Ia tak asing dengan nama itu. Sany menelan salivanya.
“Bara siapa?”
“Bara Adipermana, yang tadi kecelakaan,”
“Ah, ada apa ya?”
“Bisa ketemu? Aku ingin bicara sesuatu,” ucap Bara membuat Sany curiga.
“Bicara saja disini.” Balas Sany sembari berjalan menuju dapur, ia haus.
“Tidak bisa. Beritahu kapan kita bisa bertemu, dan dimana. Aku menurut saja,”
Panggilan itu dimatikan secara sepihak oleh Bara. Jantung lelaki itu berdegup kencang, hanya karena mendengar suara Sany. Ia membuka foto yang bapaknya kirimkan.
Cantik.
Tipe pemberani, huh?
Tanpa sadar, Bara tersenyum sendiri. Ia membayangkan bagaimana kisahnya bersama Sany berlanjut seperti drama. Duh, kenapa Bara jadi alay sih.
“Ketemuan? Aku yang nentuin? Dih, laki-laki macam apa dia?!” gerutu Sany ketika panggilan itu sudah berakhir.
“Gak akan ku temui!” gerutunya lagi sembari menutup pintu kulkas.
Drrt---
Ayah Sany menerima telepon itu,
“Bagaimana? ” tanya ayahnya.
“Maaf tuan, hanya sebagian.”
“Ah, baiklah. Terimakasih,”
Bagus berfikir, jika SD berakhir, hidupnya akan tenang. Ia tak tahu, jika SD adalah pekerjaan gelap anaknya. Bagus pulang ke rumah, berharap putrinya menyambutnya seperti dulu, ketika Sany masih kecil.
“AYAAAAH!”
“AYAH BAWA APA? Ih ... Sany kan mau jajan!”
“MAMAAAH ... AYAH PULANG!”
Bagus menitihkan air matanya, semuanya hilang. Pria tua itu kesepian. Gadisnya menjadi asing, meski satu rumah dengannya. Bagus melihat Sany yang berjalan dari dapur menuju ke kamarnya.
“Sany, Ayah rindu kebersamaan kita,” lirihnya menarik nafas dalam – dalam.
Drrt ---
Mau 300juta dollar? Bantu saya,
Sany terkekeh membacanya. Macam agen MLM saja orang ini.
Apa yang kau mau?
Sany menatap foto mendiang mamanya.
Ia rindu.
Ia juga kesepian.
Ia merasa sendiri.
Hampa.
Hancurkan gedung A, dalam waktu 5 hari dari sekarang.
Sany mengangguk tanpa pikir panjang.
Deal.
Balasnya singkat, lalu mulai bekerja. Ia mencari tau gedung apa yang dimaksud kliennya. Dan bodohnya, Sany tak menanyakan siapa yang mengirimkan pesan itu.
Sorry, who you are?
Sany mengirimkan pesan lagi begitu sadar ada yang kurang. Satu jam kemudian, kliennya membalas.
Hendra. CEO MC.
Sany mengangguk tanpa membalas. Ia mengangguk, dan cukup logis baginya seorang pengusaha besar membayarnya 300 juta.
SunDark. Targetmu pria yang selalu dijaga 2 laki-laki berpakaian batik.
Sanny mengernyitkan dahi.
Ia menelusuri gedung A dan meretas bagian keamanan untuk melihat CCTV. Ya, ada satu pria yang selalu dijaga 2 laki-laki berpakaian batik. Sany menandai target. Ia mengatur rencana penghancuran gedung, sekaligus pembunuhan.
Astaga.
Sepertinya, Sany psikopat.
Sany memutuskan memasang beberapa peledak di titik-titik normal listrik berada, sehingga, orang awam akan mengira itu konsleting listrik yang terjadi secara tiba – tiba. Namun kejadian itu akan meruntuhkan gedung sekaligus membunuh target.
Wah ...
Gila.
Esok Harinya | 7.30 AM | Kediaman Bara
Lelaki itu merenggangkan tubuhnya yang masih setia diatas kasur. Tak ada jadwal penting di pagi ini, dan lelaki itu ingin bermalas-malasan. Sebelum itu, ia mengecek ponselnya, tak ada jawaban dari Sany.
“Duh, jual mahal ya?” gumam Bara melihat tak ada tanda-tanda Sany akan membahas pertemuannya.
Morning sweetheart, jadi, gimana? Kita ketemu dimana?
Sany tersedak sandwich, karenanya.
Drrt—
Aku tidak mau bertemu.
Bara yang habis mandi itu tersenyum geli membaca balasan Sany.
Kau yakin? Hm. Aku ini terkenal tampan loh,
Bara menggelengkan kepalanya, kenapa dia jadi narsis?
Bodoamat.
Satu kata yang cukup menjengkelkan, tapi menggemaskan di satu waktu. Bara membalas pesan itu,
Oke. Cafe Bony, 19.00 dan jangan telat, atau aku mencari tahu dimana rumahmu.
Bara tersenyum sembari menyisir rambutnya. Ia berkaca, dengan hati sedikit berbunga. Wah, Bara jatuh cinta sebelum berpandangan?
Y.
Balas Sany begitu jutek, membuat Bara semakin penasaran. Lelaki itu tidak sabar, menunggu pukul 19.00
Fakultas Komputer | 13.00
Sany sudah selesai kuliah, untuk hari ini. Ia berjalan menyusuri taman kampus sembari menikmati daun – daun yang mendayu karena sejuknya angin, siang ini. Sany tersenyum, dan ini sangat langka.
“Sany!” Seru Haikal, teman dekatnya yang tau siapa dia.
“Hm,”
“Jutek amat,” balas Haikal mencolek dagu Sany.
“Apaansih!”
“Gimana rencana 300jutss itu?”
“Bingung masang peledaknya,” bisik Sany ke arah Haikal.
“Gue aja,” balas Haikal dengan suara mantap.
“Hah? Ya kali, gak usah,”
“Gapapa, gue rela mati buat lo,”
“Tay! Bullshit tau gak,” umpat Sany yang dibalas kekehan Haikal.
“Gue bisa minta bantuan preman komplek kalau perlu,”
Sany sedikit tertarik, “Bayar berapa?”
“Elaaah pelit amat lu jadi orang. Duit lu banyak kan? 200 ribu tiap anak juga udah bagus.”
“200 ribu kali 10 orang jatuhnya mahal bege!”
“Perhitungan amat yaelah! Kan lu dapetnya banyak, kagak kerasa lah ilang 2 juta doang,” kekeh Haikal merangkul Sany.
Sany sangat risih jika di rangkul-rangkul seperti itu.
“Lepas nyet!”
Haikal terkekeh, “Iya deh iya,”
Mereka berdua dibilang pacaran, padahal, tidak ada hubungan sama sekali.
“Oiya, menurutmu aku perlu datang ke sini gak?” tanya Sany pada Haikal.
“KAU DIAJAK KENCAN?! WAAAAH GILA HAHAHA, SANY KENCAN!”
“Pssst HEH!! Jangan teriak gitu,” kesal Sany melihat Haikal berteriak demikian terus menerus.
“SANY KENCAN~ Uhuuuy---”
“HAIKAAAL!”
Mereka berdua saling mengejar, Sany bersyukur karena Haikal, ia tak merasa kesepian. Ia bisa tertawa, marah, menangis dengan seseorang yang selalu ada di sampingnya.
“HAIKAL ... SIALAN!”
“Hahaha ... mau ku ajak ke salon? Biar syantik gitu,” goda Haikal mendapat tabokan di lengannya.
Sany berjalan lebih cepat mendahului Haikal. Gadis itu merajuk.
“Hei,” sapa Haikal.
“Datang saja, tidak ada salahnya kok,” ujarnya lembut sembari menahan langkah Sany.
“Yakin?” tanya Sany menatap mata Haikal.
Haikal mengangguk mantap,
“Kenapa jadi lo yang gak yakin?”
Sany melipat bibirnya ke dalam, “Aneh aja,”
“HAHAHA ... lo bukan upik abu, ayolah, lo cantik kok,”
Sany menatap bulat mata Haikal begitu lelaki itu mengatakan secara tidak sengaja bahwa ia cantik. Haikal yang sadar kalau keceplosan langsung salah tingkah,
“Mau gue anter ke salon?” tanya Haikal mencairkan suasana.
“Gak. Makasih.” Balas Sany cuek lalu berjalan menuju halte bus.
“Sekarang, lo mau kemana?”
“Gedung A. Liat situasi,” jawab Sany singkat, dan Haikal paham.
“Gue ikut.” Pinta Haikal yang tak akan bisa ditolak.
-SUNDARK-
Bara jadi semakin sering melihat arloji emas ditangan kirinya. Laki – laki itu sudah tak sabar menemui Sany, nanti malam. Bahkan, lelaki itu sudah membuat reservasi untuk 2 orang dengan suasana romantis. Astaga Bara, hanya mengatakan terimakasih tak perlu selebay ini kan?
Sany mengamati keadaan sekitar gedung A, tanpa sadar, ayahnya berlalu lalang disana. Sany sudah menentukan 4 titik yang sangat sensitif ketika bom tempel ia aktifkan. Ia mengamati pria yang selalu saja ketutupan oleh 2 orang penjaga berbaju batik. Ia sering melihat pria dan 2 penjaganya berlalu lalang di sini.
“Gimana, udah?” bisik Haikal.
Sany mengangguk, “Target terkunci,”
“Bagus. Sekarang ke salon,”
“HAH?”
“Pssst keras amat terheran-herannya,” kekeh Haikal menutup mulut Sany.
“Ya habis ngapain ke salon sih bwambang?!” balas Sany menepis tangan Haikal.
“Issh mana tangan lo bau kuaci lagi!” lanjutnya.
“Kuaci kagak ada baunya, maemunah!”
Sany tertawa kecil, lalu gadis itu mengajak Haikal keluar dari sana sebelum banyak pegawai yang curiga akan kehadirannya. Sany memutuskan, nanti malam, setelah bertemu Bara, ia akan menyelinap masuk dan menempelkan bom di titik-titik tadi.
“HAIKAL! Gak mau!”
“BURUAN ... IHH!” Haikal terus menyeret Sany agar gadis itu masuk ke dalam Salon.
Setelah pemaksaan yang luar biasa itu, Sany akhirnya menurut meski cemberut. Selesai didandani, Haikal sempat terpana sembari menunggu Sany berjalan ke arahnya.
“Tiap hari kayak gini kan, enak liatnya,”
BUGH!
Sany memukul lengan Haikal dengan tas kampusnya.
“SAKIT ASTAGA!”
“Bodo.” Cuek Sany berjalan keluar salon.
“SANY!”
“Apaan?” Sany menoleh membuat rambutnya bak iklan sampo.
“Bayar dulu, maemunah! Main pergi aja lo,”
“Kirain lo yang bayar.” Balas Sany kembali ke dalam lalu membayar dengan debit rahasianya (hasil kerjanya).
Setelah itu, mereka mampir ke foodcart hingga malam tiba.
19.00 | FoodCurt
“San, jam 7!”
Sany melihat arlojinya, “Males ah.”
“Jangan gitu dong!”
Haikal bangun dari duduknya lalu menyeret Sany untuk segera menuju Cafe Bony.
19.30 | Cafe Bony
Bara sudah resah, setengah jam Sany tak kunjung terlihat. Wajahnya merah padam, Bara badmood.
“BARA!”
Bukan perempuan, melainkan suara laki-laki. Bara mengernyitkan dahinya, bukankah cafe ini sudah dipesan?
“Siapa?”
“NIH SANY!” ucap Haikal mendorong Sany hingga hampir saja tersungkur.
“Kalian kenapa?” tanya Bara menahan tubuh Sany yang terlihat sempoyongan.
“Dia gak mau ke sini, lo harusnya berterimakasih sama gue. By the way. Gue Haikal, sahabat si SD!”
Mendengar itu Sany melotot dan tak lagi sempoyongan, justru gadis itu menginjak kaki Haikal.
“SD?”
“E—eh, sahabat dari SD maksud gue. Astaga, ngomong aja gue typo hehe,” kekeh Haikal salah tingkah.
Setelah perkenalan singkat, Haikal pamit duluan dan Sany duduk berhadapan dengan Bara.
“Kenapa tadi kayak males ke sini?”
“Emang males.” Balas Sany cuek.
“Habis nyalon?” tanya Bara lagi.
“Hm”
Bara menggaruk tengkuknya, ia kehabisan topik.
“Mau ngomongin apaan?” tanya Sany akhirnya bersuara.
“Makasih, udah nolongin gue--- eh, aku.”
“Oh, itu doang kan? Oke deh, kembali kasih. Gue ada urusan lain,” Sany yang hendak pergi itu dicekal tangannya oleh Bara.
“Makan dulu,”
“Udah kenyang. Sebelum ke sini, gue udah makan.”
“Please,” wajah Bara tampak seperti kucing yang memohon.
“Ck! Gue minum aja,”
Bara tersenyum. “Haikal itu cuma sahabat kan?” tanya Bara hati-hati.
“Kenapa emang?”
“Aku ... jatuh cinta pada pandangan pertama,”
Sany memincingkan matanya, “Dih,”
“Gak percaya?”
Sany diam, ia memutar kedua bola matanya ke atas. Ia malas dengan lelaki dusta seperti itu. Bara melipat bibirnya ke dalam, ternyata, sulit sekali menaklukan Sany.
“Kesukaan lo apa?” Bara nyerah dengan gaya bahasa sok romantis, aku-kamu.
“Komputer,”
“Sama dong. Eh, gue suka game ini,”
Sany tampak berbinar, “Lo level berapa?”
“15”
Sany merebut tab Bara. Lelaki itu tersenyum, manis sekali dia.
“GILA! Lo bisa ngalahin sumo ini pakai apa, heh?”
“Sumo?”
“Si gendut ini lho,” ujarnya menunjuk pada lawan terberatnya.
“Astaga haha, ya gini.” Balas Bara mempraktekkan cara mainnya.
“Collab dong! Biar rank gue naik!” bujuk Sany tiba-tiba.
“Ya berarti, harus sering ketemu lah. Sekalin gue ajarin biar cepet naik,”
Sany mengangguk bak anak kecil, “DEAL!”
Bara tersenyum senang, gadis ini penuh dengan teka – teki. Namun, sangat menarik.
Setelah sekian lama berbincang membahas game dan kawanannya, Sany meminta untuk pulang, ia teringat sebuah misi besar yang harus ia jalankan.
“Oke hati – hati!”
H-2 Deadline Misi SD | pukul 09.00
Kalau saya bisa menyelesaikan sebelum hari ke-5, apa ada bonus tuan?
Sany menggigit ujung ponselnya, cemas. Ia ingin segera menyelesaikan tanggungan nya.
Drrt—
Dikira balasan, rupanya Bara yang mengirim pesan ke ponsel satunya.
Aku ke rumahmu?
Sany melotot membacanya.
Jangan. Kita ketemu di taman biasa aja. Sore ya tapi,
Bara membalasnya dengan cepat
Oke sayang.
Sany tertawa, “Sayang palalu peyang! Hahaha, dasar,”
Tak bisa dipungkiri, kedekatannya yang singkat itu membuat Sany merasakan hal yang berbeda. Di samping ketampanan dan kekayaan Bara, Sany terpikat dengan cara Bara mengayomi dirinya juga kepekaan terhadapnya.
Drrt—
Oke. Bonus 100ribu dollar saja.
Sany mengernyit. Hah?
Pelit banget. Bonus 150juta dollar? Deal or cancel?
Hendra mengacak rambutnya. Rupanya, SD sangat licik dengan uang.
“Ya sudah tidak apa-apa, toh aset bapak banyak,” ucap penasehatnya.
Kalau gagal, ganti rugi 2 kali lipat. Deal?
Sany tersenyum senang.
DEAL.
Dan gadis itu menghitung mundur sembari mengamati gedung dari sadapan cctv.
3
2
1
BOOOOOOOOM!
DUAAAR!
BRAAK!
Segala macam teriakan terdengar memenuhi gedung A dan sekitarnya. Bahkan, target tak bisa meloloskan diri. Pria itu dan 2 penjaganya terjebak dalam runtuhan dinding. Sany tersenyum, bahkan tertawa kecil.
Astaga ...
Misi selesai.
Hendra tak menyangka bahwa Sany menjalankan misinya begitu cepat dan bersih.
Saya tunggu 1x24 jam. Uang belum masuk, saya beberkan siapa anda!
Sany melanjutkan pesannya, seperti itu. Sebenarnya, ia belum mencari tahu siapa Hendra si CEO MC itu. Tetapi, gadis itu akan segera mencari tahu untuk berjaga-jaga.
Hendra menekan tombol “kirim” guna mentrasfer bayaran SD, itu.
Bisa di cek. Terimakasih, SD.
Sany mengeceknya, dan ya, sesuai yang dijanjikan.
Tx.
Balasnya singkat, lalu mencari tau siapa dia.
Namun beberapa waktu kemudian,
“NON SANY! NOOON!” seru orang-orang yang mencari keberadaannya.
Sany merasa terusik, ia mengacak rambutnya lalu keluar dari kamar.
“Ada apa?”
“Ayah non, ayah non Sany ...”
“Ayah? Kenapa?”
“Ayah meninggal karena ledakan di gedung dewan non,”
DEG!
Jantung Sany seakan berhenti tiba-tiba. Gadis itu shock,
“E-emang ayah sama siapa disana?”
“Ayah non selalu di jaga 2 pengawal berpakaian batik non,”
Sany melotot, ia kembali ke kamar dan menutup pintu begitu kerasnya. Ia tak ingin melihat jasad ayahnya, ia hanya perlu tau siapa Hendra itu. Sany langsung melacak, dengan tangan yang gemetar, ia menangis dalam diam. Air matanya mengalir begitu saja, meski jiwanya memberontak.
Gue pembunuh.
Gue ...
Astaga gue bunuh ayah sendiri!
Hendra Prasmata, Dewan nomor 2.
........
........
Terjerat kasus pembunuhan berencana mengenai kasus silam, kematian istri dewan Bagus Foragus.
Sany berteriak.
“KEPARAAAAAT!”
Ia membanting keyboard dan komputernya. Bahkan, ia membalikan meja kerjanya dengan penuh amarah. Cerobohnya dia, justru membantu musuhnya.
Sany depresi. Ia tak tahu harus bagaimana, ia pembunuh. Ia meyakinkan dirinya bahwa ia sudah membunuh kedua orang tuanya.
Haikal dan Bara yang mendengar kabar itu, langsung ke rumah Sany. Bara datang untuk berbela sungkawa, dan ia tahu bahwa bapaknya adalah dalang dari ini. Bara juga mengetahui bahwa Sany adalah SD, gadis yang menjadi kaki tangan rencana busuk bapaknya. Ia mengetahui itu semua dari Haikal, sahabat Sany.
“Bukan saatnya lo nyalahin Sany. Dia butuh lo, kalau emang lo sayang sama dia,” ucap Haikal menepuk pundak Bara yang sama terkejutnya.
“Jadi, Sany itu ... Sun Dark kal?”
“Masih nanya aja lo!” balas Haikal mendorong kepala Bara secara perlahan.
Bara diam. Ia tak berniat menemui Sany, pujaan hatinya.
“Bara?” panggil Haikal.
“Sany butuh gue,” lirihnya kemudian berlari menuju kamar Sany.
“SANY!” teriak Bara mendobrak kamar gadis itu.
Sany duduk di pojokan, sembari menenggelamkan wajahnya diantara lipatan tangan di atas lutut yang tertekuk.
“San, ini gue, Bara,”
Gadis itu mendongak lalu mendorong Bara, “LO! Lo gak pantes temenan sama pembunuh!”
“Lo bukan pembunuh, Sany!”
“GUE PEMBUNUH!”
“SANY!” bentak Haikal yang menyusul.
“Berhenti nyalahin diri lo sendiri!” lanjutnya mendorong Bara menjauh, lalu mendekap tubuh mungil Sany yang ketakutan.
Bara mengacak rambutnya. Rasa yang ia dapat, terbenam oleh Dendam yang kuat. Begitupun dengan Sany. Dendamnya pada Hendra, Bapak Bara, membuatnya melupakan kenangan indah yang telah mereka lalui, meski terbilang singkat.
“Gue pamit. Lo boleh ke gue kalau lo udah tenang, San. Yang perlu lo tau, Gue sayang sama lo, walaupun gue dan lo sama-sama tau, bahwa keluarga kita gak akan bisa nyatu karena persaingan dan dendam,”
THE END.
-SUN DARK-