Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mencari Virgo
MENU
About Us  

Hari merumput bersama kali ini spesial. Menandai ulang tahunnya yang ke-20. Usia untuk menjadi dewasa sepenuhnya. Aku sampai membuat cupcake mini untuknya. Karena ia tidak akan suka ulang tahunnya dirayakan terlalu meriah. Cupcake mini buatanku sudah cukup, pesannya tahun kemarin. Sementara kami saling menertawai kecanggungan prosesi sederhana ini, aku berharap satu hal, diusianya kali ini ia akan lebih bahagia. Karena bersamaku.

Aidit mendongak menatap langit sambil mulutnya masih mengunyah remah cupcake yang tersisa. Matanya fokus pada bintang-bintang yang ada disana, seperti sedang mengirim doa. Memang sudah biasa ia menghabiskan berjam-jam ritualnya di lapangan rumput dekat rumahnya. Tanpa mau diganggu. Tanpa mau mengobrol atau apapun. Seakan-akan bintang di atas langit lah yang asyik bercakap dengannya. Dan aku ada diluar dimensi.

Semua ini adalah ritual yang sudah hadir menahun dalam hidupnya semenjak usianya masih tiga belas. Namun saat itu yang rutin disini menemaninya bukan aku. Tapi Celia. Aku baru datang menggantikan posisinya dua tahun yang lalu. Dan aku rasa aku masih merasa asing dengan semua ini. Saban minggu malam di lapangan rumput. Berjam-jam tanpa kata demi merelakannya menontoni bintang-bintang. Entah apa yang dilakukan Celia sebelum aku hadir sehingga ia betah menahun bergulat dengan kegiatan kosong macam ini. Tapi bagi Aidit, apapun yang kulakukan selalu Celia yang akan lebih unggul. Aku akan selalu kalah dari Celia untuk hal apapun. Selalu.

Setiap kali sifat lemahku muncul, Aidit akan membawa nama Celia dan membanding-bandingkannya dengan diriku. Bahwa Celia itu rapi, anggun, keibuan, penyabar, tidak keras kepala….. dan puluhan hal lainnya. Teman-temanku bilang aku gila untuk terus bertahan dengan orang yang sudah terobsesi dengan mantan yang sudah meninggal-----mereka mempertanyakan akal sehatku yang mau terus dibayangi-bayangi sosok Celia, tapi aku mengerti yang tidak mereka tahu. Aidit memerlukanku. Aku tidak bisa membayangkan ia akan menjalani upacara rutin minggu malamnya ini sendirian, mungkin ia akan berubah delusional dan gila-----berbicara sendiri mengagung-ngagungkan nama Celia.

Tidak. Aku tidak mau begitu.

Aidit bisa menjadi lebih baik, aku yakin. Hanya saja memang perlu waktu untuk menyembuhkannya. Pelan-pelan. Aku pasti bisa beradaptasi pada semua acara melihat bintang-bintang, bisa terbiasa dengan semua sindirannya yang membanding-bandingkan Celia dengan diriku, aku pasti bisa bertahan dengan rasa sakit meski harus diduakan dengan satu sosok yang sudah tidak ada lagi. Aku pasti bisa.

Jam-jam upacara itu akhirnya usai juga. Kini kami berjalan menuju rumahnya sebelum ia akan mengantarku pulang. Sebenarnya aku ingin bilang, ‘mungkin kita bisa pergi ke bioskop untuk menonton jam midnight atau mengobrol sambil pagi di kafe 24 jam’ tapi aku memilih diam, tampaknya bukan sesuatu yang bagus untuk mengajaknya keluar-----ia mungkin sedang mempersiapkan ‘perayaan ulang tahun sebenarnya’ saat pulang nanti. Sendiri. Mengoprek barang-barang lama peninggalan Celia. Melihat setiap lembar foto-foto mereka berdua. Bisa menjadi kemungkinan besar, mengenang Celia mungkin salah satu agendanya sehabis mengantarku pulang nanti.

“Kamu tahu tidak, zodiakku sama dengan dia,” ia bersuara-----suara pertama yang aku dengar setelah berjam-jam kami direndam kesunyian.

“Virgo?” tanyaku.

“Iya. Dan kamu juga kan?”

“Iya,” ada sedikit rasa tak nyaman dalam hatiku, lagi-lagi ia menyeretku dalam bayang-bayang mantan pacarnya. Aku tidak ingin mengomentari terlalu banyak.

“Jadi kita bertiga sama-sama Virgo. Dan kamu tahu, Celia pecinta zodiak sejati. Ada suatu hari ia mengambil kursus meramal dan rajin membacakan tentang zodiak kami berdua. Ia bisa berjam-jam menganalisa tentang sifat dan karakteristik Virgo, kami saling mengejek kelemahan masing-masing sebagai sesama Virgo, bahkan di ulang tahunnya yang ke-15 ia minta dihadiahi bola Kristal dengan lambang Virgo. Dia begitu terobsesi dengan zodiak.”

Yang ia tidak tahu adalah sekarang dirinya yang kelewat terobsesi dengan Celia. Pikirannya hanya dipenuhi lumbung memori berisikan Celia yang tidak akan ada habisnya, dan aku hanya berlaku sebagai pendengar semua cerita-ceritanya. Aku iba padanya bila begini caranya mengubur luka atas kematian yang sudah bertahun-tahun lalu. Aku ingin katakan, kecelakaan itu bukan kesalahannya. Celia sudah meninggal dan itu bukan kesalahannya. Hilangnya seseorang dari hidupmu adalah menyakitkan, tapi bukan berarti kamu harus terus tinggal dengan bayang-bayangnya. Kamu harus tahu banyak yang sayang padamu. Aku sayang padamu.

“Sebenarnya aku agak kesal dengannya,” Aidit sedikit menunduk, nada suaranya tiba-tiba memelan.

“Dia pernah tidak setia sekali. Hanya gara-gara masalah zodiak. Zodiak mengatakan jodoh ideal Virgo adalah Capricorn. Lalu sekali saat kami SMA, ia dekati senior yang memang sudah lama naksir padanya. Cuma karena zodiak. Aku waktu itu marah besar. Hampir sebulan. Tapi pada akhirnya ia sadar, ia minta maaf dan kembali padaku.”

Aku mencoba tersenyum tipis. “Celia pasti sayang sekali pada kamu Dit.”

Ia menoleh padaku, memandang wajahku lama. Seperti baru tersadar bahwa ia sedang bersama seseorang yang sudah dua tahun jadi kekasihnya, seseorang yang bisa terluka dengan semua obrolannya tentang mantan lama.

“Maaf, Mit…. aku mulai lagi. Kamu pasti sudah kesal sedari tadi ya?”

Aku merangkul tangannya erat.

“Bila bagi kamu dengan membagi ceritanya kamu akan merasa tenang bagiku tidak apa.” Aku berbohong.

Ia tersenyum memandangku. Berkeluh kesah. “Sepertinya aku dikutuk selamanya oleh Celia. Dikutuk untuk terus mengingatnya… dan ini tidak akan ada habisnya.”

Hari itu Aidit menjemputku untuk makan malam bersama. Sehabis pulang kantor aku sudah bersiap-siap menunggunya, menganggap bahwa hari inilah perayaan ultahnya yang ‘sebenarnya’ sekaligus membalas tuntas semua kejenuhan menunggui prosesi dilapangan rumput kemarin.

“Ini hadiah untuk kamu,” ucapku dimobil. Sebuah kotak bersampul merah aku sodorkan padanya.

Ia tersenyum, terlihat agak geli, “Sejak kapan aku perlu dikasih hadiah segala?”

“Sejak usia 20 tahun adalah usia penting untuk kamu. Kamu sudah dewasa sekarang. Hadiah ini untuk merayakannya.”

Aidit membuka kotak kecil itu, sebuah bongkahan kristal bulat dengan ukiran seorang gadis membawa bunga didalamnya. Tertulis sebuah ukiran kecil disampingnya.

Virgo. 23 Agustus – 22 September.

New hope, new happiness.

 

Ia tersenyum. Dahinya mengerut.“Kenapa ini?”

“Karena katamu, dulu Celia juga punya bola Kristal berlambang sama. Sekarang giliranmu yang punya, Dit.”

Aidit menatapku diam, wajahnya masih penuh tanda tanya. Aku menarik nafas, berusaha mengatur kata-kata sebaik mungkin.

“Aku mengerti Celia adalah yang paling kamu cinta, bertahun-tahun, dan aku tidak akan bisa menggantikan dia,” nada suaraku tiba-tiba berubah tak seimbang. Kutelan emosiku kuat-kuat.

“Tapi bukan berarti hidup kamu harus selalu penuh dengan dia. Dia akan selalu ada untuk kamu…. Seperti bola Kristal itu. Aku akan selalu mengizinkan kamu mengenang dia, memuja dan menyimpan dia, tapi izinkan dia bebas Dit. Dia akan sedih melihat kamu terus mengejar dia…. Sementara dia sudah berada jauh disana, dia menginginkan kamu bahagia.”

Aidit menatapku tidak karuan. Matanya bersaput tebal. Ia menggeleng.

“Kamu tahu….. ini tidak bisa.” Ia menunduk. Tangisnya mengambang tinggal menunggu jatuh.

“Aku terus mencari dia…. Karena aku ingin dia tetap ada. Aku akan melakukan apa saja untuk dia…. Semua apapun yang dia minta. Membiarkan dia tetap tinggal adalah satu-satunya kekuatanku untuk bisa bertahan, Mit. Kamu tidak mengerti.”

Aku juga menahan air mataku. Menatapnya tidak percaya. Tentu saja aku tidak akan mengerti. Hanya kamu dan Celia di dalam pikiranmu yang mengerti. Aku ingin sekali mengatakan, sudahlah hentikan. Jangan mencari lagi. Virgo yang kamu temukan tidak akan pernah hadir. Kamu tahu itu. Kamu tahu kamu sudah tidak ada arah. Ini akan semakin parah. Sebaiknya berhenti dan jangan mencari lagi.

“Bila kamu meminta aku untuk menganggapnya seperti ini,” ia menatap bola Kristal yang bersinar-sinar itu. “Kamu salah. Dia bukan sekedar barang kenangan, dia lebih. Dia tidak hanya untuk disimpan dan dikenang, dia harus terus hidup. Dia harus terus ada.”

Kami sama-sama tenggelam dalam tangisan, dia dengan cintanya yang tidak pernah lenyap, dan aku sebagai orang yang disisihkan dari cinta itu. Ia lebih memilih hidup dengan dunianya yang berisi Celia yang selalu ada. Ia tidak akan letih dengan segala mimpi-mimpi kosongnya, dan aku bahkan tidak bisa menyadarkannya dengan logikaku. Aku menatap bola Kristal yang masih tergenggam erat ditangannya. Menatap ukiran gadis pembawa bunga itu. Aku baru sadar, itu bukan Celia. Itu aku, yang terperangkap dalam sebongkah kristal dari dunia tempat Aidit berada. Hanya berupa hiasan yang bisa ia pajang dan ia bawa kemana-mana untuk menemaninya. Ia mengunciku supaya tidak bisa bebas. Membawaku sebagai penonton hubungan imajinya dengan Celia. Aku sebenarnya telah membeli kado yang melambangkan diriku sendiri.

“Kapan kamu akan bangun?” Suaraku letih.

Ia menggeleng. Memberikan kembali bola Kristal itu ke tanganku.

“Kamu tidak akan mengerti. Aku sayang dia. Aku tidak bisa hidup tanpa dia. Aku bisa mencintai kamu…. Tapi kamu harus bisa menerima dia. Cuma bisa seperti itu.”

Mulutku gatal untuk membalas jadi aku harus membagi kamu dengan orang yang bahkan sudah tiada?’ tapi kutahan, aku memilih diam. Menelan kata-kataku sendiri.

“Aku baru sadar pada satu kesimpulan, Dit. Mungkin memang aku yang tidak bisa mengerti kamu. Dan aku ternyata salah…. Aku berusaha kuat dan mengabaikannya tapi ternyata tidak…. Aku tidak bisa terus membagi dirimu dengan Celia.”

“Mungkin memang seharusnya kita berpisah,” sebuah kalimat pahit tiba-tiba keluar dari mulutnya. Seperti letusan peluru yang tepat membidikku.

Aku menyeka air mataku, berusaha menekan paksa emosi agar tangisku tak meledak. Setengah jam aku berusaha untuk menenangkan diri sampai akhirnya aku mengangguk. Aku setuju. Aku akhirnya menyerah. Aku kalah. Aku tidak bisa merebutnya dari Celia. Aku tidak bisa terus hidup sebagai wanita kedua dalam hidupnya. Aku tidak bisa menyelamatkannya. Aidit mengantarku balik arah. Bola Kristal itu tetap kugenggam erat-erat sampai rumah.

 

Satu tahun kemudian

Sebuah surat sampai menuju rumahnya. Tertulis jauh-jauh dari Melbourne, Australia. Pria itu membuka isinya, agak terkejut bercampur haru mendapati isinya.

Halo dari Australia.

Selamat ulang tahun ke-21 Aiditya Firliawan. Bagaimana kabar kamu? Baik-baik saja kan? Aku baik-baik disini, sekarang sibuk dengan jadwal kuliah yang padat dan pekerjaan akhir pekan di kedai kopi. Aku baru ingat ini sudah bulan Agustus, dan tanggal ulang tahunmu lebih duluan dari tanggal ulang tahunku. Jadi aku menyiapkan kado lagi, dan surat ini.

Sebenarnya bukan kado. Karena kamu sudah tahu jelas apa ini. Bilang aku bodoh atau memang aku bukan pemberi kado terbaik yang pernah ada Dit, tapi aku rasa bola Kristal ini memang untukmu. Dan aku harus mengembalikannya.

Kamu selalu bilang aku tidak pernah mengerti kamu… dan duniamu yang penuh dengan Celia. Mungkin ada benarnya. Awalny aku tidak pernah tahu apa tujuanmu terus membunuh dirimu pelan-pelan dengan membawa kembali semua kenanganmu dengan Celia…. Tapi baru sekarang aku mengerti. Celia tidak akan pernah tergantikan. Dan aku akan selalu jadi orang ketiga. Dulu ataupun sekarang. Aku akan selalu kalah.

Anggap bola Kristal ini sebagai aku, Dit. Bila kamu tidak bisa menjadikan Celia hanya tertinggal sebagai barang kenangan, biar aku saja yang gantikan posisinya. Aku ingin terus disimpan oleh kamu. Aku ingin kamu anggap aku ada, disetiap kali kamu jenuh dengan duniamu dengan Celia. Aku tidak pernah lari. Aku selalu ada.

Silahkan lanjutkan pencarianmu. Bila dengan menemukan Celia melengkapi hidupmu, aku tidak keberatan. Suatu hari aku ingin kembali dan bertemu kamu, dan aku harap kamu sudah bahagia dengan atau tanpa semua ceritamu tentang Celia.

Hope you will be fine and totally happy for all the rest of your life, sir.

Sincerely, yours.

Pria itu menggenggam erat suratnya, sampai ujung kertasnya mengeriput dan kumal berat. Ia menangis. Mulanya hanya sebaris tangisan pelan yang berusaha teguh, namun berakhir dengan rengekan tak habis-habis seperti anak kecil.

Sebuah kotak kecil berisi kado tahun lalu diatas meja. Ukiran perempuan pembawa bunga itu masih bening dan mengilat bersinar-sinar setiap kali dilihat. Dan kini di usianya yang menginjak 21 tahun ia merasa jiwanya masih belum beranjak dari memori usia remaja sewaktu ia masih tiga belas. Masih belum bisa pergi dari hari-hari mencintai Celia sang sahabat dari kecil, tak juga ia bisa menjadi dewasa untuk mampu melepaskan seseorang. Memaafkan dirinya sendiri. Ia ternyata masih seorang bocah yang keras kepala. Sambil menggenggam bongkah kristal, sang pria itu akhirnya menyadari. Ia baru saja melepas Virgo untuk mencari Virgo yang lain…..

TAMAT.

 

 

 

How do you feel about this chapter?

2 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dissolve
426      280     2     
Romance
Could you tell me what am I to you?
Slap Me!
1483      674     2     
Fantasy
Kejadian dua belas tahun yang lalu benar-benar merenggut semuanya dari Clara. Ia kehilangan keluarga, kasih sayang, bahkan ia kehilangan ke-normalan hidupnya. Ya, semenjak kejadian itu ia jadi bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Ia bisa melihat hantu. Orang-orang mengganggapnya cewek gila. Padahal Clara hanya berbeda! Satu-satunya cara agar hantu-hantu itu menghila...
Drama untuk Skenario Kehidupan
9983      1998     4     
Romance
Kehidupan kuliah Michelle benar-benar menjadi masa hidup terburuknya setelah keluar dari klub film fakultas. Demi melupakan kenangan-kenangan terburuknya, dia ingin fokus mengerjakan skripsi dan lulus secepatnya pada tahun terakhir kuliah. Namun, Ivan, ketua klub film fakultas baru, ingin Michelle menjadi aktris utama dalam sebuah proyek film pendek. Bayu, salah satu anggota klub film, rela menga...
Dear You
15050      2591     14     
Romance
Ini hanyalah sedikit kisah tentangku. Tentangku yang dipertemukan dengan dia. Pertemuan yang sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku. Aku tahu, ini mungkin kisah yang begitu klise. Namun, berkat pertemuanku dengannya, aku belajar banyak hal yang belum pernah aku pelajari sebelumnya. Tentang bagaimana mensyukuri hidup. Tentang bagaimana mencintai dan menyayangi. Dan, tentang bagai...
Rain
543      398     4     
Short Story
Hujan mengubah segalanya dan Hujan menjadi saksi cinta mereka yang akhirnya mereka sadari.
Love Arrow
414      273     2     
Short Story
Kanya pikir dia menemukan sahabat, tapi ternyata Zuan adalah dia yang berusaha mendekat karena terpanah hatinya oleh Kanya.
Before I Go To War
607      437     5     
Short Story
Inilah detik-detik perpisahan seorang pejuang yang tak lama lagi akan berangkat menuju peperangan. \"Selamat tinggal gadis yang tengah asyik bersujud dimihrab yang usang\" -Mustafa-
If Is Not You
9951      2069     1     
Fan Fiction
Kalau saja bukan kamu, mungkin aku bisa jatuh cinta dengan leluasa. *** "Apa mencintaiku sesulit itu, hmm?" tanyanya lagi, semakin pedih, kian memilukan hati. "Aku sudah mencintaimu," bisiknya ragu, "Tapi aku tidak bisa melakukan apapun." Ia menarik nafas panjang, "Kau tidak pernah tahu penderitaan ketika aku tak bisa melangkah maju, sementara perasaank...
Ginger And Cinnamon
7230      1481     4     
Inspirational
Kisah Fiksi seorang wanita yang bernama Al-maratus sholihah. Menceritakan tentang kehidupan wanita yang kocak namun dibalik itu ia menyimpan kesedihan karena kisah keluarganya yang begitu berbeda dari kebanyakan orang pada umumnya itu membuat semua harapannya tak sesuai kenyataan.
LUCID DREAM
510      352     0     
Short Story
aku bertemu dengan orang yang misterius selalu hadir di mimpi walapun aku tidak kenal dengannya. aku berharap aku bisa kenal dia dan dia akan menjadi prioritas utama bagi hidupku.