Matahari membungkukkan dirinya di ujung barat yang secara perlahan akan kabur dan menghilang. Arga dan Key masih terduduk diam di atas jembatan layang dengan memandang alur lalu lintas dibawahnya. Sesekali Arga membenahi rambut Keysa yang bertaburan menutupi wajahnya.
"Key," ucap Arga dengan nada pelan.
"Jika suatu saat nanti kita ditakdirkan untuk tidak bersama, bagaimana ?"
Keysa diam dan menatap Arga dengan penuh tanda tanya.
"Ya tinggal aku cari yang baru aja, hehehe..."
"Jadi kamu nggak cinta sama aku ?"
Keysa memegang wajah Arga sambil berkata bahwa ia sangat mencinta Arga melebihi apapun.
"Aku takut suatu hari nanti aku akan menciptakan air mata untuk kamu Key."
"Kan ada kamu yang akan menyeka setiap air mata yang keluar dari mata ku."
Arga tersenyum dan menyandarkan kepalanya di bahu Keysa. Hari mulai nampak gelap, bulan sudah mulai muncul dan menyunggingkan senyumnya mengganti sang mentari yang mulai lenyap. Arga mengajak Keysa untuk pulang. Sepanjang perjalanan Arga terus menggandeng erat tangan Keysa.
"Besok dan empat hari kedepan aku nggak bisa bertemu kamu sayang?"
Keysa menghentikan langkahnya dan memandang ke Arga.
"Kenapa?"
"Aku ada urusan yang harus aku kerjakan dalam beberapa hari nanti. Kamu jaga diri baik-baik ya, aku akan terus meminta kak Dery untuk menjaga kamu demi aku."
"Kenapa lama banget sih Ga?"
Arga berusaha memberi penjelasan kepada Keysa. Mereka berdua pun melanjutkan langkahnya dan Arga terus menggandeng erat tangan Key tanpa melepasnya sedetik pun.
*****
Malam ini adalah malam kedua Arga pergi. Keysa merasa dalam dua malam ini begitu sepi dan gersang. Di pelataran rumah yang sunyi, Keysa menyendiri. Memandang langit yang mendung tiada berbintang. Rasa rindu kian menyusup ke kalbu. Bayang-bayang Arga kian memenuhi setiap syaraf otaknya.
"Cinta ini begitu menyiksa, kamu sedang apa ya Ga? Dua malam ini aku sulit tidur karena memikirkan kamu."
Sesaat kemudian cahaya sebuah mobil putih menyilau tepat di mata Keysa yang sekaligus membuyarkan lamunannya. Rupanya Dery. Ia pun turun dari mobil dan menghampiri Keysa.
"Tumben Der, ini kan udah malem?"
"Ini gue mau ngasih titipan dari Arga." ucapnya serambi menyodorkan sebuah bingkisan ke tangan Key.
"Sebenarnya Arga kemana sih Der, kok nggak ada kabar gini?"
"Kan Arga udah bilang, dia ada urusan penting yang tidak bisa ditinggalnya."
Dery pun berpamitan pulang setelah bingkisan titipan Arga sudah sampai di tangan Keysa. Mobil telah Dery lajukan dan Keysa masih terdiam berdiri di teras. Perlahan ia membuka bingkisan dari Arga. Nampak sebuah buku diary dan dua pasang origami berbentuk belibis putih. Dibukanya buku diary tersebut satu per satu. Halaman awal dipenuhi oleh tulisan puisi cinta, halaman kedua dan seterusnya terisi oleh foto-foto mereka berdua yang dipajang rapi. Seketika tiba di tengah buku, halaman tersebut kosong dan bertuliskan.
"Halaman ini akan terisi oleh peristiwa yang akan kita lalui nanti. Karena setiap peristiwa akan menimbulkan suatu kenangan manis yang tak terlupakan."
Keysa tersenyum sesaat setelah dirinya membaca puisi cinta dari Arga. Rasa rindu pun kian menggebu. Ia pun masuk ke kamar lalu menggantung origami bentukan Arga pada kelambu dekat jendela
"Walaupun sedikit, tapi ini bermakna. Thank's my lovely Arga, I love you..." gumamnya.
Arga adalah sosok laki-laki yang jauh dari dugaan. Apapun yang dilakukannya semata-mata hanya ingin membuat dia dan orang lain tersenyum. Walaupun usia diantara keduanya terpaut jauh, namun cinta mampu menyatukan keduanya menjadi sebuah pasangan yang sempurna.
3 hari kemudian
Di dalam rumah singgah Keysa menanti kehadiran Arga. Arga sudah berjanji hari ini ia akan datang dan menemui Keysa di rumah singgah. Kelly yang melihat Keysa termenung menghampiri dan lebih mendekati Key. Tingkah manjanya membuat Keysa merasa sedikit terhibur.
"Kak Arga mana ? Aku ingin ketemu, soalnya besok aku udah nggak bisa ketemu dia lagi."
"Memangnya kamu mau kemana sayang ?"
Sesaat kemudian Arga datang membuyarkan percakapan diantara Keysa dan Kelly. Kelly yang sangat rindu kepada Arga langsung memeluknya.
"Yang disini juga kangen kali," sindir Key.
Arga tersenyum dan menghampiri Keysa, namun Kelly seakan tidak mau lepas dari Arga. Ia terus membuntuti Arga kemanapun itu. Keysa yang menyadari hal itu pun menyuruh agar Arga meluangkan waktu sore ini hanya untuk Kelly. Arga menyanggupi keinginan Key.
"Kak Keysa ikut aja!" pinta Kelly.
Mereka bertiga pun melangkah dan jalan bersama. Kebahagiaan nampak sekali dari raut wajah Kelly, Arga dan Keysa pun ikut senang. Sesaat melintas tukang es krim, Kelly meminta Arga membelikannya. Arga pun menghampiri tukang es krim tersebut dan membeli tiga es krim sekaligus untuk mereka.
"Terima kasih kak." ucap Kelly kepada Arga.
Kelly mendongak ke atas, hari sudah mulai gelap dan ia menyadari hal itu. Ia pun mengajak Key dan Arga untuk pulang.
*****
Tiga hari ini Kelly tidak datang ke rumah singgah, semua anak mempertanyakannya, termasuk Keysa dan Arga. Keysa termenung seketika ia teringat ucapan Kelly tempo hari. Siang itu juga Keysa dan Arga mendatangi rumah Kelly. Dari luar runahnya nampak sangat sepi. Keysa bergegas memencet bel rumah Kelly. Seorang perempuan setengah baya menghampirinya dan membukakan pintu.
"Cari siapa ya?" tanya perempuan itu.
"Ini rumahnya Kelly?"
Perempuan itu mengangguk dan mempersilahkan Keysa dan Arga masuk ke dalam rumah. Mereka berdua disuruh untuk menunggu sebentar. Sesaat kemudian seorang perempuan yang jauh lebih muda dari yang tadi menghampiri keduanya. Tanpa basa-basi Keysa dan Arga langsung mempertanyakan keberadaan Kelly. Perempuan itu adalah ibu Kelly, wajahnya mendung dan nampak suram. Sesaat mulutnya berucap bahwa Kelly telah tiada. Arga dan Keysa tertawa kecil dan tudak mempercayai ucapan ibu Kelly. Namun ibunya Kelly memberikan sebuah bingkisan untuk Key dan Arga.
"Ini adalah kemauan Kelly, ia tidak ingin kepergiannya membawa duka."
Air mata Keysa tumpah begitu saja dihadapan mereka. Sore itu adalah hari terakhir mereka bersama. Tanpa disadari sebelum Kelly pergi, ia telah mengukir kenangan terindah untuk Keysa dan Arga yang tak kan mungkin terlupakan.
"Simpan air mata kamu Key, Kelly tidak menginginkan hal itu." ucap ibunya Kelly.
Arga menyeka air mata yang jatuh membasahi wajah Keysa dan mereka menerima bingkisan tersebut. Arga mengajak Keysa untuk pulang. Mereka berdua pun mengundurkan diri dihadapan ibunya Kelly.
Sepanjang perjalanan Keysa hanya terdiam sambil menatap bingkisan yang diberi oleh Kelly. Arga menggandengnya karena pandangan Keysa telah semu. Keysa seperti orang yang tidak tau arah pulang. Arga meminta Keysa untuk berhenti dan duduk di tepi trotoar. Diberikannya air putih kepada Keysa agar dirinya lebih tenang.
"Bertahun-tahun aku hidup dengan dia, gadis cilik yang mungil. Senyumnya yang tidak pernah padam, kini kamu benar-benar sudah meninggalkan kakak, selamanya."
Arga mendekap Keysa yang begitu terpukul atas kepergian Kelly.
"Ingat Key, Kelly tidak mau kita bersedih. Kamu jangan pupuskan keinginan Kelly, kamu harus kuat seperti keinginannya."
Key tersenyum dan menghapus air matanya. Ia teringat dengan bingkisan yang dibawanya, perlahan ia membuka bingkisan itu. Bingkisan itu berisi beberapa Origami mimpi yang dibentuk oleh Kelly. Didalamnya juga terdapat surat kecil untuk Arga dan Key. Dalam surat itu, Kelly menginginkan agar Origami itu tergantung bebas di rumah singgah, dan ia sama sekali tidak menginginkan air mata yang jatuh dari orang-orang terdekatnya, termasuk Keysa dan Arga. Surat itu ditulisnya sesaat setelah ia pulang setelah jalan bertiga dengan Keysa dan Arga. Ia sangat senang sekali disaat detik-detik terakhir ia akan pergi, peristiwa manis mengiringi kepergiannya.
Keysa telah berjanji akan memenuhi seluruh keinginan dari Kelly. Ia pun bangkit dari duduknya dan mengajak Arga untuk pulang. Malam sudah semakin dingin dan gelap. Lampu-lampu kendaraan berkilauan seperti bintang-bintang dilangit yang begitu terang dan seakan menari di atas sana.
Dapat rekom cerita ini dari teman, dari awal udah bikin baper. Author suka banget ngelelehin hati adek hihihi. Tapi pusing juga kalau baca dari hp. Semoga kedepannya bisa baca versi cetaknya ya.
Comment on chapter PROLOG