Surabaya telah melambaikan rasa rindunya, selama satu minggu Arga berada di desa yang jauh dari keramaian. Peristiwa demi peristiwa telah melintas menghiasi liburannya. Sore itu Rega datang ke rumah Arga, ia berniat untuk mengajak Arga jalan keluar. Namun lantaran Arga baru saja datang dari desa, Arga pun meminta Rega untuk menginap di rumahnya.
"Reg kamu percaya nggak sih kalau benci itu bisa berubah jadi cinta?"
"Cie-cie, cinta sama siapa Ga?"
"Udah ah, aku kan cuma tanya?"
Rega pun menjawab pertanyaan dari Arga. Ya,benci dan cinta adalah dua kata yang hampir sama. Keduanya memiliki makna yang seolah terasa jauh namun sebenarnya tidak. Dan jika seseorang berkata benci, sebenarnya hatinya berkata cinta.
Arga sekejab termenung seusai mendengarkan penjelasan dari Rega. Hatinya masih terlalu suram untuk mengenali itu semua. Ia pun beranjak mengambil laptop di meja, lalu mulai menulis apa yang ingin ditulisnya kini.
"Daripada mikirin hal yang nggak jelas, lebih baik aku kerjakan ini saja."
Di atas ranjang telah sibuk Rega dengan ponselnya tanpa melirik ke arah Arga sedikitpun. Pribadi diantara keduanya sangat berbeda, namun perbedaan itu yang justru membuat persahabatan diantara keduanya terasa sempurna.
Malam telah melarutkan Arga dan Rega dalam mimpi. Hingga fajar pagi telah membangunkannya untuk segera bangkit dan menjalankan aktivitas paginya. Hari ini masih libur, Arga sengaja bangun pagi karena ia ingin jogging di sekitar taman kota. Rega yang menyadari bahwa Arga hendak pergi segera bangkit dari ranjang dan mempersiapkan diri untuk ikut bersama Arga.
"Ga, gue kan kesini nggak bawa sepatu, gue pinjem punya lo ya!"
"Itu ambil aja di sana."
Arga pun melangkah keluar kamar tanpa menunggu Rega. Jarak dari rumah ke taman kota lumayan jauh, jadi mereka berdua memutuskan untuk naik sepeda motor hingga ke taman kota.
"Reg udah belom? Keburu siang nih." teriak Arga gak sabaran dari halaman.
Rega bergegas lari menghampiri Arga dan keduanya pun beranjak pergi dengan mengendarai sepeda motor untuk sampai ke taman kota. Setibanya disana, lokasi cukup ramai dengan remaja ataupun lansia yang tengah ber jogging. Seusai memarkirkan sepeda motornya, Arga mulai berlari mengitari taman yang cukup luas. Sementara di sudut lain Rega justru berusaha merayu remaja cewek yang melintas. Arga yang menyadari hal itu hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Dasar Rega, cewek mulu kerjaannya."
Keringat mulai bercucuran membasahi wajah Arga. Dilihatnya jam yang ada di tangan kirinya. Sudah satu jam ia berada di taman, Arga pun memutuskan untuk mencari Rega dan segera meninggalkan taman. Sesaat di jalan ia melihat sebuah gerobak mie ayam yang sudah siap menjajakan dagangannya. Arga menghentikan laju sepeda motornya.
"Kenapa Ga ?" tanya Rega.
"Aku mau beli mie ayam dulu, kamu ikut?"
Arga turun dari sepeda motor dan menghampiri tukang mie ayamnya. Rega juga turut ikut bersama Arga. Keduanya pun memesan dua porsi mie ayam dengan teh hangatnya. Sesaat kemudian mie sudah ada di depan mata. Arga terdiam merenung menatap mie ayam yang ada di hadapannya. Ia teringat saat dimana ia makan bersama Key malam itu di puncak.
"Ga, kok diliatin aja?" Rega mengagetkan Arga.
Perlahan Arga menyantap mie ayam tersebut serambi terus mengingat masanya saat makan di puncak Malang kala itu. Mie yang terkesan biasa namun sangat luar biasa enak dengan kepingan-kepingan cerita manis yang tertulis tanpa disadarinya.
Sepulangnya Rega ingin agar Arga menurunkannya di gang menuju rumahnya, dan Arga melanjutkan perjalanan pulangnya seorang diri. Sesampainya di rumah telah didapati sebuah sepeda mini terparkir di halaman rumahnya. Arga segera turun dari sepeda dan melihat siapa yang datang di pagi hari seperti ini. Ternyata dia adalah Keysa. Dia sedang menunggu Dery di ruang tamu. Arga pun menghampiri Key.
"Ngapain kamu kesini?"
"Gue mau ke Dery kok, bukan ke lo."
"Ya aku tau soal itu, emangnya kalian mau kemana ?"
Keysa dan Dery akan pergi ke rumah singgah. Rumah singgah itu khusus dibangun atas dana bansos untuk dipergunakan oleh anak-anak yang mengalami kelainan. Disana mereka dapat berbagi kisah, kesedihan, dan senang menjadi satu. Sesaat kemudian Dery keluar dari kamar dan melihat Arga tengah berbincang bersama Keysa. Dery menghampiri keduanya. Arga bangkit dan hendak pergi meninggalkan Dery dan Keysa.
"Habis ngobrol apa kalian?" tanya Dery pada Arga.
"Nggak penting juga kok kak."
Rumah singgah nampak begitu ramai di pagi hari seperti ini. Dery dan Key pun menyapa anak-anak yang sudah siap untuk belajar. Namun rupanya diantara mereka belum ada yang sarapan, Dery lari untuk membeli makanan di warung terdekat. Sementara Key menghibur anak-anak sebagaimana mestinya. Lalu seorang gadis cilik mendekat.
"Kak," ujarnya manja lalu duduk di pangkuan Key.
"Ada apa Kelly?"
Kelly menggeleng tersenyum, dia nampak sangat menja sekali terhadap Keysa. Gadis cilik ini berumur delapan tahun. Sejak kecil ia didiagnosis dokter menderita kanker otak. Suatu keberuntungan baginya dan keluarga karena sampai detik ini ia masih bisa tersenyum menikmati indahnya dunia. Ia harus merelakan masa kecilnya sebagaimana anak-anak seusianya. Rambutnya terpaksa di gundul dan ia harus memakai penutup kepala setiap harinya.
"Hai anak-anak, lihat! Kakak udah bawa sarapan untuk kalian."
Anak-anak penghuni rumah singgah itu pun mendekat ke Dery. Mereka semua gembira melihat kedatangan Dery dengan bingkisan makanan yang dibawanya. Canda tawa kian menghiasi wajah anak-anak itu. Dery dan Keysa merasa senang melihat kebahagiaan yang tertoreh pada wajah anak-anak itu.
Tanpa diduga ternyata Arga juga ada di sekitar rumah singgah. Rupanya ia sengaja mengikuti Dery dan Keysa hingga sampai di tempat ini. Sesaat kemudian terlihat Dery yang lebih dulu meninggalkan rumah singgah ini dan berlalu mengendarai sepeda motornya.
"Kakak mau kemana?”
Sesaat kemudian tanpa disengaja Key melihat kedatangan Arga di sudut barat. Key pun menghampiri Arga.
"Ga, lo ngapain disini?"
"E...e..aku lagi..."
"Kak, kita main disana yuk!" ajak Kelly lalu menarik tangan Arga.
Arga dan Key kembali ke rumah singgah bersama dengan Kelly. Kelly sungguh manja sekali kepada Arga, namun Arga menyukai hal itu. Key tersenyum kepada Arga yang mau merangkul Kelly dan lainnya, Arga membalas senyuman itu.
"Dia gadis tulus, ceria. Walaupun derita akan penyakitnya terpampang jelas dipandang, ia tak mudah surut akan semangat. Aku hanya lah debu dibandingkan dirinya. Dia terlalu kuat tuk bertanding denganku. Tuhan, jagalah ia untuk diriku yang berdaya. Ia bak penerang bagi kami, ia adalah bidadari kecil kami."gumamnya dalam hati sambil melirik ke arah Kelly.
Arga teringat akan satu hal, ia pun berpamit sebentar untuk pergi ke toko seberang jalan. Rupanya ia hendak membeli kertas lipat lalu membawanya ke rumah singgah. Arga membagikan kertas lipat itu satu per satu. Dan Arga menyuruh anak-anak itu untuj menuliskan impiannya di atas kertas lipat. Hal yang sama juga dilakukan oleh Key dan Arga. Sesaat kemudian Arga meminta kepada anak-anak untuk membentuknya menjadi origami dengan petunjuk dari Arga.
"Kita akan menggantung Origami ini di atas pohon sana, dengan begitu sang Dewa mimpi akan mewujudkan mimpi kita setelah kita mengirim surat impian kita kepadanya."
"Apakah benar jika dewa mimpi akan membalas setiap surat mimpi dariku?"
Arga mengangguk dan tersenyum kepadanya. Mereka pun beranjak mendekati pohon dengan membawa tangga. Satu per satu dari mereka mulai menggantungkan Orygaminya di atas dahan pohon. Arga mendekat kepada Kelly. Ia bertanya impian apa yang ditulisnya tadi.
"Kelly cuma bermimpi satu, yaitu tetap bisa tersenyum sampai nanti tuhan memanggil Kelly."
Arga termenung diam, air mata sejak tadi mendesak-desak tuk keluar dan tumpah membasahi wajahnya. Sementara di sudut lain Key sudah lebih dulu menumpahkan air matanya melihat impian anak-anak yang begitu besar disaat penyakit ganas menyerangnya.
"Dewa mimpi akan membalas impian kamu sayang."
Hari sudah mencapai siang pada puncaknya, ini saatnya untuk anak-anak pulang ke rumahnya. Satu per satu dari mereka pun meninggalkan rumah singgah hingga tak tersisa seorang pun. Arga terdiam duduk di sudut barat serambi membolak-balikkan bolpoin yang di bawanya. Keysa pun mendekat.
"Ternyata lo itu baik juga ya, gue nggak nyangka kalau lo bisa selembut itu sama mereka."
Arga tersenyum tipis mendengar pengakuan dari Keysa.
"Semua itu karena kita sama."
"Sama gimana?"
Arga terdiam, seolah bingung akan berucap apa selanjutnya.
"Ya sama, aku, kamu, dan mereka itu sama. Sama-sama ingin merasakan indahnya dunia ini lebih lama lagi. Bukankah begitu?"
Key mengangguk-anggukkan kepalanya. Arga bangkit dari duduknya dan hendak meninggalkan rumah singgah.
"Ga tunggu!" teriak Key.
Arga pun membalikkan badannya.
"Ga, kita nggak usah lagi bertengkar ya, gue tau kok lo itu cowok yang baik. Gue mau kita berteman mulai hari ini. Jangan bosan main kesini ya."
Arga membalasnya dengan senyuman manis yang mengukir indah pada wajahnya lalu ia melanjutkan langkahnya tuk meninggalkan rumah singgah.
****
Sore ini jalanan nampak sedikit renggang dari biasanya, Arga sejenak menghentikan langkahnya saat melihat seorang penjual es cendol keliling tengah menjajakan daganganya.
"Key, aku mau beli itu dulu ya," ujarnya menunjuk ke arah penjual es cendol.
"Gue mau dong, Ga."
Arga dan Keysa menghampiri penjual es cendol itu lalu memesan dua buah gelas es cendil. Keduanya pun duduk di trotoar jalan dan saling berbincang satu sama lain.
"Key, ntar malam nonton yuk, ada film yang pengen aku tonton nih."
"Jam berapa?"
Arga pun memberitahukan waktu dan tempat mereka akan nonton nanti malam. Hari sudah semakin sore, Arga mengantar Key sampai ke rumahnya sebelum ia pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah Arga langsung membersihkan dirinya. Dan beberapa menit kemudian ia keluar dari kamarnya.
"Mau kemana, Ga?" tanya Dery yang berpapasan dengan Arga.
"Aku mau nonton sama temen ku kak."
"Ya udah hati-hati ya."
Dery pun rupanya hendak pergi dan mereka berdua meninggalkan rumah secara bergiliran. Arga dan Keysa berjanjian di dekat polsek. Sudah sepuluh menit Keysa menunggu Arga, dan sesaat kemudian Arga datang dengan mengendarai sepeda motornya.
"Ini pake !" seru Arga seraya menyodorkan helm ke tangan Key.
Arga melajukan motornya dengan penuh hati-hati. Dan setibanya di bioskop, tanpa sengaja Arga dan Keysa berpapasan dengan Dery, Dimas, dan Rosa. Dery amat sangat terkejut saat melihat Arga yang jalan bareng dengan Keysa.
"Kalau tau kalian disini, kenapa kita nggak bareng aja tadi ya. Iya kan, Ga”
Mereka berlima pun memutuskan untuk nonton bareng. Sepanjang film diputar, Dery hanya terdiam diliputi perasaan gelisah. Berbagai pertanyaan muncul dibenaknya dan ingin dikeluarkannya satu per satu. Sesaat ia melirik ke arah Arga dan Keysa. Tidak terlihat sebuah keganjalan sebagaimana yang dipikirkannya. Namun hatinya tetap gelisah dan ingin mendengar langsung dari Arga ataupun Keysa.
Jam seakan berputar dengan cepat, film telah selesai di putar. Mereka berlima berpisah di luar pintu masuk Bioskop. Keysa ikut dengan Dimas dan Rosa.
"Ga, kakak mau bicara." ucapnya seraya menarik tangan Arga menepi ke dekat parkiran.
"Kalian berdua kok bisa akrab gitu sih dalam sekejab ? Bukannya kakak selalu liat kalian itu bertengkar terus saat bertemu."
"Kami udah memutuskan permusuhan diantara kami kak."
"Kamu suka ya sama Key ?"
"Kakak ngaco kalau bicara, jangan-jangan kakak cemburu ya liat aku jalan sama Key ?"Arga berbalik tanya.
Dery menjadi salah tingkah saat Arga membalikkan pertanyaannya itu. Dery pun mengajak Arga pulang tanpa menjawab pertanyaan Arga terlebih dahulu. Mereka pun pulang berbarengan dengan kendaraan yang berbeda.
Bagus kak ceritanya π
Comment on chapter EPILOG