H-1 puncak perayaan ulang tahun sekolah Arga sudah mencapai seratus persen dalam persiapannya. Di sudut kelas XI IPA 4 nampak Arga yang tengah menyendiri dengan buku puisi karangan Chairil Anwar yang ada di genggamannya. Di tempat lain Rega tengah mencari-cari dirinya yang sejak tadi pagi tidak menampakkan batang hidungnya. Ya, hari ini adalah jam kosong. Tidak ada guru satu pun yang memasuki kelas, semuanya sibuk untuk perayaan esok hari. Dan akhirnya Rega menemukan Arga yang duduk bersandar di tembok. Rega pun mendekat. Dan perlahan tangannya meraih pundak Arga.
"Ternyata lo disini, ga. Gue laper, ke kantin yuk!"
"Aku ingin disini aja Reg."
Namun bukan Rega namanya jika ia menyerah begitu saja dengan jawaban Arga. Ia terus merengek layaknya anak kecil.
"Ok, kita ke kantin."
Rega pun tersenyum sumringah, keduanya berjalan beriringan menuju kantin. Sesampainya di sana, Rega memesan bakso pada ibu kantin. Sementara Arga yang hendak memesan mie instan, langsung saja Rega batalkan pesanan Arga tanpa sebuah alasan.
"Arga pesen bakso, nggak pake mie, kuahnya sedikit aja," tukas Rega.
"Reg, kamu apa-apaan ...." Rega pun memotong ucapan yang hendak dikeluarkan dari mulut Arga.
Dan Rega bersikap seolah ia tidak melakukan apa-apa saat itu. Arga pun diam dan memakan apa yang sudah di pesankan oleh Rega.
"Ga besok lo hadir kan ?"
Arga mengangguk sambil menyantap bakso di hadapannya.
"Reg, apa aku ini culun ya ?" bisik Arga.
Rega tertawa terbahak-bahak mendengar bisikan dari Arga yang baru pertama kalinya ia peduli dengan penampilan. Arga pun menjadi salah tingkah dan wajahnya berubah memerah. Rega membenarkan duduknya dan lebih mendekat kepada Arga. Ia pun merangkul bahu Arga sambil berkata bahwa kesempurnaan tidaklah dilihat dari penampilan, melainkan hati. Arga adalah sosok pria yang baik dan berhati tulus, semua terlihat sempurna tanpa harus memandang fisik dan penampilan. Dan menjadi diri sendiri tentu akan lebih baik ketimbang harus berpura-pura menjadi orang lain yang justru akan membuat diri sendiri tersiksa.
"Gue lebih suka lo yang kayak gini, ga. Gue harap lo nggak akan pernah berubah ya."
Arga pun lebih merasa bahwa ucapan Keysa hanya ingin memperolok dirinya, rasa kesal dan sebal terhadap Keysa semakin membumbung tinggi di benaknya.
"Aku harap tidak akan pernah berurusan lagi dengan perempuan itu." ucapnya dalam hati.
****
Keadaan rumah seperti kapal pecah, semua barang-barang berserakan di ruang tamu dan sekitarnya. Di sudut tembok nampak ibu Keysa tengah menangis sesenggukan sambil memeluk foto keluarga mereka. Sesaat kemudian suara langkah kaki memasuki rumah dan ruang tamu.
"Ibu," teriak Keysa terkejut saat mendapati ibunya menangis di sudut tembok.
Keysa langsung mendekap sang ibu yang nampak ketakutan, dan Keysa pun membawa ibunya masuk ke dalam kamar. Perlahan Keysa menanyai mengapa rumah begitu berantakan dan ibu menangis.
"Pak Rusdi datang lagi, dan hari ini dia menginginkan kamu sebagai jaminannya."
"Orang itu memang bejat, Key akan kasih pelajaran dia sekarang juga.
Ratmi tak akan membiarkan putri satu-satunya itu terluka, ia pun menarik tangan Keysa agar gadis tersebut lebih tenang. Keysa marah kepada Ratmi lantaran melarangnya untuk menghampiri pak Rusdi. Keysa diam penuh sesal seketika melihat sang ibu meneteskan air mata, ia pun merengkuh ibu dengan penuh kasih sayang.
"Maafkan Keysa bu, maaf..."
"Sudahlah Key, nggak perlu ada yang di salahkan, ini semua takdir dari tuhan."
Key beranjak meninggalkan ibu seketika matanya mulai terpejam, ia mulai membersihkan seluruh benda-benda yang berserakan di ruang tamu.
Pagi datang dengan kabut tebalnya yang seketika menutupi permukaan bumi ini, sejak jam lima tadi Rega sudah sampai di rumah Arga. Dengan memakai kaos hitam dan celana jeans juga dibalut dengan topi dan sepatu sport masa kini nampak membuat Rega merasa percaya diri.
"Reg, gue titip adek gue ya."seru Dery.
"Iya bang, lo nggak usah khawatir, gue nggak akan ngajak adek lo untuk yang macam macam kok." jawab Rega.
Sesaat kemudian Arga keluar dari kamarnya, Rega dan Dery yang duduk di ruang tamu melongo melihat penampilan Arga.
"Kenapa? Nggak papa kan?" seru Arga.
Rega dan Dery saling bertukar pandang dan sesaat mereka menganggukkan kepala. Rega pun bangkit dari duduknya dan beranjak keluar bersama dengan Arga. Sepanjang perjalanan Rega dan Arga saling diam seolah tidak ada topik yang menarik untuk di perbincangkan. Lalu Rega menyinggung soal penampilan Arga sebagai pembuka pembicaraan. Ya, Arga terkesan beda dari sebelumnya. Arga yang mulanya culun dengan baju yang selalu dimasukkan ke celananya, untuk kali ini tidak. Arga nampak lebih mengarah seperti anak-anak muda masa kini, dan sebelumnya Arga belum melakukan hal tersebut. Wajar saja muncul pertanyaan di benak Rega yang sudah cukup lama mengenal Arga.
"Aku hanya ingin menyesuaikan dengan keadaan nantinya, nggak papa kan?"
Rega mengangguk, walau sebenarnya ia lebih suka melihat Arga yang apa adanya. Sesampainya di sekolah, Arga dan Rega bergegas beranjak menuju ke lapangan. Semua murid sudah memenuhi lapangan dan menanti persembahan para grup band andalan mereka masing-masing. Dan tepat pukul delapan pagi acara pensi dimulai. Depan panggung penuh oleh murid-murid yang bergoyang dan bersorak ria, tak terkecuali Rega. Arga merasa kikuk diantara kerumunan siswa. Gerakannya menjadi terbatas dan serba salah tingkah. Ia pun mundur diantara kerumunan siswa dan beranjak menjauhi lapangan. Ia duduk di bawah pohon mangga dan bersandar di bawahnya.
"Kenapa aku nggak bisa kayak mereka sih? Kenapa aku sulit sekali untuk ada diantara mereka," ucapnya keras.
"Semua ini terjadi karena lo itu nggak gaul," timpal seseorang dari balik semak yang ternyata adalah Keysa.
Arga membalikkan badannya dan bangkit dari duduknya, Key muncul dan menghampiri Arga.
"Kamu? Ngapain kamu disini?"
"Gue kesini karena ada urusan. Gue kasian sama hidup lo, pasti di dunia ini lo itu nggak punya teman. Palingan kalau ada cuma satu, ya itu juga mungkin karena terpaksa."
"Maksud kamu apa bilang seperti itu?"
"Kamu itu nyebelin, egois. Kamu hanya hidup untuk diri kamu sendiri, makanya kamu nggak punya teman dan merasa asing saat ada di antara mereka."
"Gila kamu ya, dasar cewek aneh."
Arga pun berniat melangkahkan kakinya dari hadapan Keysa, namun Keysa terus memojokkannya dengan ucapan kasarnya. Arga merasa sangat kesal dengan gadis itu, ia pun membalikkan badannya dan membalas ucapan Key dengan perkataan yang tak kalah pedasnya.
"Aku harap ini adalah pertemuan kita yang terakhir," ucap Arga dan berlalu dari hadapan Key.
"Siapa juga yang mau ketemu cowok itu lagi, ogah."
Tanpa tujuan yang jelas Arga terus melangkah, hingga kakinya berhenti melangkah saat di dapati sebuah gubuk tua di belakang sekolah. Arga pun mendekat dan masuk ke dalamnya. Ia duduk dan menyandarkan tubuhnya pada kursi bekas yang ada di dalam gubuk tersebut. Sambil menunggu waktu pulang, ia pun mengeluarkan kertas lipat yang ada di tas kecilnya. Dan perlahan mengukir kata di atas kertas tersebut.
"Arga mana sih?" seru Rega celingak-celinguk mencari keberadaan Arga yang tidak ada bersamanya.
Tanpa tersadar Arga tertidur di dalam gubuk itu, sementara Rega mencarinya dengan mengelilingi seluruh kelas yang ada di sekolah.
"Arga kemana sih?" keluh Rega untuk yang ke sekian kalinya.
Dan tanpa sengaja Rega bertemu dengan Keysa di depan ruang tata usaha, dan gadis mendengar ucapan Rega yang mencari keberadaan Arga. Keysa menghampiri Rega, lalu ia memberikan arah terakhir ia bertemu dengan Arga. Tanpa menunggu waktu lama Rega segera menuju tempat yang sudah diarahkan oleh Keysa. Dan dari kejauhan nampak sebuah gubuk tua dibelakang sekolah, Rega beranjak mendekati gubuk tersebut dan berharap ada Arga di dalamnya. Benar, Arga memang ada di dalam gubuk itu dan tertidur pulas di dalamnya. Segera Rega membangunkan cowok itu dan membantunya mengemas kertas lipat yang berserakan di dekatnya tertidur.
"Maaf ya Reg, aku udah buat kamu susah hari ini." ucap Arga penuh sesal.
"Udah nggak papa.”
Arga merasa beruntung sekali mendapatkan seorang teman yang begitu baik kepadanya, mau membantunya dikala kesusahan menerpa hidupnya, dan mau menerima dirinya apa adanya seperti yang terpampang kini dalam dirinya.
Rega berusaha bertanya kepada Arga alasan ia menghilang tadi, namun Arga terdiam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Hingga akhirnya Arga mengalihkan topik pembicaraan diantara keduanya.
"Gue nggak akan memaksa lo untuk bicara yang sebenarnya, ga. Karena gue tau semua itu, gue cuma pengin denger langsung dari mulut lo. Maafin gue Ga." ucapnya dalam hati.
Hari sudah semakin sore, Rega mengajak Arga untuk pulang, namun hasratnya ditolak oleh Arga. Arga masih tetap ingin duduk di pinggir jalan sambil melihat jalanan yang begitu ramai. Karena ada urusan yang harus dikerjakan oleh Rega, akhirnya Arga ditinggal seorang diri ditempat tersebut. Sejenak mata Arga terpejam dan berkhayal akan sepinya jalanan ini, namun seketika lamunannya buyar sesaat setelah ia mendengar suara teriakan perempuan di sebelah barat. Arga pun bangkit dan menghampiri letak suara itu berada. Rupanya dua orang lelaki tengah ingin membawa seorang cewek yang tak lain adalah Keysa.
Arga segera menolong Keysa dan berupaya melawan dua orang preman itu yang merupakan anak buah dari pak Rusdi. Sementara Keysa berusaha mencari pertolongan lain di sekitar karena melihat Arga yang sudah babak belur oleh preman tersebut. Hingga datanglah warga sekitar yang menolong Key dan Arga. Kedua preman itu meninggalkan Key dan Arga yang babak belur tak berdaya.
"Lo nggak papa?" tanya Key khawatir.
"Setiap kali aku bertemu kamu, selalu saja aku merasa sial."
"Udahlah nanti aja kalau mau berantem, sini gue bantu!"
Keysa pun membopong Arga ke tempat yang lebih aman. Dan ia mulai mengobati luka pada wajah Arga yang membiru dan lebam.
"Thanks ya lo udah bantu gue, tapi lo jangan geer dulu, gue bilang seperti ini gara-gara gue nggak mau berhutang budi sama lo."
"Kamu itu niat minta maaf atau gimana sih?"
Seringkali Arga merasa sebal dengan perbuatan yang dilakukan oleh Keysa, namun hati kecilnya berkata bahwa ada sisi baik dalam diri gadis itu, dan Arga merasakannya.
"Gue antar lo pulang ya.”
"Nggak usah, ntar kamu pulangnya dicegat lagi sama preman itu, jadi ngesusahin orang lain lagi."
Dan dari kejauhan hendak melintas sebuah taksi, dengan segera Arga melambaikan tangannya.
"Lo hati-hati ya, sekali lagi thanks."
Arga pun masuk ke dalam taksi dan perlahan taksi melaju dengan cepat.
Sesampainya dirumah Arga langsung disergap oleh seribu pertanyaan dari papa, Ratmi, dan Dery. Semuanya khawatir dengan kejadian yang telah menimpa Arga. Namun sekilas Arga mampu meredakan pertanyaan itu dari benak mereka masing-masing. Ratmi pun menyuruh Arga untuk segera membersihkan dirinya dan beranjak makan malam.
Seusai makan malam, Arga terduduk diam di teras rumah. Dan sesaat kemudian Dery datang menghampiri Arga. Dery meminta penjelasan lebih detail mengenai kejadian tadi sore. Dan Arga pun menceritakan segalanya kepada Dery.
"Terus Keysa nggak papa kan,Ga?" tanya Dery dengan wajah cemas.
"Nggak papa kak. Kamu suka ya kak sama Keysa ?"
Dery terkejut saat Arga tiba-tiba menanyakan hal itu kepadanya.
"Apaan sih Ga, kita cuma temen kok, nggak lebih." elak Dery.
"Syukur deh kalau kakak nggak suka sama dia. Dia itu cewek super nyebelin tau kak."
"Kamu bilang seperti itu karena kamu tidak mengenal Key dengan baik," ucapnya dan berlalu dari hadapan Arga.
Arga melirik kepergian Dery, dan sesaat matanya terfokus pada awan tebal yang menggumpal menutupi para bintang dan bulan yang hendak melayangkan sinarnya. Sesaat ia teringat dengan Origami mimpi yang dibuatnya kemaren. Hingga detik ini, sang dewa mimpi masih belum membalas suratnya. Namun keyakinan akan sampainya surat itu ke tangan Dewa mimpi membuatnya terus menulis surat pada Origami hingga dewa mimpi benar-benar merasa lelah dari diamnya dan membalas surat mimpi Arga.
Lalu terbesit dibenaknya untuk membuat sesuatu yang selalu bisa dikenang oleh semua orang disekelilingnya. Sesuatu yang tidak akan pernah pudar walau dunia menganggapnya tidak ada. Dan saat itu juga muncul ide akan dirinya untuk membuat sebuah karangan novel agar kisah dan jiwanya tetap kekal di dunia ini.
Kemampuan imajinasi Arga juga tak kalah besarnya dari penulis-penulis terkenal indonesia. Selama ini ia sering menulis sebuah puisi walau hanya sekedar untuk hiasan pada Origaminya. Namun siapa sangka jika tulisan Arga sangat memukau, kemampuan Arga tersebut telah diakui oleh sang sahabat, Rega. Beberapa waktu yang lalu ia telah memungut kertas yang menggumpal di sebelah Arga lalu ia memungutnya. Dan ia terpukau karena di dalam kertas tersebut telah tertera sebuah puisi yang begitu memukau hati. Dan pada saatnya nanti, Rega akan memgembalikan puisi tersebut dalam wujud yang lain.
****
Suasana kota yang ramai dan udara yang dipenuhi polusi membuat Arga kurang nyaman harus menghabiskan waktunya. Lusa adalah hari libur semester ganjil bagi Arga, Rega, dan murid lainnya. Arga ingin sekali untuk berlibur di tempat yang jauh dari keramaian kota. Ia pun meminta agar mama dan papanya bersedia untuk mengijinkannya berlibur ke puncak, Malang. Dan malam itu seluruh keluarga tengah berkumpul untuk makan malam, Arga menyatakan keinginannya dihadapan mama dan papanya. Dengan tegas mama menolak keinginan Arga.
"Disana siapa yang akan ngawasin kamu, papa kerja, mama masih sibuk dengan butik mama. Kamu liburan disini aja ya."
Arga masih kekeh dengan keinginannya untuk berlibur di puncak. Sesaat kemudian Dery menyatakan bahwa lusa ia harus ke Malang untuk tugas kuliahnya, dan ia berniat mengajak Arga sambil memenuhi keinginan Arga yang mencuat tinggi.
"Papa percaya kamu akan bisa menjaga adik kamu, sekarang terserah mama mau mengijinkan atau tidak."
Dan akhirnya Ratmi mengijinkan Arga pergi bersama dengan Dery. Rasa senang tak dapat disembunyikan oleh Arga, ia begitu antusias untuk pergi ke Malang walaupun ia harus gabung dengan Dery dan teman-temannya.
Pagi sudah menyematkan sinar mentari dari ufuk timur. Sejak dua jam yang lalu Dery dan Arga yang ditemani oleh mama mempersiapkan apa yang harus dibawanya menuju Malang sebentar lagi.
"Jaga adik kamu ya Der." pesan mama.
"Iya ma "
Dery dan Arga pun beranjak meninggalkan rumah menuju Universitas Airlangga tempat mereka berkumpul. Sesampainya di kampus, teman-teman Dery sudah tiba disana, tak terkecuali Keysa. Arga sangat terkejut melihat kehadiran Keysa diantara teman-teman Dery yang lain.
"Kak, dia kok ikut sih?" tanya Arga pedas.
"Ya iyalah Arga, dia kan satu kelompok sama kakak."
Semua anggota telah lengkap, mereka terdiri dari sepuluh anak termasuk Arga. Dan satu per satu dari mereka menaiki mini bus yang sudah ada di depan gerbang kampus.
"Eh ada Arga. Lo kok ngikutin Dery mulu sih? Kayak buntut aja,” ledek Kesy.
"Terserah kamu bilang apa, aku nggak peduli." balas Arga.
Dery yang ada di samping Arga hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat adiknya selalu saja bertengkar saat bertemu dengan Keysa. Perjalanan yang ditempuh tidaklah lama, hanya membutuhkan waktu tiga jam untuk bisa sampai di kota Dampit. Selama perjalanan berlangsung Arga menyumpal telinganya dengan earphone sambil mendengarkan irama musik yang mengalun indah.
Tiga jam telah berlalu dan sampailah mereka di sebuah villa untuk menginap. Udara sejuk menyergap seakan menyambut kedatangan mereka disana. Arga langsung beranjak memijakkan kaki di sekitar Villa tanpa beristirahat terlebih dahulu. Dengan kamera DSLR yang dibawa membuatnya merasa lebih lengkap menikmati indahnya liburan kali ini.
"Oh ya, siapa tahu aja Dewa Mimpi mau membalas surat ku dari sini. Seingat aku, dulu mama pernah berucap kalai dewa mimpi lebih suka bersinggah di tempat yang tenang, sejuk, dan damai. Siapa tau aja suratku bisa terbalaskan."gumamnya.
Arga pun duduk di bawah pohon cemara yang menjulang tinggi seakan menentang langit lalu di keluarkannya kertas lipat dari dalam tasnya. Perlahan ia mulai membentuk Origami serta mimpinya lalu menggantungkannya pada dahan pohon jambu yang ada dibelakangnya.
"Dasar bocah, tingkah yang selalu dilakukan benar-benar aneh dan jauh dari kenyataan." gumam Key yang menatap Arga dari kejauhan.
Setelah Origami terpampang manis di atas dahan, ia pun beranjak kembali ke villa untuk istirahat. Hari sudah mencapai siang pada puncaknya, mereka menghabiskan siang ini untuk istirahat, karena sore nanti akan ada penelitian di desa.
"Ga, nanti kalau kamu mau jalan-jalan, disekitar sini aja ya! Kakak takut kamu nyasar, kita kan baru disini."
"Iya Ga, lo jangan jauh-jauh. Disini itu deket hutan, berabe kalau lo sampai nyasar,” timpal Dimas.
"Iya bang Dimas, aku inget kok."
Arga pun merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan mulai terlelap untuk sejenak. Tanpa tersadar jak sudah menunjukkan pukul empat sore, dua jam lebih Arga tertidur. Ia pun bangkit dan beranjak ke ruang utama. Villa nampak begitu sepi, lalu ia pun teringat bahwa sore ini mereka ada penelitian di desa. Arga bergegas mengambil jeketnya dan berlalu dari Villa. Semua terasa damai dan menyenangkan. Seorang diri ia menjejaki tanah yang subur dengan tanaman hijau di atasnya. Ribuan Hektar sawah membentang indah dan terlihat bak karpet hijau dari atas sini.
Arga duduk pada sebuah batu besar lalu membuka layar laptopnya. Tempat ini membuka ribuan inspirasi untuk Arga melancarkan tulisannya. Perlahan matahari hendak mengabur ke ujung cakrawala dengan menyisakan buratan kuning keemasan pada langit yang membentang luas. Dan saatnya untuk Arga kembali ke Villa sebelum langit mulai gelap. Segera Arga mengemas barang-barangnya dan beranjak kembali ke Villa.
Hingga malam datang, Dery dan lainnya masih belum juga kembali ke Villa. Dengan dibalut jaket yang tebal Arga keluar dari kamar menuju teras. Suasananya amat sangat sepi, beda dengan di kota.
"Mas ngapain?"
Arga terlihat terkejut saat seorang lelaki setengah baya mendekatinya. Dia pak Diman penjaga Villa ini, dan ia ingin berkeliling disekitar Villa untuk menjaga keamanan.
"Pak, kalau ke desa itu jauh apa tidak ya?"
"Nggak kok mas, cuma 1 kilometer dari sini."
Arga pun meminta agar pak Diman bersedia mengantarnya menyusul Dery dan lainnya di desa. Pak Diman pun bersedia, bermodalkan obor mereka berjalan mengitari jalanan yang tidak rata untuk sampai ke desa. Dan akhirnya Mereka sampai di balai desa. Rupanya benar, Dery dan lainnya masih ada di sana. Kebetulan sekarang mereka tengah menyantap makan malam bersama para warga sekitar. Dery yang menyadari kehadiran Arga pun langsung menyuruh Arga untuk bergabung dan makan malam bersamanya.
"Kak ini acaranya masih lama?"
"Nggak kok, habis makan kita langsung kembali ke Villa."
Makan malam telah usai, mereka semua beranjak kembali ke Villa. Dery berjalan beriringan dengan Keysa dan Arga berada di belakang mereka berdua bersama Dimas, Rosa dan lainnya.
"Kakak ngapain sih deket-deket sama cewek tomboy itu?" gumam Arga tidak suka.
Hari sudah semakin malam dan udara dingin semakin menusuk ke tulang. Sesampainya di Villa, semua langsung menuju kamarnya masing-masing dan beranjak istirahat, tak terkecuali Arga. Beberapa menit Arga mencoba memejamkan matanya, namun sulit sekali bagi dirinya untuk terpejam. Arga pun bangkit dari ranjang, sementara disisi kanan dan kirinya Dery, Dimas dan beberapa teman cowok Dery yang lainnya sudah terlelap dalam tidur. Arga melangkah membuka pintu Villa dan duduk di teras Villa.
Sunyi sepi kian menyelimuti area Villa, namun betapa beruntungnya Arga malam ini. Bulan tengah menampakkan kesempurnaannya dan bintang menemani sebagai pelengkap hiasan diatas langit sana. Sesaat ia melirik ke taman, dan nampak semak-semak bergerak seolah ada makhluk hidup di dekatnya. Arga bangkit dan rasa penasarannya pun mencuat tinggi. Perlahan ia mendekat ke taman dan betapa terkejutnya ia saat mendapati seorang perempuan berambut panjang tertunduk ke arah tanah. Tubuh Arga sekejab bergemetar dan langkah kakinya seakan terjerat di situ. Hingga akhirnya perempuan itu bangkit dan menampakkan wajahnya.
"Astaga, Arga lo ngapain sih disini? Ngagetin tau." Kaget seseorang yang ternyata adalah Keysa.
"Kamu yang ngapain disini, ini kan sudah malam?"
"Tadi bolpoin gue jatuh, jadi gue cari deh."
Arga dan Keysa pun saling diam. Keduanya sama-sama bingung harus berkata apa.
"Lo kok nggak tidur sih? Udah malam, ntar lo sakit."
"Kamu sendiri juga nggak tidur, besok kan masih ada kegiatan."
Arga dan Key melangkah dan duduk di kursi teras.
"Gue masih belum ngantuk, lagipula gue masih ingin ngehirup udara sejuk ini lebih lama lagi."
Dan lagi kediaman diantara mereka saling mencuat. Arga yang enggan menatap Key yang ada disampingnya membuatnya terus mendongak ke atas. Muncul pertanyaan dalam benak Key mengapa Arga mendongak ke atas dalam waktu yang cukup lama. Ia pun mengeluarkan pertanyaan itu di hadapan Arga.
"Aku lebih suka ngeliat atas dibanding harus ngeliat kamu," jawab Arga judes.
Key yang merasa tidak terima dengan ucapan Arga langsung mencubit perut Arga hingga ia menjerit kesakitan.
"Kamu itu nggak ada lembut-lembutnya ya jadi cewek." Gerutu Arga sambil mengelus perunya yang terasa nyeri itu.
Key tertawa tengil serambi menatap wajah Arga yang begitu menyebalkan. Akhirnya Key tersadar betapa indahnya langit pada malam hari ini.
"Wow, bulannya sungguh indah, gue harus mengabadikan momen ini." ucap Keysa seraya merogok sakunya dan mengambil ponsel di dalamnya.
Dan Keysa sibuk memotret keanggunan sang bulan dengan ponsel yang dimilikinya. Key nampak begitu senang dengan tertawa lepas seolah tak ada beban yang dipikulnya sedikit pun.
"Ternyata cewek tomboy itu kalau lagi tertawa lepas cantik juga ya. Eh...ya ampun Arga, kamu kok sampai kepikiran sejauh itu sih, dia kan nyebelin." lirihnya dalam hati.
"Kenapa lo diem? Jangan-jangan lo grogi ya deket sama gue?"
"Apaan sih nggak jelas banget." ujar Arga dan berlalu dari hadapan Keysa.
Key mengangkat alisnya dan tertawa kecil melihat Arga yang seolah salah tingkah saat berhadapan dengannya. Dingin semakin mencekat dan Key beranjak masuk ke kamar untuk beristirahat. Malam semakin menampakkan kegagahannya yang sekilab menidurkan seluruh makhluk di bumi.
****
"Kamu ke desanya duluan aja ya, aku masih mau ke sungai dulu, ada yang harus aku kerjakan disana."
Sejak pagi tadi Arga sudah meninggalkan Villa untuk berjalan-jalan menyusuri penampakan alam yang begitu memukai di sekitar sini. Puluhan foto cantik telah di dapatnya sejak tadi berjalan. Sawah yang menghijau dan perkebunan yang mempesona menjadi daya tarik tersendiri bagi Arga. Dan sesaat setelah ia melintasi sungai, wajahnya berubah memucat dan ia tersungkur pingsan di pinggir sungai.
Keysa terus berjalan menyusuri sungai sambil terus mencari apa yang dihasratkan oleh hatinya. Dan dari kejauhan ia melihat seseorang tergeletak di pinggir sungai. Key mengiranya mayat yang sengaja dibuang di pinggir sungai itu, segera ia mendekat. Ternyata didapati Arga yang tengah pingsan.
"Arga bangun! Bangun Ga!"
"Aduh gimana ini, aku harus minta tolong siapa?”
Keysa hendak menelpon Dery, namun tiba-tiba ponselnya mati. Keysa merogoh saku Arga dan mengiranya ia bakal membawa ponsel. Namun ternyata tidak. Jarak sungai ke Villa lumayan jauh, rasanya tidak mungkin bagi Keysa untuk menggotong Arga sejauh itu. Arga pun digotong dan dibawa menuju pondok yang jaraknya seratus meter dari pinggir sungai. Setelah Arga di tidurkan di pondok, Keysa berlari untuk mengambil air di sungai dan meminumkannya pada Arga. Sesaat kemudian Arga bangun dari pingsan, tubuhnya masih sangat lemas dan wajahnya masih terlihat sangat pucat.
"Lo kenapa sih, Ga?" tanya Key cemas.
"Aku nggak papa, mungkin karena kecapekan."
Keysa bingung harus berbuat apa, tidak ada alat untuk berkomunikasi. Jarak ke Villa masih sangat jauh, pasti yang lain cemas mencarinya. Akhirnya Arga meminta untuk pulang, namun ia masih tidak kuat berjalan seorang diri. Key pun membopong Arga. Keduanya begitu dekat, dan masing-masing dari mereka merasakan kecanggungan yang luar biasa.
"Kamu baik juga ya, terima kasih ya."
"Lo baru tau kalau gue ini baik, kemana aja lo selama ini?” balas Keysa sambil tersenyum.
Arga tersenyum tipis mendengar pengakuan Keysa. Sesaat mereka melewati jalanan yang penuh batu, Keysa hampir terjatuh saat membopong Arga, dan tanpa sengaja Arga mencium wajah Key.
"Sorry, aku nggak sengaja.”
Key tersenyum hambar dan rasa salah tingkah dari keduanya semakin tidak bisa di sembunyikan satu sama lain. Hingga penuh perjuangan mereka berdua sampai di Villa. Kebetulan di teras Villa Dery yang baru pulang dari desa melihat kedatangan mereka. Dery langsung berlari dan menghampiri keduanya.
"Ga lo kenapa?" tanya Dery khawatir.
"Aku nggak papa kak, cuma kecapekan aja."
Dery langsung membawa Arga ke kamar, sementara Key pergi ke dapur untuk membuatkan air gula untuk Arga.
"Ga lo pasti lupa..."
"Apaan sih kak, aku nggak papa kok," timpal Arga memotong ucapan Dery.
Sesaat kemudian Keysa datang membawa air gula ke kamar Arga. Dery segera meminumkannya kepada Arga. Dery dan Keysa pun meninggalkan Arga untuk beristirahat di kamar. Mereka melangkah menuju teras Villa. Dery merasa penasaran kejadian yang sebenarnya yang telah menimpa Arga. Keysa pun menjelaskannya kepada Dery. Dery sangat berterima kasih sekali karena Keysa bersedia membantu Arga. Keysa tersenyum yang sontak membuat hati Dery berdebar nggak karuan arahnya.
*****
Malam ini adalah malam kedua mereka berada di kota ini. Keysa yang sejak tadi merenung di bawah naungan sang bintang, enggan untuk berpindah dari tempatnya terduduk. Entah yang dipikirkannya kini, seolah beban berat tengah dipikulnya saat ini. Sesaat kemudian Arga melangkah keluar dari dalam kamar. Ia melihat Key yang merenung di teras seorang diri, ia pun mendekat.
"Arga, lo ngapain disini?"
Arga pun duduk di samping Key.
"Thanks ya kamu tadi udah bantu aku, aku nggak tau apa yang terjadi kalau kamu tidak ada disana tadi siang."
“Iya sama-sama. Ngomong-ngomong cuma minta maaf nih, nggak ada traktiran atau apa gitu?” goda Keysa sambil menaik turunkan alisnya.
"Oh jadi kamu nolongnya nggak ikhlas gitu, oke aku akan traktir kamu, supaya aku nggak ngerasa utang budi."
Keysa bergegas semangat saat Arga berucap akan mentraktir dirinya. Arga pun mengikuti kemana Keysa melangkah. Dan mereka pun berhenti di sebuah warung kecil, dipesannya mie ayam oleh Key.
"Lo mau pesen atau nggak ?"
Arga terdiam seakan berfikir terlebih dahulu, dan diputuskan olehnya untuk ikut memesan mie ayam. Dengan keadaan yang begitu dingin rasanya sedap sekali menyantap mie ayam yang masih hangat. Keysa nampak begitu bahagia sekali saat menyantap mie tersebut.
"Cewek ini beda, dengan makan mie ayam seperti ini aja dia terlihat begitu bahagia." ucapnya dalam hati.
Keysa makan dengan begitu lahapnya hingga ia tidak merasakan betapa belepotannya ia makan. Dengan lembut Arga mengusap bibir gadis itu yang cemong dengan tissu.
"Kamu yang bener dong makannya."
Key terdiam sesaat seolah lem merekat bibirnya tuk berucap. Keduanya saling menatap dan saling bersalah tingkah. Arga mengangkat tangan kirinya dan didapati bahwa sekarang sudah pukul 10 malam. Arga segera menarik Keysa untuk segera pulang ke Villa. Jalanan yang sepi dan gelap membuat keduanya saling terdiam kikuk.
"Dingin banget ya." ujar Key mengawali pembicaraan.
Arga menjawabnya dengan nada pelan. Sesampainya di Villa, rupanya Dery sudah ada di teras yang sejak tadi menunggu kedatangan Arga. Keysa segera meninggalkan kakak beradik ini di depan. Dery merasa jealous saat mendapati Arga jalan berdua dengan Keysa. Namun ia tersadar bahwa Keysa tidak mungkin menaruh hati kepada Arga begitupun sebaliknya. Umur mereka yang terpaut beda, rasanya tidak mungkin bagi mereka untuk saling suka. Belum lagi saat mendapati kedua insan ini sering bertengkar saat saling bertemu, rasanya tidak mungkin. Dengan bijak Dery menyuruh Arga untuk kembali ke kamar dan beristirahat.
Bagus kak bikin baper 😍
Comment on chapter EPILOG