Terlepasnya Dzikri kepada Nayla. Berusaha memperbaiki segalanya, sedikit demi sedikit, memulihkan hati dan perasaanya menganggap seolah-oleh semuanya baik-baik saja, tak pernah ada yang terjadi. Fokus terhadap apa yang menjadi tanggungjawabnya selama ini. Soal cinta? Ia harus mengesampingkan terlebih dahulu dan menyimpannya rapat-rapat.
Melakukan aktivitas yang biasa dikerjakan, hari-hari yang begitu datar namun Dzikri menikamatinya dan melepaskan segala penat yang mengganjal dalam hati dan pikirannya. Mengembalikan fokus pada apa yang menjadi kebiasannya. Jika ditanya “Apa kamu baik-baik saja?” Dzikri selalu menjawab “Aku baik-baik saja.”
Ada hal yang harus diketahui dari Dzikri, mungkin pertanyaannya adalah mengapa Dzikri dengan mudahnya menyimpan Nayla dalam hatinya begitu saja dan menjalankan hari tanpa beban seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa?”
Dzikri menggantinya dengan beristigfar. Nayla, ia letakkan pada istigfarnya agar ia tak terjerembab dalam kemunafikkan dan kedustaan yang dibuat oleh hati itu sendiri karena pemikiran-pemikiran yang berlebihan akan indahnya jika dicintai oleh orang yang kita cintai.
Karena sumber segala macam penyakit adalah hati. Penyakit was was, gelisah, cemas, stres berkepanjangan, psykosomatik, penyakit non medis dan sebagian penyakit medis semua bersumber dari hati yang hitam dan gelap. Para ahli telah menemukan fakta bahwa 70 % orang yang berbaring dirumah sakit penyakitnya bersumber dari hati mereka yang gelap dan kotor dengan beristigfar setidaknya dapat mengurangi penyakit hati tersebut. Mereka yang hati nya selalu bersinar dan bersih dari kotoran dan dosa Allah jadikan hatinya sebagai penasehat bagi dirinya.
Orang yang hatinya bersih bersinar amat peka terhadap godaan dan tipu daya setan, jika setan mendekat untuk menipu dan mempedayanya ia cepat sadar sehingga tidak larut dalam perbuatan dosa dan maksiat.
Istighfar adalah hal penting yang banyak diremehkan orang pada masa ini, banyak orang menganggap istighfar itu tidak perlu hanya membuang waktu saja. Padahal Rasulullah yang sudah dijamin Allah untuk masuk syurga tidak kurang beristighfar dari 70 kali dalam sehari. Allah berjanji akan memberikan kehidupan yang baik secara terus menerus selama hidup didunia sampai datang ajal kelak dan memberikan berbagai kelebihan dan keistimewaan kepada mereka yang selalu istighfar mohon ampun pada-Nya.
Istigfar menjadikannya kekuatan dalam menghadapi segalanya, dengan beristigfar mengusir kesedihannya, mengusir segela bentuk kemarahan yang bergumpal di dalam hatinya, melapangkan hatinya yang harus mengikhlaskan pertemuan dengan Nayla yang selalu saja ia lewatkan begitu saja, setidaknya ia menjadi sebaik-baiknya orang yang bersalah.
Sebaik-baiknya orang yang bersalah yaitu orang yang menyesali perbuatannya, takut akan menjadi pendosa dengan beristigfar itulah kenikmatan yang tiada tara
***
Wanita yang berjalan di tengah-tengah sekumpulan wangi semerbak, dikelilingi bunga-bunga yang bermekaran, dan kuncup bunga yang masih terkatup enggan menunjukkan kecantikannya, warna-warni bertebaran di area kebun taman, begitu eloknya, burung-burung bertengger di beberapa pohon yang menjulang tinggi.
Nayla berjalan sendirian dengan mengamit buku di tangannya, di sana tertulis Konseling Islami. Nayla sangat suka membaca buku baik itu buku fiksi ataupun non-fiksi dan ia memiliki beberapa novel karya penulis terkenal.
Nayla kemudian menyusuri Lorong menuju ke tempat di mana ia dapat membaca buku dengan tenang, dengan sunyi, dengan khusyuk, dan dapat berkonsentrasi penuh pada objek yang ditekuninya. Namun hal yang tak terduga menghampirinya, buku yang digamitnya terjatuh.
“Maaf aku menjatuhkannya.” Ucap pria itu dengan penuh salah karena tak sengaja menyenggol tubuh kecil Nayla.
Nayla memunguti buku-buku itu.
“Tidak apa-apa, santai saja.” Ucapnya datar.
Saat kedua mata itu bertemu, hatinya bergetar begitu hebat kembali, degup jantung tak tertahankan, rasa itu hampir memuntahkan isinya. Mereka berdua saling bertatapan, tak mengeluarkan sapaan, tak melontarkan senyuman seperti biasanya setelah lama tak bertemu Dzikri. Iya, pria itu Dzikri yang selama ini tiba-tiba saja menghilang bahkan tak pernah terlihat saat matakuliah Bu Windi tapi pada kenyataannya Dzikri selalu hadir pada matakuliah itu.
Nayla memiliki seribu pertanyaan untuk Dzikri, mengapa dirinya menjauhi Nayla. Apa salahnya? Apa Dzikri tak menyukainya? Apa Nayla melukainya?
Dzikri kembali mengalunkan istigfarnya dalam hati, untuk meredakan kegugupannya menghadapi Nayla saat ini. Hatinya bertalu-talu.
“Sekali lagi aku minta maaf. Aku duluan.” Dzikri langsung berlalu pergi dengan mengalihkan pandangannya.
“Iya silakan.” Nayla mempersilakan Dzikri pergi begitu saja.
Mereka saling melewatkan satu sama lain, bersikap seperti biasa, cuek, bertindak bahwa mereka tidak pernah mengenal satu sama lain. Acuh. Mengabaikan rasa yang ada di antara mereka.
“Hanya begitu saja? Menyebalkan!” gerutunya Nayla dalam hati dan melanjutkan perjalanannya menuju meja baca yang biasa ia gunakan.
Ada yang kita tahu, ada pula yang kita tidak tahu. Yakinlah dengan ketidaktahuan ini, bukan berarti Allah berbuat jahat kepada kita. Mungkin saja Allah sengaja melindungi kita dari ketidaktahuan itu sendiri. (Tere Liye)
Dzikri terduduk di meja baca di pojok perpustakaan. Menapak tilas apa yang baru saja ia alami, bertemu dengan Nayla? Mana mungkin bisa, hanya kebetulan.
Ingatkah? Bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini terjadi bukan hanya kebetulan semata melainkan Allah sudah mengaturnya sedemikian rupa untuk manusia, mereka hanya tinggal mejalaninya. Tak perlu protes, ikuti alurnya saja.
Kehidupan menyebabkan perubahan garis kehidupan orang lain, kehidupan orang lain mengakibatkan perubahan garis kehidupan orang lainnya lagi, kemudian entah pada siklus yang keberapa, kembali lagi ke garis kehidupanmu. Saling mempengaruhi, saling berinteraksi. Sungguh jika dilukiskan peta itu maka ia bagai bola raksasa dengan benang jutaan warna yang saling melilit, saling menjalin, lingkar-melingkar. Indah. (Tere Liye)
“Tak bisa ku pungkirin bahwa aku menyukai dirinya, tak bisa terelakkan lagi bahwa aku sangat ingin bertemu dengan dirinya, hanya sedikit berbicara itu saja sudah lebih dari cukup. Dan maafkan aku yang tak dapat berbicara padamu kembali, tak dapat berbincang dengan asik, tak dapat menceritakan apa yang terjadi setiap harinya. Aku lebih memilih meletakkan dirimu dalam istigfarku agar kamu tetap terjaga dalam perlindungan-Nya, terjaga dari mata-mata usil, terjaga dari pikiran-pikiran yang tak semestinya, aku lebih memuliakan seperti itu, jauh lebih baik aku memberikan jarak. Itulah caraku, mau tidak mau kamu harus menerimanya dengan senang hati.” Ungkapnya di sela-sela do’anya.
Islam memandang wanita, dengan penuh penjagaan dan kemuliaan. Oleh karenanya, lelaki bisa lebih mulia dari wanita karena takwanya. Ataupun wanita bisa jadi lebih mulia dari lelaki karena ketakwaannya pula. Bukan karena “sama-sama bersaing dalam hal yang tidak sesuai dengan fitrahnya”.
Seperti yang pernah didengar oleh para kaum muslim bahwa dijelaskan pada sebuah ayat yang artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. Karena bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuanpun ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. An Nisa:32)
Terlihat dengan gamblang bagi yang mau memahami, mau mendengar, mau menyaksikan, bagaimana Islam sangat memuliakan wanita, menghormati dan memanusiakan wanita. Islam menempatkan wanita sebagai makhluk yang wajib dilindungi dan dijaga kehormatannya. Karenanya dalam islam mengatur secara detail terkait wanita. Terkait pendidikan, pernikahan, warisan, nasab bahkan sampai terkait apa yang dikenakan.
@Riyuni Sukses yaa, semangat jg :)
Comment on chapter Perjumpaan yang Mengagumkan