Loading...
Logo TinLit
Read Story - Soulless...
MENU
About Us  

Aku menggaruk kepalaku yang tiba-tiba terasa gatal. Pintu kelas duabelas IPS masih tertutup rapat, keberanianku tiba-tiba menghilang sesampainya di depan kelas. Ya, walau aku bukan sepenuhnya pengecut tapi aku tidak ingin menjadi bintang dadakan sekolah karena masuk ke kelas kakak tingkat.

“Ngapain lo di situ?”

“Akh!” aku langsung menutup mulutku sendiri dan menoleh ke belakang. Aku memukul bahunya tanda protes. Kak Ical, ia adalah kakak kelas yang sering mendampingi kami latihan basket di sela sibuknya persiapan ujian.

“Ngagetin aja... kakak telat?” aku berbisik.

“Enak aja, gue dari ruang guru ambil buku tugas nih!” ia menyodorkan bukunya di hadapanku. Aku mengangguk mengert, “bukain pintunya!” perintahnya.

“Aku??”

“Iyalah masak kodok! Cepetan, berat nih!” ia sudah protes.

“Iya, bawel amat sih!”

“Nggak lebih bawel daripada kakak lo...” aku hanya mengangguk membenarkan dan membuka pintu kelas. Walaupun aku sebal namun aku juga beruntung mendapatkan pertolongan. Ada yang menemaniku masuk kelas dan aku mengenalnya.

“Uiiihhhhh, siapa nih Cal?”

“Anak kelas mana eh!”

“Ical lo nemu dimana nih cewek!”

Seisi kelas langsung heboh saat melihat Kak Ical masuk bersama denganku. Kak Ical berhenti dan menoleh kepadaku, wajahnya terlipat saat menatapku mengekorinya, “lo ngapain ikutan masuk?”

“Eh?”

“Ada yang salah kelas kah?” Bu Hermi, guru bahasa indonesia itu menoleh padaku. Aku cepat-cepat mendekatinya.

“I..i..ini Bu, saya menyerahkan ini...” aku mengulurkan surat ijin meninggalkan pelajaran itu kepada Bu Hermi.

“Kok ada di kamu?”

“Saya dimintai tolong untuk mengambilkan jaket dan tas Kak Bian...” aku menunduk dan sempat melirik ke arah Kak Ical yang berdiri di sampingku. Ia meletakan buku itu di atas meja dan berjalan ke arah tempat duduk.

“Kenapa tidak diambil sendiri?” aku menggaruk kepalaku yang lagi-lagi tanpa alasan terasa gatal.

“Tadi Bian ketumpahan soda yang dia beli karena anak ini Bu. Jadi dia ada di ruang BK sekarang...” Kak Ical sudah berdiri di sampingku sambil menyerahkan tas dan jaket yang mungkin milik Bian. Ia menyodorkannya sembarangan ke arahku.

“Oh begitu, baiklah. Hati-hati...”

“Saya permisi Bu...”

“Pacarnya Bian ya?”

“Kenalan dulu sini, jangan keluar dulu...!”

“Sana cepetan keluar!” Kak Ical buru-buru mengusirku, aku masih sempat mendengar suaranya saat aku sudah sampai di luar kelas, “kalau mau kenalan sama dia kalian harus kuat denger ocehannya Seta! Dia adiknya Seta! Ya Seta yang itu!” tiba-tiba kelas yang tadinya gemuruh berubah menjadi hening. Ehm, ada apa dengan Kak Seta? Ah itu bisa dijawab nanti-nanti. Aku harus segera ke kelasku dan menyerahkan surat ijinku sebelum laki-laki yang menungguku di kantor BK itu bawel.

“Jangan lama-lama, ini masih jam sekolah. Kalau ada apa-apa hubungi sekolah secepatnya...” aku mengangguk mendengar nasehat Pak Kholis sebelum meninggalkan ruang kelas. Aku hanya mengambil dompet dan jaketku lalu berjalan secepat mungkin ke arah ruang BK.

“Ini...”

“Lama amat sih?”

“Kakak nggak tahu sih rasanya bertahan di kandang monyet!” aku menyodorkan tas dan jaketnya kesal.

“Eh kok monyet? Gue bilangin temen-temen gue loh...”

“Ngadu aja sana!” aku memakai jaketku sendiri lantas menimpalinya lagi, “Ya iya monyet, berisiknya nggak ketulungan. Kalau macan mah mau memangsa korbannya nggak perlu pakai berisik langsung Hap!” aku tiba-tiba merasa malu saat memperagakan adegan ‘hap’ itu karena Kak Bian sedang melihatku sambil menahan tawanya.

“Jadi nggak?” kilahku.

“Kami pamit ya Bu!” Kak Bian sudah membuka pintu BK.

“Kalian jangan lama-lama dan jangan berantem di jalan!” aku mengangguk saat menerima nasehat dari Bu Tata.

“Kak Bian...” aku memanggil laki-laki yang berjalan dua langkah di hadapanku ini.

“Apa?”

“Kita kemana? Jauh nggak?”

“Nggak banget tapi lumayan, kenapa?” Kak Bian menoleh ke arahku tepat saat kami berdua berhenti di parkiran motor siswa.

“Aku nggak ada helem...”

“Oh...” aku melihat Kak Bian berjalan keliling lapangan parkir dan mengambil salah satu helem dari motor seseorang. Aku memperhatikan motor itu. Motor Kak Ical, “pakai ini aja, nanti tinggal sms Ical... lo punya nomornya kan?” aku cepat mengangguk dan naik ke atas motor matic milik Kak Bian.

“Bukannya gue modus, tapi kalau lo pengen aman lebih baik pegangan. Bisa pengangan tas gue...” Kak Bian sengaja menggendong tasnya hingga ada batas antara aku dan dia. Hmm, cukup punya manner juga nih cowok. Aku setuju dan memegang tasnya.

Jalanan masih sepi, lokasi sekolah yang sedikit dekat dengan pengunungan membuat permukiman yang ada di sekitarnya masih sangat sepi. Hanya satu dua kendaraan yang lewat,  wilayah ini masih didominasi oleh pertanian dan perkebunan sehingga banyak penduduk sekitar yang masih bertani dan berternak. Jadi aktivitasnya masih sangat berbeda dari  hinggar-binggar kota.

Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan yang berarti antara kami. Aku sibuk mengamati suasana pagi yang sangat jarang aku rasakan dan Kak Bian fokus ke jalanan. Sampai tiba-tiba motor yang kami kendarai berhenti di salah satu warung ankringan di pertigaan jalan sebelum mengarah ke kota.

“Kok berhenti?” aku ikut turun namun tetap protes bertanya.

“Jam segini mana ada toko baju buka Neng, mikir dong! Sambil nunggu kita sarapan dulu, ayo, gue yang tlaktir!” aku melongo menatap Kak Bian yang sudah masuk ke tenda angkirngan itu.

“Jangan bilang lo nggak level makan di tempat kayak gini?” ia melongokkan kepalanya dari balik tenda.

“Ehh, bukan gitu, tapi kan... tapiii...” aku buru-buru melepas helem dan berlari menyusulnya masuk.

“Ambil apa gih sesuka lo, minumnya juga...” ia memerintahku lantas melihat ke arah bapak-bapak yang sedang mengamati kami berdua dengan heran, “Pakde, saya Es Tape ya?”

“Kok pagi-pagi udah ke sini Nak? Bolos?”

“Ye Pakde enak aja, ini saya harus belaja ke kota, belum buka Pakde tokonya jam segini...” Kak Bian mencomot beberapa gorengan dan aneka sate yang ada di depannya.

“Dek pesen apa? Cepetan gih biar sekalian...”

“Su..su...susu jahe...panas...” aku keget saat Kak Bian memanggilku dengan sebutan adek.

“Nggak makan?”

“Tadi udah sarapan...” aku melihat Kak Bian mengambil beberapa gorengan lagi dan menyodorkannya ke arah penjual angkringan itu, “dibakar ya Pakde, saya di bawah...”

Bawah? Aku mengikuti langkah Kak Bian yang menuruni tangga yang terbuat dari semen jembatan yang sangat padat. Pertigaan ini dekat sekali dengan aliran sungai dan terdapat semacam dam atau bendungan air. Terdapat beberapa terasiring yang dibuat pemanen dengan bangunan yang tahan banjir. Aku mengikuti Kak Bian dan duduk di salah satu pinggiran teras. Dari sana kita bisa dengan jelas melihat aliran sungai yang mengalir bening. Tidak terlalu deras debit airnya namun cukup untuk membuat air terjun buatan dari dam itu mengalir indah.

“Ngadem dulu di sini...” Kak Bian tersenyum sambil menatap aliran sungai yang masih diterangi oleh mentari pagi. Adem sekaligus hangat. Aku ikut duduk di sampingnya.

“Cantik...” gumamku pelan.

“Lo bukan lagi nyombong kan?” Kak Bian menatapku sambil mengangkat sudut bibirnya. Ia tersenyum namun hanya sebagian saja. Wakti itu aku berfikir aneh benar senyumnya.

“Pemandangannya Kak...” entah kenapa aku memalingkan wajahku ditatap seperti itu, “apa maksudnya nih? Tadi adek-adek sekarang lo gue lagi?”

“Lo senengnya dipanggil apa?” aku menatapnya tajam.

“Are you player?” selidikku.

“Enak aja!” ia menoel kepalaku. Membuat hatiku berdesir aneh untuk pertama kalinya. Dia laki-laki pertama selain keluargaku yang menyentuh kepalaku. Tiba-tiba saja aku tidak berani menatap wajahnya.

“Kakak sering ya ke sini?” aku bertanya mengalihkan perhatian.

“Iya, seneng aja suasannya, kapan-kapan kalau ada kesempatan dan lo mau, kita ke sini lagi...” ia kembali tersenyum, senyum aneh itu lagi.

“Kakak yang bayar ya?” aku ikut tersenyum saat aku sembunyi-sembunyi menatap matanya yang berbinar cerah.

“Lo udah mulai pandai merampok orang nih, tunggu aja, ntar gue pilih baju yang paling mahal!” Kak Bian mengeluarkan handphonennya dan memutar lagu yang membuat suasana begitu hangat dan sinar mentari pagi itu terasa lebih lembut dari biasanya.

Aku memperhatikan kakinya yang dibalut sneker merah itu dengan seksama, ia menggoyang-goyangkannya maju mundur seiring irama lagu yang ia nyalakan. Irama lagu yang dengan anehnya juga membuat hatiku bergerak seperti air di atas daun talas. Tidak ada kepastian yang bisa menjelaskannya. Aku merekamnya dengan jelas sosoknya pagi itu.

Senyum anehnya, jaket kulit hitamnya, snekers merahnya, dan lagu yang mengalun lembut pagi itu tanpa ada sedikitpun yang terlewatkan.

 

Bersambung...

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (7)
  • aiana

    @yurriansan saat baca ini, jadi mikir jangan2 yang buat naskah kemarin itu. semangat ya, semoga bisa baca hardcopynya

    Comment on chapter Hi!
  • eR

    @aiana ok a will visite. Your story really nice :)

    Comment on chapter Hi!
  • aiana

    @eR iya, ini ceritanya seperti itu. bisa baca yang sebelumnya dulu R, https://tinlit.com/story_info/3687

    Comment on chapter Hi!
  • eR

    siscom? kakak impian dah. saya cemburu 😫

    Comment on chapter Mendadak Terkenal
  • yurriansan

    @aianawah kren2, lanjutkan. aku juga udah bkin sekuel rahasia (toni) yg kdua lbh fokus k prima. tp blm bsa publish k sni, krna msh d pke lomba nskhnya. (konon ktnya ini msh sdh juga) :D
    smagat nulisnya...

    Comment on chapter Hi!
  • aiana

    @yurriansan iya, ini kisah pas dia lebih mudaan. niatnya lebih ceria :D

    Comment on chapter Hi!
  • yurriansan

    Oh ini, sekuel 27 th syndrome ya?

    Comment on chapter Hi!
Similar Tags
HEARTBURN
399      294     2     
Romance
Mencintai seseorang dengan rentang usia tiga belas tahun, tidak menyurutkan Rania untuk tetap pada pilihannya. Di tengah keramaian, dia berdiri di paling belakang, menundukkan kepala dari wajah-wajah penuh penghakiman. Dada bergemuruh dan tangan bergetar. Rawa menggenang di pelupuk mata. Tapi, tidak, cinta tetap aman di sudut paling dalam. Dia meyakini itu. Cinta tidak mungkin salah. Ini hanya...
Reminisensi Senja Milik Aziza
925      493     1     
Romance
Ketika cinta yang diharapkan Aziza datang menyapa, ternyata bukan hanya bahagia saja yang mengiringinya. Melainkan ada sedih di baliknya, air mata di sela tawanya. Lantas, berada di antara dua rasa itu, akankah Aziza bertahan menikmati cintanya di penghujung senja? Atau memutuskan untuk mencari cinta di senja yang lainnya?
Dramatisasi Kata Kembali
718      376     0     
Short Story
Alvin menemukan dirinya masuk dalam sebuah permainan penuh pertanyaan. Seorang wanita yang tak pernah ia kenal menemuinya di sebuah pagi dingin yang menjemukan. \"Ada dalang di balik permainan ini,\" pikirnya.
I\'m Too Shy To Say
468      321     0     
Short Story
Joshua mencintai Natasha, namun ia selalu malu untuk mengungkapkannya. Tapi bagaimana bila suatu hari sebuah masalah menimpa Joshua dan Natasha? Akan masalah tersebut dapat membantu Joshua menyatakan perasaannya pada Natasha.
Suami Untuk Kayla
8360      2588     7     
Romance
Namanya Kayla, seorang gadis cantik nan mungil yang memiliki hobi futsal, berdandan seperti laki-laki dan sangat membenci dunia anak-anak. Dijodohkan dengan seorang hafidz tampan dan dewasa. Lantas bagaimana kehidupan kayla pasca menikah ? check this out !
My SECRETary
572      367     1     
Romance
Bagi Bintang, menjadi sekretaris umum a.k sekum untuk Damar berarti terus berada di sampingnya, awalnya. Tapi sebutan sekum yang kini berarti selingkuhan ketum justru diam-diam membuat Bintang tersipu. Mungkinkah bunga-bunga yang sama juga tumbuh di hati Damar? Bintang jelas ingin tahu itu!
Trust Me
75      68     0     
Fantasy
Percayalah... Suatu hari nanti kita pasti akan menemukan jalan keluar.. Percayalah... Bahwa kita semua mampu untuk melewatinya... Percayalah... Bahwa suatu hari nanti ada keajaiban dalam hidup yang mungkin belum kita sadari... Percayalah... Bahwa di antara sekian luasnya kegelapan, pasti akan ada secercah cahaya yang muncul, menyelamatkan kita dari semua mimpi buruk ini... Aku, ka...
CTRL+Z : Menghapus Diri Sendiri
159      141     1     
Inspirational
Di SMA Nirwana Utama, gagal bukan sekadar nilai merah, tapi ancaman untuk dilupakan. Nawasena Adikara atau Sen dikirim ke Room Delete, kelas rahasia bagi siswa "gagal", "bermasalah", atau "tidak cocok dengan sistem" dihari pertamanya karena membuat kekacauan. Di sana, nama mereka dihapus, diganti angka. Mereka diberi waktu untuk membuktikan diri lewat sistem bernama R.E.S.E.T. Akan tetapi, ...
Phi
2146      862     6     
Science Fiction
Wii kabur dari rumah dengan alasan ingin melanjutkan kuliah di kota. Padahal dia memutus segala identitas dan kontak yang berhubungan dengan rumah. Wii ingin mencari panggung baru yang bisa menerima dia apa adanya. Tapi di kota, dia bertemu dengan sekumpulan orang aneh. Bergaul dengan masalah orang lain, hingga membuatnya menemukan dirinya sendiri.
The Difference
9415      2073     2     
Romance
Diana, seseorang yang mempunyai nazar untuk berhijab setelah ada seseorang yang mengimami. Lantas siapakah yang akan mengimami Diana? Dion, pacar Diana yang sedang tinggal di Amerika. Davin, sahabat Diana yang selalu berasama Diana, namun berbeda agama.