1
Musim Gugur, 2016
(Rienna)
Ketika angin musim gugur berhembus melewati hatiku yang kosong, aku bersandar di dinding yang dingin sembari memandang langit senja yang mulai bersinar. Tiba-tiba saja aku kembali merindu pada sesuatu yang maya itu. Lalu kenangan-kenangan lama pun mulai jatuh berguguran seperti daun-daun di puncak pohon. Aku memungutnya sepanjang perjalanan, menyimpannya dalam sisa ruang di hatiku. Sambil berharap suatu hari nanti aku akan mengingatnya kembali tanpa penyesalan.
Suaramu memantul seperti ilusi di telingaku. Meskipun bibirku terus bergumam bahwa aku telah melupakanmu, namun hatiku tidak benar-benar sanggup untuk menghapus kenangan-kenangan tentangmu. Seluruh dunia pun telah menjadi asing, begitu pula keadaan diantara kita berdua. Aku yang masih hidup di masa lalu. Dan karena itu, aku hanya dapat melihat bayangan dirimu yang dulu. Sementara langit yang juga kau pandang dari jauh itu memberitahuku bahwa kau bukan lagi dirimu yang dulu.
“Sstt… kaleng biskuit! Jawaban nomor dua puluh lima apa? Kaleng biskuit denger gue gak?” Suara itu masih sama seperti terakhir kali aku mendengarnya. Seolah angin yang berhembus dari jendela telah merekam suara itu untukku.
“Apaan sih lo dari tadi jungkat-jungkit kursi gue? Emangnya lo pikir gue tuli?” balasku yang seolah dapat melihat bayangan diriku sendiri disana. Jam di dinding yang kulihat berdetak seperti ritme jantung, detaknya kemudian berhenti. Dan semakin lama waktu terasa berputar kembali.
“Ya… elo dari tadi dipanggil pura-pura gak denger! Keburu habis waktunya!” cecarmu semakin membuat sosok-sosok di hadapanku itu terlihat nyata.
“Gue denger muka rombeng! Sabar dikit dong! Ini Juga lagi proses…” Aku gadis yang bersamamu itu, yang selalu kau buat kesal setiap kali menghadapi kelakuanmu. Aku yang semula dingin, tertutup dan tidak banyak bicara. Namun disampingmu semua image dalam diriku itu berubah seketika.
“Halah… soal gitu aja lama banget ngerjainnya! Katanya pinter?” cibirmu. Kau adalah si otak separuh yang selalu banyak bicara, suka berbuat onar dan mengaku playboy. Tapi begitu dekat dengan gadis yang kau sukai, kau langsung mati kutu. Hanya karena kita berasal dari negara yang sama dan bersekolah di tempat yang sama pula, aku sungguh tidak menyangkah bisa mempunyai teman sepertimu.
“Elo tu ya lama-lama ngeselin! Kalau elo bisa ngapain lo gak ngerjain sendiri?”
“Males! Otak brilian gue ini harus dijaga baik-baik, gak boleh dipakai cuma buat soal ulangan seremeh ini!”
“Gaya lo! Bilang aja lo yang gak bisa ngerjain!”
“Jeka! Nana!”Suara lain yang menginteruspsi itu menandakan akhir dari segalanya. Aku tidak ingat sudah berapa kali aku mendapat hukuman karenamu dan mungkin setelah ini pun aku akan kembali mendapat hukuman karenamu.
“Mampus gue!” umpatku dalam hati.
****
(Jelfrine)
Bisakah seseorang mencintai dua orang secara bersamaan? Aku menggumamkan itu pada langit yang kelabu di musim gugur. Saat angin Siberia yang berhembus membekukan hatiku. Aku memiliki semua hal yang pernah kuinginkan dahulu, namun disaat yang bersamaan aku juga merasakan kehilangan. Mereka terlalu serupa sehingga aku tak dapat membedakannya, antara rasa kagum, rasa suka dan perasaan cinta yang sebenarnya. Mereka pun juga terlalu serupa, sama-sama bertubuh mungil, tidak begitu tinggi, berambut sebahu dan berwajah bulat. Lantas bagaimana aku bisa membedakan mana yang kucintai dan mana yang sebatas kukagumi?
Aku merindukannya tetapi aku tak bisa berbuat apapun. Kau yang pernah membawaku pada sebuah perasaan yang hangat dan nyaman. Aku telah terlanjur kehilanganmu dan hanya kenangan tentangmu yang tertinggal di setiap langkahku. Rasa penyesalanku membekas terlalu dalam, namun aku pun tak dapat memutar waktu untuk memperbaikinya. Dimanakah kau berada? Di belahan dunia mana kau tinggal? Aku masih tetap disini, menghirup aroma yang penuh dengan kenangan-kenangan tentangmu.
Dahulu kita adalah dua anak yang sama-sama bersekolah di negeri yang asing. Pekerjaan orang tuaku di kedutaan besar membuatku sering berpindah-pindah sekolah. Namun di negara itu akhirnya aku dapat bertemu dengan teman sepertimu. Teman yang membuat hari-hariku lebih menyenangkan. Aku tahu bahwa aku tak lebih dari orang yang selalu mengganggu ketenanganmu, orang yang selalu datang hanya untuk menebar luka di hatimu. Dan aku mengakui jika kala itu aku pun terlalu bodoh karena terbuai oleh perasaan lain yang serupa namun tak sama.
“Sstt… Na? Nana!” aku berbisik sepajang jalan sambil mencolek-colek lenganmu dari belakang. Namun kau yang marah tampaknya enggan untuk berbalik dan menatapku. Kesalahanku adalah memaksamu memberiku contekan saat ulangan sehingga membuat kita berakhir dengan mendapat hukuman membersikan ruang kelas setelah pulang sekolah. Tapi bukannya merasa bersalah, aku justru merasa senang karena dapat pulang bersamamu.
“Kaleng biskuit! Sombong banget si lo!” akhirnya kata-kata yang lebih kasar itu pun yang justru membuatmu berbalik menatapku. Kau melipat kedua tanganmu di depan dada sembari menatapku tajam, sementara aku hanya bisa tersenyum tanpa rasa bersalah. Bayangan wajahmu yang marah kala itu pun sangat aku rindukan saat ini.
“Semua gara-gara elo, tau! Kalau aja elo gak berisik buat minta contekan, gue gak akan dapat hukuman!” tukasmu masih dengan posisi semula. Aku mulai merasa seakan kenangan itu begitu nyata berputar kembali di sekelilingku.
“Halah… baru dihukum gitu aja udah marah-marah! Santai aja dong!” balasku dengan santai sambil mengantongi kedua tanganku. Dan kau pun langsung bertindak menggetok kepalaku dengan keras.
“Santai kepala lo! Kita ini sekolah bukan negara kita sendiri, harusnya kita bisa membuat citra yang baik dimata mereka dan bukannya sering dihukum begini! Gimana kalau kita tiba-tiba dideportasi?” Aku memegangi kepalaku sambil tertawa dengan keras, menertawai pemikiranmu yang terlalu serius itu.
Sebelum aku pindah ke negara itu, kau memang terkenal pintar dan menjadi panutan. Tapi sejak aku datang ke kehidupanmu, kau justru banyak mendapat masalah karena aku. Mungkin aku memang harus menyesali semua hal yang kulakukan padamu dahulu, semua hal yang membuat kita berakhir saling menjauh.
“Yaudah… Maafin gue deh!” akhirnya aku pun mengalah untukmu, meskipun tidak benar-benar merasa menyesal. “Lagian lo kan bestfriend gue, jadi wajarlah kalau gue mau berbagi segala hal sama lo, termasuk itu hukuman! Haha…”
“Hihihi…” kau menirukan tawaku dengan nada mencibir. Dan meskipun kau masih terlihat kesal, aku tanpa sungkan kemudian merangkul pundakmu. Kita melangkah bersama di bawah jutaan bunga persik yang berguguran. Saling menggoda, saling bernyanyi dengan lagi di hati masing-masing, kita tak lebih dari dua kelinci yang bodoh yang saling mengelak dari perasaan masing-masing.
Jutaan daun yang berguguran di sekitarku, terbawa angin lalu berkumpul membentuk replika wajahmu dan wajahku. Seolah mereka ingin memberitahuku kesalahan-kesalahan yang telah kuperbuat dimasa lalu. Yang mungkin tidak pernah aku sadari meskipun aku mengulangnya berkali-kali.
“Na… gue kayaknya tergila-gila deh sama kak Yuiko! Semalem aja gue gak bisa fokus belajar gara-gara terbayang-bayang suaranya! Ternyata ada ya cewek sesempurna kak Yuiko...”
Dalam beberapa detik, aku dapat melihat kelopak matamu yang berkaca-kaca ketika menatapku. Namun secepat itu pula kau membuang muka untuk menutupinya. “Bosen gue dengernya! Tiap ada cewek yang cantik pasti lo deketin. Apa kabar Sakura, Lisa, Rose dan Sina, mau dikemanain mereka?”
Kau selalu mengungkit-ungkit beberapa gadis yang pernah dekat denganku, meskipun kau sendiri tahu bahwa aku tidak benar-benar dekat dengan mereka. Kenyataannya demi sebuah pertemanan dengan gadis-gadis itu, kau rela membantu mereka untuk dekat denganku. Sementara aku sebagai lelaki, tentu tidak bisa menolak. Namun kau pun tahu bahwa setiap bersama mereka, aku juga bersamamu. Dan hal itulah yang membuat hubunganku dengan mereka tidak bertahan lama.
“Tapi kali ini beda Na! Perasaan gue sama kak Yuiko itu beda sama cewek-cewek lain. Dan untuk pertama kalinya gue yang jatuh cinta duluan, bayangin Na!” Dan akhirnya kata-kata itulah yang menjadi awal dari segala penyesalan dalam kenangan ini. Meskipun aku tidak benar-benar menyakini letak kesalahanku sendiri.
^ I NEED FEEDBACK & REVIEW ^
@aiana kira-kira seperti itulah hehe
Comment on chapter AuntumSenang banget di komen, terima kasih banyak ^^
Aku juga suka "27 Syndrome" kayak aku banget itu ceweknya wkwk