Read More >>"> CINTA SI GADIS BUTA (BAB 2 RAHASIA) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - CINTA SI GADIS BUTA
MENU
About Us  

Pagi ini langit sepertinya tak ingin bersahabat dengan Reina. Kumpulan awan hitam sejak tadi memenuhi langit. Tetapi anehnya, butir-butir air hujan tak kunjung turun membasahi tanah. Langkah Reina berhenti tepat di depan sebuah kafe. Dari kaca besar jendela yang terpajang di depan kafe, Reina bisa melihat keramaian yang tercipta dari para pengunjung kafe.

Reina lantas melangkah masuk ke dalam kafe. Benar saja. Baru beberapa langkah dari pintu depan kafe, Reina sudah disuguhkan oleh suasana kafe yang sangat ramai. Banyak sekali anak-anak muda yang berkumpul memadati kursi-kursi yang telah disediakan. Mungkin karena hari ini adalah hari minggu, sehingga banyak anak-anak muda yang lebih memilih menghabiskan minggu paginya di kafe dibandingkan berdiam diri di dalam rumah.

Seperti biasa, Reina duduk sendirian di tempat favorinya, sebuah kursi yang berada di pojokan yang dekat dengan kaca besar jendela kafe. Kedua matanya tampak menikmati hiruk piruk jalan di depan kafe.

Seorang gadis berkulit kuning langsat dan berambut hitam sebahu perlahan-lahan melangkah mendekati Reina. Kedua tangannya membawa nampan berisi dua cangkir cappuccino. Reina menatap kaget ke arah gadis itu. Tanpa berkata apa pun, gadis itu langsung duduk di hadapan Reina dan meletakkan dua gelas cappuccino itu di atas meja.

“Rei, minum dulu cappuccinonya!” seru gadis itu.

“Sheila, kau nggak perlu repot-repot ke sini. Pake membawakan cappuccino lagi. Aku kan nggak punya cukup uang buat membayar cappuccinomu ini” ucap Reina merasa tak enak kepada gadis yang bernama Sheila itu. “Lebih baik sekarang kau kembali bekerja, Shil. Kafe kamu sekarang lagi ramai-ramainya loh. Aku cuma numpang duduk doang kok di sini.”

“Santai aja kali, Rei,” ucapnya sambil menyeruput cappuccinonya. “Lagi pula secangkir doang kok. Nggak apa-apa kali, Rei.”

“Tapi kalau tiap kali aku datang ke sini, trus kamu memberikan cappuccino gratis sama aku, aku kan jadi nggak enak sama kamu, Shil. Nanti kamu malah bangkrut lagi.”

Sheila malah tertawa mendengar perkataan dari sahabatnya itu. Dia lalu berkata, “Ya ampun, Rei. Ini kan cuma secangkir aja. Kecuali aku memberi kamu selusin cappuccino, kamu memang harus membayar minumanku. Lagi pula kamu kan datangnya nggak setiap hari, jadi nggak apa-apa kan kalau aku traktir kamu.”

Reina menyunggingkan senyum yang dipaksakannya di bibirnya yang tipis. Hatinya masih tak enak kepada sahabatnya itu. Tiap kali dia mampir ke kafe Sheila, dia pasti disuguhkan dengan segelas cappuccino oleh sahabatnya itu. Tiap kali dirinya ingin membayar atas minumannya itu, Sheila selalu saja menolaknya. Sheila selalu saja bilang untuk menyimpan uangnya untuk keperluan dirinya sehari-hari. Mungkin Sheila merasa kasihan kepada dirinya yang hanya hidup berdua dengan kakaknya. Entahlah.

“Kok bengong, Rei? Pasti lagi mikir yang nggak-nggak.”

Reina menoleh kaget kepada Sheila. Dia lalu berkata, “Nggak kok. Nggak lagi mikir macam-macam.”

“Kamu jangan pernah berpikir kalau aku melakukan ini karena aku merasa kasihan kepadamu, Rei. Kau sahabatku. Nggak apa-apa kan kalau aku mentraktir sahabatku sendiri,” ucapnya berusaha meyakinkan Reina.

Reina agak kaget mendengar perkataan dari Sheila. Dia tak tahu bagaimana Sheila bisa menebak apa yang sedang dipikirkannya saat ini.

“Aku mengerti kok, Shil.”

“Kalau begitu, diminum dong cappuccinonya!”

Wangi cappuccino yang mengambang di udara benar-benar menarik indra penciuman Reina. Dengan sungkan, dia mengambil cangkir cappuccino yang ada di depannya dan meneguknya dengan perlahan. Reina memang menyukai minuman berwarna coklat beraroma khas dari Italia itu. Rasanya yang khas dan pas, membuatnya susah untuk berhenti meminumnya.

“Bagaimana dengan kedua matamu, Rei? Apa kau sudah memeriksakan lagi ke dr. Chika?” tanya Sheila dengan wajah yang serius.

Reina menghentikan minumnya. Dia lalu meletakkan kembali cangkir cappuccinonya di atas meja. Sebenarnya, tujuan Reina datang ke kafe Sheila adalah untuk melupakan nasib kedua matanya kelak. Tetapi, hal itu sepertinya tak ingin menghilang dari pikirannya.

“Aku nggak memeriksakannya lagi, Shil,” jawabnya datar.

“Kenapa, Rei?” tanya Sheila tak mengerti dengan jalan pikiran sahabatnya itu. “Kau harus secepatnya menemui dr. Chika untuk memeriksakan kembali kedua matamu itu. Mungkin saja penyakit itu masih bisa disembuhkan.”

“Untuk apa aku memeriksakannya kembali? Bukankah kau dengar apa yang dikatakan dr. Chika tentang glaukoma?” tanyanya dengan nada yang putus asa. “Belum ada obat yang bisa menyembuhkan glaukoma, Shil. Lalu untuk apa aku pergi ke sana dan memeriksakannya kembali?”

“Kau jangan putus asa seperti itu dong, Rei. Tak ada yang tahu bagaimana ke depannya nanti. Dokter bukanlah Allah yang tahu segalanya. Kau harus yakin kalau kau pasti akan sembuh. Kau harus yakin itu, Rei,” ucap Sheila berusaha memberi semangat kepada Reina. “Bila kakakmu ada di sini sekarang, aku yakin kakakmu pasti akan sependapat denganku.”

Reina menghembuskan napasnya dengan berat. Dia lalu berkata, “Kakakku nggak akan pernah sependapat denganmu tentang hal ini, Shil.”

Sheila kaget mendengar perkataan dari sahabatnya itu. Dia sama sekali tak mengerti alasan Reina mengatakan hal seperti itu kepada dirinya. Padahal dia sangat tahu kalau kakak Reina sangat menyayangi Reina.

“Apa maksudmu, Rei?” tanya Sheila dalam kebingungan. Dia berpikir sesaat. Kedua matanya menatap tajam kepada Reina, seperti mendapat sebuah jawaban atas kebingungan yang dibuat oleh sahabatnya itu. “Apa jangan-jangan kau masih belum memberitahukan soal ini kepada kakakmu, Rei?”

Reina menganggukkan kepalanya dengan pelan. Dia tak bisa mengelak kalau hal yang dibicarakan itu sudah menyakut kakaknya.

“Rei, kau secepatnya harus memberitahukan hal ini kepada kakakmu. Walau bagaimanapun juga, kakakmu berhak tahu tentang kedua matamu itu, Rei.”

“Aku nggak bisa memberitahukannya, Shil. Aku nggak bisa.”

“Kalau kau nggak bisa, aku bisa memberitahukannya. Kakakmu pasti akan memahaminya, Rei.”

“Jangan, Shil! Kumohon, jangan beritahukan hal ini kepada kakakku!” ucap Reina memohon. “Pleace! Jangan lakukan itu!”

“Tapi kenapa? Kakakmu berhak tahu soal ini, Rei.”

“Karena aku nggak mau kakakku kembali bekerja keras untukku, Shil,” jawab Reina menahan tangis, “bila aku memberitahukan hal ini kepadanya, aku yakin Kakakku akan melakukan apa saja untuk pengobatanku. Aku nggak mau itu. Sudah cukup dia mengorbankan dirinya untuk membesarkanku.”

“Aku mengerti, Rei. Tapi bagaimana denganmu? Kalau kau tak melakukan pengobatan, kedua matamu mungkin a—”

“Nggak apa-apa. Aku sudah rela, Shil. Daripada aku harus kembali melihat kakakku bekerja keras untukku, lebih baik aku buta. Setidaknya dengan kebutaanku ini, aku nggak perlu lihat pengorbanan yang kakakku lakukan untuk hidupku,” ucap Reina cepat.

Sheila tersenyum kecut mendengar perkataan dari Reina. Memang begitulah Reina. Kerasa kepala memang merupakan salah satu sifat jelek yang dimiliki Reina. Dia yakin, tak ada dapat mengalahkan sifat keras kepala Reina termasuk dirinya sendiri.

“Apa pun keputusanmu, aku akan selalu mendukungmu,” ungkap Sheila, lalu menepuk pelan pundak Reina. “Aku akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu, Rei. Kalau kau membutuhkan bantuanku, aku akan selalu siap membantumu. Kau jangan sungkan meminta bantuanku, Rei.”

“Terima kasih, Shil. Kau memang sahabat terbaikku,” ungkapnya senang. “Kali ini aku akan bayar minumanku, Shil. Cappuccinomu ini memang yang terbaik.”

“Kau nggak perlu membayarnya, Rei. Kau mau mampir ke sini aja, aku sudah sangat senang.”

“Apa kau pikir aku nggak bisa membayarnya, Shil? Kau jangan meremehkan seorang Reina!”

Sheila menghela napas. Dengan malas, dia berkata, “Ya, deh. Tapi kali ini aja. Oke?”

Reina tertawa kecil melihat sahabatnya itu. Dia lalu menganggukkan kepalanya dengan pelan sebagai pertanda kalau dia setuju dengan perkataan Sheila. Dia sangat bersyukur mendapat sahabat sebaik Sheila. Baginya, Sheila adalah orang kedua yang terpenting dalam hidupnya selain kakaknya.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • rara_el_hasan

    suka ceritanya ..semangat

    Comment on chapter BAB 1 MIMPI BURUK
Similar Tags
Bifurkasi Rasa
88      75     0     
Romance
Bifurkasi Rasa Tentang rasa yang terbagi dua Tentang luka yang pilu Tentang senyum penyembuh Dan Tentang rasa sesal yang tak akan pernah bisa mengembalikan waktu seperti sedia kala Aku tahu, menyesal tak akan pernah mengubah waktu. Namun biarlah rasa sesal ini tetap ada, agar aku bisa merasakan kehadiranmu yang telah pergi. --Nara "Kalau suatu saat ada yang bisa mencintai kamu sedal...
SiadianDela
7789      2128     1     
Romance
Kebahagiaan hanya bisa dicapai ketika kita menikmatinya bersama orang yang kita sayangi. Karena hampir tak ada orang yang bisa bahagia, jika dia tinggal sendiri, tak ada yang membutuhkannya, tak ada orang yang ingin dia tolong, dan mungkin tak ada yang menyadari keberadaanya. Sama halnya dengan Dela, keinginan bunuh diri yang secara tidak sadar menjalar dikepalanya ketika iya merasa sudah tidak d...
Singlelillah
1306      623     2     
Romance
Kisah perjalanan cinta seorang gadis untuk dapat menemukan pasangan halalnya. Mulai dari jatuh cinta, patah hati, di tinggal tanpa kabar, sampai kehilangan selamanya semua itu menjadi salah satu proses perjalanan Naflah untuk menemukan pasangan halalnya dan bahagia selamanya.
The Past or The Future
405      322     1     
Romance
Semuanya karena takdir. Begitu juga dengan Tia. Takdirnya untuk bertemu seorang laki-laki yang akan merubah semua kehidupannya. Dan siapa tahu kalau ternyata takdir benang merahnya bukan hanya sampai di situ. Ia harus dipertemukan oleh seseorang yang membuatnya bimbang. Yang manakah takdir yang telah Tuhan tuliskan untuknya?
HABLUR
4379      1330     2     
Romance
Almarhum Mama selalu bilang, "Yang membedakan permata dengan batu lain adalah tingkat tekanan yang mengubahnya." Ruby Andalusia. Coba tanyakan nama itu ke penghuni sekolah. Dijamin tidak ada yang mengenal, kecuali yang pernah sekelas. Gadis ini tidak terkenal di sekolah. Ia ikut KIR, tetapi hanya anggota biasa. Ia berusaha belajar keras, tetapi nilainya sekadar cukup untuk ber...
Antara Depok dan Jatinangor
291      189     2     
Romance
"Kan waktu SMP aku pernah cerita kalau aku mau jadi PNS," katanya memulai. "Iya. Terus?" tanya Maria. Kevin menyodorkan iphone-nya ke arah Maria. "Nih baca," katanya. Kementrian Dalam Negeri Institut Pemerintahan Dalam Negeri Maria terperangah beberapa detik. Sejak kapan Kevin mendaftar ke IPDN? PrajaIPDN!Kevin × MahasiswiUI!Maria
Bottle Up
2624      1138     2     
Inspirational
Bottle Up: To hold onto something inside, especially an emotion, and keep it from being or released openly Manusia selalu punya sisi gelap, ada yang menyembunyikannya dan ada yang membagikannya kepada orang-orang Tapi Attaya sadar, bahwa ia hanya bisa ditemukan pada situasi tertentu Cari aku dalam pekatnya malam Dalam pelukan sang rembulan Karena saat itu sakitku terlepaskan, dan senyu...
Shymphony Of Secret
333      252     0     
Romance
Niken Graviola Bramasta “Aku tidak pernah menginginkan akan dapat merasakan cinta.Bagiku hidupku hanyalah untuk membalaskan dendam kematian seluruh keluargaku.Hingga akhirnya seseorang itu, seseorang yang pernah teramat dicintai adikku.Seseorang yang awalnya ku benci karena penghinaan yang diberikannya bertubi-tubi.Namun kemudian dia datang dengan cinta yang murni padaku.Lantas haruskah aku m...
Toget(her)
1301      609     4     
Romance
Cinta memang "segalanya" dan segalanya adalah tentang cinta. Khanza yang ceria menjadi murung karena cinta. Namun terus berusaha memperbaiki diri dengan cinta untuk menemukan cinta baru yang benar-benar cinta dan memeluknya dengan penuh cinta. Karena cinta pula, kisah-kisah cinta Khanza terus mengalir dengan cinta-cinta. Selamat menyelami CINTA
The Savior
3878      1266     10     
Fantasy
Kisah seorang yang bangkit dari kematiannya dan seorang yang berbagi kehidupan dengan roh yang ditampungnya. Kemudian terlibat kisah percintaan yang rumit dengan para roh. Roh mana yang akan memenangkan cerita roman ini?