Di kawasan Jakarta Utara, tepatnya di kawasan Apertemen Latulip. Terpasang tulisan “Di Jual” didepan pintu apartemen no. 23.
Seorang gadis muda nan cantik memasuki apartemen no. 23 yang kini telah resmi menjadi miliknya. Apartemen tersebut tampak berdebu dan masih banyak kain putih yang menutupi perabotan didalamnya. Hal pertama yang dilakukan gadis muda itu adalah membersihkan apartemen barunya. Gadis muda itu bernama Zizi.
Malamnya ketika Zizi sedang asyik membaca buku di tempat tidurnya, ia mendengar suara dentingan tuts piano yang mengalun dengan merdu. Alunan tersebut membawa Zizi turun dari tempat tidur. Suara itu berhenti di sudut pojok kamarnya yang berdempetan dengan tembok apartemen sebelah yaitu apartemen no. 22. Ditempelkan telinganya ke tembok agar bisa mendengar lebih jelas suara piano tersebut, namun tiba-tiba saja suara piano tersebut terhenti dan keadaan kembali sunyi seperti semula.
Keesokan harinya, Zizi menjalani kehidupannya seperti biasa. Ketika ia berjalan melewati apartemen no. 22, ia terhenti sejenak guna memandangi pintu apartemen tersebut hingga penghuni dari apartemen no. 20 menyapanya.
“Sedang apa kamu disana ??” sapa penghuni no. 20
“Oh, saya hanya lewat saja. Ngomong-ngomong penghuni yang tinggal disini kemana ??” tanya Zizi
“Apartemen itu sudah lama kosong, dari rumor yang beredar apartemen itu sudah kosong kurang lebih satu setengah tahun. Memangnya kenapa ??” tanya penghuni no. 20
“Oh, tidak apa-apa….” jawab Zizi
Setelah mendengar penjelasan dari penghuni no. 20, Zizi pun menjadi bingung akan kejadian yang dialaminya semalam.
“Lalu dari mana asal suara piano tersebut ??” tanya Zizi pada diri sendiri
Matahari telah menyelesaikan tugasnya, dan kini giliran bulan yang menerangi langit ibu kota. Zizi yang baru saja pulang kerja, berjalan melewati lorong apartemen yang cukup sunyi. Ketika ia melewati apartemen no. 22, ia terhenti karna mendengar suara alunan piano yang sama seperti yang ia dengar kemarin malam. Didekatinya pintu apartemen tersebut untuk memastikan apakah suara itu berasal dari dalam. Ketika ia semakin mendekat, suara itu pun semakin jelas terdengar. Ditekannya bel apartemen tersebut, berulang kali ia tekan namun tak ada respon dari dalam hingga pintu tersebut terbuka dengan sendirinya.
Zizi mengumpulkan segala keberaniannya untuk memasuki apartemen no. 22. Ia langkahkan kakinya lebih dalam memasuki apartemen tersebut hingga terhenti di sudut samping apartemen. Kini suara piano tersebut semakin jelas terdengar ditelinga Zizi, dilihatnya sebuah piano berwarna putih gading yang menghadap ke arah luar jendela lengkap dengan seorang laki-laki yang tengah memainkannya.
“Bukannya apartemen ini kosong ???” bingung Zizi
Perasaan takut dan penasaran menyerang Zizi. Ia melangkahkan kakinya mendekati laki-laki tersebut yang juga berdiri menghampiri Zizi. Ketika telah berhadapan dengan laki-laki itu, Zizi mencoba menyentuh tangan laki-laki itu namun, ia tak dapat menyentuh tangan laki-laki tersebut. Mengetahui hal tersebut, wajah Zizi seketika pucat pasi dan ia segera lari keluar dari apartemen no.22
Zizi masuk ke apartemennya dengan nafas tak beraturan. Seluruh tubuhnya gemetar dan tak kuat menopang beban badannya. Ia terkulai lemas didepan pintu apartemennya, ia masih tidak percaya akan hal yang baru saja dialaminya.
“Apa yang barusan terjadi ?? Siapa laki-laki itu ??” tanya Zizi masih tak percaya
Keesokkan harinya Zizi menjalani hari-harinya seperti biasa dan ia juga berusaha melupakan kejadian semalam. Namun semakin ia berusaha melupakannya semakin sering dan jelas ia mendengar suara alunan piano dari apartemen no. 22 hingga kini ia sudah mulai terbiasa dengan suara piano dari apartemen sebelah. Hingga suatu malam ketika ia keluar untuk membuang sampah ia mendengar lagi suara piano dari apartemen no. 22. Karna seringnya ia mendengarkan suara tersebut kini rasa takutnya pun berkurang dan muncullah rasa penasaran akan sosok laki-laki yang pernah ia temui didalam apartemen no.22. Ia langkahkan kakinya memasuki apartemen no. 22, dan ia kembali melihat sosok laki-laki tersebut. Zizi tak lagi bereaksi ketakutan ketika bertemu dengan sosok laki-laki tersebut. Laki-laki tersebut kembali tersenyum dan berjalan mendekati Zizi.
“Sebenarnya siapa kamu ??” tanya Zizi
“Namaku Djiwangga Palang Yudha. Kamu bisa panggil aku Dji ??” jawab laki-laki itu yang kita tahu bernama Dji seraya tersenyum.
“Lalu kenapa kamu ada disini ??” tanya Zizi lagi
“Kalau aku cerita, apa kamu mau percaya ???” jawab Dji
“Akan aku coba ???”
“Sebenarnya ini adalah apartemenku, dulu aku tinggal disini. Tapi sekarang aku juga enggak ingat apa-apa, yang aku ingat cuman apartemen ini. Dan aku juga enggak tahu aku sebenarnya masih hidup atau sudah meninggal. Dan selama ini, tiap malam aku hanya bisa memainkan piano ini untuk mengingat kehidupanku sebelumnya.” cerita Dji panjang lebar pada Zizi
“Jadi yang ada didepan ku ini arwah ???” tanya Zizi
“Mungkin, aku sendiri juga tidak tahu aku ini siapa sebenarnya ?? Apa kamu mau menolongku ??” tanya Dji sedikit memohon
“Menolong ?? Apa ??” jawab Zizi
“Bantu aku buat cari siapa aku sebenarnya dan dimana tubuhku berada ??” pinta Dji
“Aku?? Kenapa harus aku ??” tanya Zizi
“Karna cuma kamu yang bisa melihatku sekarang dan cuma kamu yang percaya akan ceritaku ???” jawab Dji diiringi keraguan di akhir kalimatnya
“Baiklah, akan aku coba…” jawab Zizi
Sejak saat itu Zizi jadi sering mendatangi apartemen no. 22 guna menemui Dji dan membicarakan soal kehidupan Dji sebelumnya. Ia membantu Dji untuk menemukan dimana tubuhnya berada saat ini dan juga mengungkapkan siapa sebenarnya Dji itu. Zizi tak setengah-setengah dalam membantu Dji, ia mencari informasi tentang Dji dari teman-teman, keluarga, dan orang yang dekat dengan Dji yang ia ketahui dari barang-barang yang berada dalam apartemen Dji. Tanpa Zizi sadari, dalam hatinya ia telah menaruh simpati yang mendalam terhadap Dji. Hingga suatu hari ia pergi kesebuah alamat yang ia dapat dari teman dekat Dji sewaktu kuliah. Ditelusurinya alamat tersebut hingga ia sampai di depan sebuah gedung RS.
“Maaf, saya mau tanya apa ada pasien yang bernama Djiwangga Palang Yudha yang dirawat disini ??” tanya Zizi pada suster di meja resepsionis
Setelah beberapa saat menunggu akhirnya ia mendapatkan jawaban yang selama ini ia cari.
“Pasien yang bernama Djiwangga Palang Yudha berada di ruang Dahlia V nomor 22” jawab suster tersebut
Zizi melangkahkan kakinya ke ruangan yang disebutkan oleh suster tadi. Di lihatnya dari celah kaca yang berada dipintu seorang laki-laki yang tak asing baginya terbujur tak berdaya diatas ranjang RS. Ya, laki-laki itu adalah Dji yang kini tengah terbaring koma diranjang RS. Dimasukinya ruangan yang berada didepannya, kini ia melihat dengan kedua matanya sendiri bahwa sosok lemah didepannya benar-benar Dji. Tanpa ia sadari air hangat memupuk di sudut matanya, air mengalir membasahi kedua pipi mulusnya. Segera ia hapus air mata itu ketika seorang dokter akan masuk kedalam ruangan tersebut.
“Maaf anda siapa nya pasien ini ya ??” tanya dokter tersebut
“Oh, saya temannya. Kalau boleh saya tahu, Djiwangga ini sakit apa ya dok ??” tanya Zizi pada dokter
“Pasien ini telah lama koma, sekitar 1,5 tahun yang lalu ia mengalami kecelakaan mobil yang menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah di otaknya yang mengakibatkan dia terbaring koma sampai saat ini. Sudah sejak satu tahun yang lalu tidak ada orang yang menjenguknya..” cerita dokter tersebut pada Zizi yang mendengarkan dengan mata berkaca-kaca
Zizi pulang ke apartemennya dengan keadaan lemas dan syok atas fakta yang baru saja didengarnya. Zizi melangkahkan kakinya kedalam apartemen miliknya. Zizi tak kuasa menahan tangisnya, malam itu ia menangis sejadi-jadinya, ia luapkan semua emosi yang bergejolak didalam hatinya. Emosi senang, takut kehilangan, dan kesedihan.
Keesokan harinya ia mendatangi apartemen Dji dengan keadaan yang sudah cukup tenang. Ditemuinya Dji yang tengah memainkan piano putih miliknya.
“Hay Zi….” sapa Dji ceria
“Dji, aku mau ngomong sesuatu yang penting sama kamu…??” kata Zizi
“Apa ??” jawab Dji tanpa berpaling dari pianonya
“Aku sudah menemukan tubuh kamu. Tubuh kamu terbaring koma di RS akibat kecelakaan yang kamu alami 1,5 tahun yang lalu. Dan sekarang mungkin jika kamu kembali kedalam tubuh kamu, kamu akan hidup lagi dan kita mungkin nggak akan bertemu lagi…” jelas Zizi sambil menitikkan air mata
Dji yang mendengarkan penjelasan Zizi tanpa terasa air matanya juga ikut tumpah. Perasaan senang, bahagia, sedih, dan takut kehilangan bercampur aduk menjadi satu dalam hati Zizi dan Dji. Kedua orang ini telah berhubungan cukup dekat dan juga saling mengenal cukup lama sehingga kini mereka berdua telah terbawa akan perasaan masing-masing.
Malam harinya Zizi pergi ke RS tempat Dji dirawat, tapi tanpa diketahui oleh orang lain ternyata arwah Dji mengikuti Zizi pergi ke RS. Sesampainya di kamar rawatnya Dji mengamati sosok yang mirip dengan dirinya tengah terbaring tak berdaya di ranjang.
“Dji, sekarang aku sudah menepati janjiku buat bantu kamu menemukan tubuh kamu. Sekarang masuk lah ke tubuh mu…” kata Zizi dengan menahan kesedihannya
“Zizi, aku sangat berterima kasih atas semua bantuan yang telah kamu berikan. Dan aku juga nggak bakal melupakan kamu dan perasaan ini. Zizi aku suka sama kamu, tapi aku tahu aku nggak mungkin berharap banyak karna aku sendiri nggak tahu apakah aku dapat kembali hidup atau enggak…” tutur Dji dengan mata berkaca-kaca
“Dji, kamu pasti dapat hidup lagi dan kita suatu saat nanti akan bertemu lagi. Berjanjilah kalau kamu hidup kembali, kita akan bertemu lagi..” jawab Zizi seraya menyentuh wajah Dji yang tak dapat disentuhnya.
“Janji! Suatu hari aku akan datang menemui dan aku tungggu jawaban kamu atas perasaanku…” jawab Dji dengan mengulurkan tangan hendak menyentuh wajah Zizi.
Arwah Dji perlahan-lahan memasuki tubuhnya dan Zizi yang tak kuat lagi menahan kesedihannya memutuskan pergi dari ruangan tersebut.
2 tahun kemudian
Diwaktu yang sama saat matahari menampakkan wujudnya, Zizi terbangun dari tidurnya akibat mendengar suara yang tak asing lagi ditelinganya. Suara alunan piano dari apartemen sebelah. Diikutinya suara itu dan benar saja suara itu berasal dari apartemen no. 22. Segera ia keluar menuju ke apartemen sebelah untuk memastikan siapa yang memainkan piano didalam apartemen tersebut. Ditekannya bel apartemen dan tiba-tiba saja pintu apartemen itu terbuka sendiri. Dimasukinya apartemen itu dan ditelitinya tiap sudut ruangan hingga ia menemukan sosok laki-laki yang tengah memainkan piano putih milik Dji. Laki-laki yang selama ini ditunggunya. Laki-laki itu menoleh ke arah Zizi dengan wajah penuh senyuman.
“Ka….ka….muuu ???” tanya Zizi tergagap
“Iya, ini aku Djiwangga. Aku hidup lagi, dan kamu benar jika suatu saat kita akan bertemu lagi….” jawab Dji seraya berjalan mendekati Zizi yang masih terpaku ditempatnya.
“Jadi ini benar kamu, Dji ??” tanya Zizi berkaca-kaca
“Iya….” Jawab Dji seraya memeluk Zizi yang kini telah berlinangan air mata.
“Aku enggak mimpi kan, Dji ???” tanya Zizi membalas pelukan Dji
“Enggak Zi, ini aku Djiwangga Palang Yudha!” jawab Dji
“Aku cinta kamu, Dji…” kata Zizi ditengah isak tangisnya dalam pelukan Dji
“Aku juga cinta kamu, Zi…” balas Dji yang tak melepas pelukannya.
Akhirnya mereka berdua dipertemukan kembali dan cinta mereka juga dapat di semikan lagi. Waktu sulit yang telah mereka lalui kini telah tergantikan dengan waktu yang akan mereka habiskan bersama.