Waktu dan ucapan, tidak bisa ditarik.
……
“Permisi, Kak. Kak Firman ada?” tanya Azmariah kepada salah satu kakak kelas di depan 12 IPA 1.
“Ada, sebentar, Dek. Dipanggil dulu,” jawab kakak kelas itu dan diangguki Azmariah.
Azmariah pikir, kakak kelas itu akan masuk ke dalam kelasnya dan memanggil Firman dengan pelan. Ternyata tidak.
“FIRMAN! ADA YANG NYARIIN!!!”
Suara nyaringnya masuk ke dalam telinga Azmariah hingga membuat kupingnya berdengung. Dari name tag kakak kelas tersebut, Azmariah tahu siapa namanya.
Saat Firman keluar, dia sedikit mengeluh karena suara teman satu kelasnnya itu. Namun, dia tersenyum ramah saat melihat Azmariah di depan pintu kelasnya. Wajahnya yang sedikit kusut membuat Azmariah berpikir, Firman baru saja bangun dari tidurnya.
“Kenapa, Az?” tanya Firman seraya membenarkan kacamatanya.
“Dipanggil Pak Junaedi,” jawab Azmariah.
“Cuma saya doang?”
“Sama saya juga, Kak.”
Firman mengangguk lalu mengajak Azmariah untuk pergi ke tempat guru PKN mereka berada. Mereka sedikit membicarakan tentang pendaftaran OSIS yang baru. Walaupun begitu, Azmariah sempat berpikir untuk tidak mengikuti OSIS lagi.
Tapi, bujukan Firman berhasil membuat Azmariah kembali ingin mengikuti OSIS lagi. Azmariah juga bercerita tentang Adonis yang tidak melanjutkan OSIS lagi.
“Sayang banget, padahal Adonis mau saya jadiin kandidat ketua,” ucap Firman.
“Eh? Serius, Kak?”
Firman mengangguk antusias. “Selain dia, Yutha sama Dean.”
“Mereka emang rada-rada,” gumam Azmariah.
“Rada-rada?”
“Iya, rada-rada gak jelas, gak pernah pisah, galak, bawel. Tapi waktu mimpin, mereka keren,” jelas Azmariah lalu tersenyum.
“Masa, sih? saya gak merhatiin sampai segitunya,” gumam Firman.
Azmariah terkekeh mendengar gumaman Firman. “Wajar, Kak. Saya, kan, satu angkatan sama mereka. Hatam sama tingkah ajaib mereka,” ucap Azmariah.
Seusai pembicaraan itu, mereka sampai ke depan ruang guru. Firman mengetuknya dan membuka pintu itu dengan lembut. Mata Azmariah tidak sengaja bertemu dengan mata Mansa yang sedang berdiri tepat di meja Bu Muntianah.
Azmariah mengalihkan pandangannya dan mengikuti Firman menghampiri Pak Junaedi.
Mata Mansa masih memperhatikan gerak-gerik Azmariah tanpa gadis itu sadari. Bahkan, ibunya yang sedang bicara tidak dia dengarkan.
“Abang? Denger gak, sih?” ucap ibunya.
“Eh? Apaan, Mah?”
Ibunya hanya menghela napas dengan pelan saat melihat kelakuan anaknya yang ajaib ini.
“Hari ini sampai minggu depan, Mamah gak ada di rumah, Papah baru pulang bulan depan, Fansa ada kegiatan di Jakarta 4 hari, kamu tinggal sendiri gak apa-apa?”
“Gak apa-apa, Mah,” jawab Mansa dengan wajah polosnya.
“Kalau ada apa-apa, langsung telepon Mamah, ya?”
Mansa hanya tersenyum ke arah ibunya yang sangat menghawatirkannya. “Iya, Mah,” jawabnya.
“Atau, ajak teman kamu main ke rumah, Bang.”
“Enggak usah, Mah.”
Ibu Mansa sangat khawatir dengannya. Karena penyakit Mansa, ibunya sangat berhati-hati. Dia tidak mau Mansa cepat meninggalkannya.
Mati itu pasti. Tapi, kita memiliki cara untuk menunda kematian. Itu yang dipercaya oleh ibunya.
Setidaknya, janganlah mati dalam keadaan sakit. Walaupun kemungkinan Mansa akan meninggalkan mereka karena sakit, percaya atau tidak.
“Udah, Mah?” tanya Mansa.
Ibunya hanya mengangguk. Mansa pergi keluar ruang guru dan berencana kembali ke kelasnya.
Namun, saat dia baru melangkahkan kakinya, suara yang tidak asing di telinganya memanggil namanya.
“Mansa!”
Suara merdu yang lebih pantas digunakan untuk bernyanyi. Suara merdu yang bisa membuat telinganya melenyapkan semua suara.
“Apa?”
“Ke kelas, kan?” tanya Azmariah dan diangguki Mansa. “Bareng!” lanjutnya.
“Lah, itu Kak Firman?”
“Mau ke kantin dia,” jawab Azmariah.
Saat perjalanan, tali sepatu Azmariah lepas. Dia memberikan ponselnya ke Mansa dan mengikat tali sepatu.
Ponsel itu bergetar dan menampilkan pesan beserta pengirimnya.
Mansa menyiritkan dahinya lalu memberikan ponselnya ke Azmariah yang sudah berdiri. Selisih 10 cm mereka membuat Azmariah sedikit mendongak untuk menatap mata Mansa.
Azmariah membuka layar ponselnya. Matanya membelalak melihat yang ada di notifikasinya itu.
“Sa … lo gak baca, kan?”
Mansa hanya menoleh ke Azmariah. Dia membuka mulutnya dengan tatapan datar.
“Baca.”
@yurriansan makasih banyak kak sudah mampir^^
Comment on chapter 03. Pulang BarengAku suka nama mansa garem wkwkwkwkw
Oke kak,^^