Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kejar Mika!
MENU
About Us  

Mengatakan bahwa Pinky tidak akan menyerah akan Mika, bukan berarti ia akan terang-terangan merebut pemuda itu dari tangan Juwita. Ayolah, dia mungkin gadis yang nekat, tapi ia takkan bertindak semurahan itu.

Entah teknisnya bagaimana, setidaknya Mika tahu bahwa pemuda itu masih jadi yang terpenting untuknya.

"Gue kecewa sama elo," ucap Eri sambil menyodorkan botol berisi air mineral dingin ke arah Pinky, lalu menjatuhkan pantatnya di samping gadis itu.

"Gue juga," Yuna yang sudah duduk terlebih dahulu di sisinya menyahut. 

Mereka menghabiskan waktu istirahat paruh pertama dengan duduk-duduk santai di halaman belakang sekolah. Membiarkan ujung rumput menggelitik betis mereka yang terbuka.

Pinky membuka botol tersebut lalu meneguk isinya perlahan. 
"Kenapa?" Ia bertanya santai.
Eri mendesah.
"Elo bilang elo akan nyerah jika Mika udah punya pacar. Sekarang begitu dia punya pacar, elo malah meralat kata-kata elo. Yakin deh, bahkan jika Mika dan Juwita bener-bener menikah, elo pasti berubah pikiran dan memutuskan nungguin hingga mereka bercerai," ia menggerutu.

Pinky tergelak, nyaris menyemburkan air di mulutnya. 
"Bisa jadi," jawabnya enteng, membuat dua temannya makin kesal. 
"Gue pernah bilang bahwa mencintai Mika tuh ibarat ikut lomba lari. Melelahkan, terkadang harus jungkir balik. Belum lagi jumlah pesertanya banyak. Gue hanya merasa bahwa Juwita tengah berada sekitar ratusan meter di hadapan gue. Satu hal yang pasti, kami sama-sama belum mencapai finish," lanjutnya.

Eri dan Yuna mendesah bersamaan.
Well, ini Pinky. Bahkan jika mereka bersujud untuk memintanya berhenti, gadis ini takkan berubah pikiran. 

"Terserah elo aja deh. Yang bisa kami lakuin cuma menghibur elo kalo kelak elo nangis lagi," ucap Yuna.

"Oh, ngomong-ngomong soal nangis," sergah Eri. "Apa yang akan elo lakuin ke mereka?" Ia menyenggol bahu Pinky, dan ketika gadis itu menatapanya, Eri menunjuk belakang mereka dengan isyarat mata. 

Pinky berbalik, dan menyaksikan dua pemuda yang berada tak jauh darinya, duduk bersebelahan dan sesenggukan. Dimas dan Jefri.
Serius deh, mereka sudah menangis sejak beberapa jam yang lalu. 
"Kami udah nyuruh mereka berhenti. Tapi mereka nggak berhenti nangis karena dirimu. Bujuk sana," ujar Eri. 

Pinky memutar bola matanya dengan kesal. Sempat berniat untuk melabrak dua pemuda itu, tapi otaknya terlalu lelah untuk melakukannya. 
Akhirnya ia bangkit, mendekati dua pemuda yang sesenggukan tersebut, lalu duduk di depannya.

"Apa kalian masih marah sama gue?" tanya Pinky.
"Iya," mereka menjawab kompak. 
"Karena gue masih ngejar Mika?"
"Iya," lagi-lagi mereka menjawab kompak.

Pinky menarik nafas panjang.
Sabar, Ping! Jeritnya dalam hati. 

"Tadinya kami seneng ketika mendengar elo akan berhenti mencintai Mika. Nyatanya elo bohong. Bagaimana jika kelak elo terluka lagi? Bagaimana jika elo nangis lagi? Huhuhu...," Dimas sesenggukan. 

Pinky memasang senyum manis. Senyum paling manis yang pernah ia lontarkan pada dua makhluk absurd di hadapannya.

"Dimas yang baek, dan Jefri yang cakep," Ia meraih tangan mereka dan menggenggamnya erat. 
Pipi kedua cowok itu segera bersemu merah. 

Dan segera tatapan Pinky berubah.
"Jika kalian nggak berhenti menangis, jangan pernah ngikutin gue lagi. Jangan.pernah." Peringat gadis itu dengan gigi terkatub.

Dan ajaibnya, tangis Dimas dan Jefri berhenti seketika.

"Berhenti ato nggak?"
"I-iya, berhenti kok. Kami udah nggak nangis lagi." Mereka gelagapan.
"Bagus. Jadi kita masih berteman 'kan?"
"Masih," Dimas dan Jefri menjawab kompak.
Pinky tersenyum lagi.
"Oke," Ia meraih tisu dari sakunya lalu menyodorkan ke arah mereka.

Buru-buru dua cowok di hadapannya menghapus air mata mereka dengan tisu tersebut. Setelah itu mereka menyodorkan tangan mereka ke arah Pinky lagi.

"Elo bisa memegang tangan kami lagi kalau mau. Lama juga nggak apa-apa. Kami rela," ucap Jefri, sambil nyengir. Dimas juga.

Pinky melotot. "Awas kalian," ancamnya.

Sementara Eri dan Yuna hanya menatap adegan itu dengan geli.
"Entah kenapa aku lebih setuju kalo Pinky pacaran sama salah satu dari mereka," bisik Eri.
Yuna segera mengiyakan.

*** 

Kelas yang tadinya sepi karena sedang ada tes, berubah ramai ketika bel tanda waktu habis berbunyi.

Ada yang mengeluh karena belum sempat selesai mengerjakan. Ada pula yang buru-buru mencari contekan dari teman yang lain.

Pinky yang pertama kali berdiri dan mengumpulkan lembar jawaban di meja guru. Biasanya memang ia yang selesai lebih dulu. Maklum, Pinky siswa paling pintar di sekolah ini. Sebetulnya malah ia sudah selesai mengerjakan soal ulangan itu sejak 20 menit yang lalu. Tapi ia enggan mengumpulkan dulu karena jika ia melakukannya, teman-temannya yang lain akan heboh dan buru-buru menyelesaikan soal mereka.

Jadi ia sengaja mengulur waktu agar teman-temannya bisa lebih tenang mengerjakan tes. 
Juwita yang mengumpulkan lembar jawaban paling akhir. Bukan karena ia bodoh hingga baru menyelesaikan soal-soal itu. Pinky tahu Juwita gadis yang pintar, ia tahu bahwa gadis itu juga sudah selesai mengerjakan soal tes sejak beberapa menit yang lalu. Sama seperti dirinya, ia juga sengaja mengulur waktu. 

Kadang Pinky merasa, Juwita mirip dengannya dalam beberapa hal. 
Hanya saja, gadis itu lebih pendiam, sementara dia cenderung meledak-ledak. 

"Juwita, bantu bapak membawa buku-buku ini ke kantor ya?" pak guru menunjuk tumpukkan buku di mejanya.
"Baik pak," jawab Juwita.
"Akan saya bantu pak," Mika bangkit. 
"Biar saya saja yang bantu, pak," dan buru-buru Pinky bangkit. 
"Elo, duduk kembali," ucapnya sengit pada Mika. 

Mika melongo heran. Ini anak maksudnya apa sih?
Kemarin-kemarin ia mengucapkan kata cinta, sekarang malah menatapnya dengan sorot permusuhan. Apa Pinky salah makan sesuatu? Gerutunya dalam hati.
Dan sebelum pemuda itu sempat bergeser dari tempat duduknya, Pinky bergerak terlebih dahulu dan berlari menuju meja guru. 

Ia tidak terlalu suka berdekatan dengan Juwita. Tapi ia lebih tidak suka lagi jika Juwita berdekatan dengan Mika, walau mereka pacaran. 

Cepat-cepat gadis itu meraup sebagaian tumpukan buku di atas meja. "Ayo," ajaknya pada Juwita lalu segera beranjak keluar kelas. Gadis yang dipanggil namanya meraup sisa tumpukan buku di atas meja lalu bergerak mengikutinya. 

*** 

Pinky dan Juwita melangkah beriringan menuju ruang guru yang berada di lantai satu. Mereka harus berjalan menuruni tangga dan melewati beberapa blok kelas untuk sampai di sana. Itulah mengapa pergi ke ruang guru dianggap melelahkan oleh sebagian anak dari kelas mereka karena lumayan melelahkan. 

"Pinky," Juwita memecah keheningan di antara mereka.
"Hm," Pinky menjawab pendek. 
"Apakah kita bisa bersahabat?"

Pertanyaan gadis itu tak membuat Pinky menatap ke arahnya.
"Kita emang sahabat 'kan?" Ia balik memberikan pertanyaan retoris.
"Enggak. Kita belum jadi sahabat. Kita hanya teman sekelas," Juwita kembali berujar.
"Itu aja udah cukup," Pinky menjawab datar. 

Tak ada pembicaraan lagi. 

"Elo gadis yang baik, Pinky." Juwita mencoba membuka pembicaraan lagi.
"Thanks," jawab Pinky cepat, lagi-lagi tanpa melihat ke arahnya.
"Elo udah beberapa kali nolongin gue,"
"That's my pleasure."
"Dan gue tahu kalo elo mencintai Mika."

Dan kalimat itu yang mampu menghentikan langkah Pinky. 
Ia memutar tubuh dan menatap ke arah gadis di sampingnya yang juga tengah menatap ke arah dirinya.

"Ya, dan gue bukan satu-satunya gadis yang punya perasaan itu," Pinky menjawab tanpa ragu.
Tak ada gunanya juga ia berbohong. Buat apa?

Juwita sudah tahu, dan ia hanya mengiyakan.

"Tapi 'kan dia pacar gue," Juwita berujar dengan ekspresi campur aduk. Antara kaget dengan jawaban Pinky, sekaligus kesal ia harus mendengar jawaban itu. 

"Gue tahu. Semua orang di sini juga tahu kalau elo pacar Mika. Lalu?"

"Bukankah seharusnya seseorang nggak boleh mengharapkan pacar orang lain?"
Pinky terkekeh mendengar kalimat Juwita.
"Maksudnya gue nggak boleh mencintai Mika karena dia pacar lo, gitu?" 
Juwita tak bersuara hingga Pinky melanjutkan kalimatnya. 

"Juwita, gue cinta sama Mika jauh sebelum ia bertemu dengan elo, jauh sebelum kalian berpacaran. Nyuruh gue melupakan perasaan gue hanya dalam sekejap mata, ibarat nyuruh gue berlarian ke jalanan memakai stiletto setinggi 15 senti. Sulit, dan sepertinya mustahil gue lakukan," jawabnya.

"Bukan elo yang berhak menentukan apa yang gue rasakan. Gue aja nggak mampu mengontrol perasaan gue, apalagi elo," lanjutnya.

Juwita mematung. Terlihat bingung ingin memberikan jawaban apa. Membuat Pinky mendesah lelah.

"Ini nggak seperti seolah gue akan merebutnya dari lo dengan cara licik layaknya drama di televisi. Gue cuma menjawab apa yang elo katakan. Dan faktanya memang begini. Can't help," ia mengangkat bahu lalu melangkah kembali. 

"Apa elo sangat mencintainya?" 

Pinky berhenti. Ia menggigit bagian dalam bibirnya lalu berbalik dan menatap lurus ke mata Juwita. Ia mengangguk.

"Gue mencintainya, sangat. Sampai-sampai gue rela memungutnya jika kelak elo mencampakkanya ke tempat sampah," tegasnya.

Lalu ia bergegas, tanpa menoleh lagi ke arah Juwita.

***

Memasuki tahun ajaran baru, sekolah mengadakan perjalanan wisata ke puncak.
Selain melepas penat setelah menghadapi ujian, kunjungan ini juga tidak sekedar bersenang-senang. 
Setiap siswa telah dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mengerjakan laporan yang telah ditugaskan oleh wali kelas. 

Pinky satu kelompok dengan Dimas, Yuna, dan dua siswa dari kelas berbeda. Jefri dan Eri terpisah. Sementara Mika dan Juwita berada di kelompok berbeda. 
Awalnya, acara jalan-jalan itu berjalan lancar. Namun ketika mereka hendak kembali ke bis yang akan membawa mereka pulang, kehebohan terjadi. 

Juwita hilang. 

Menunggu selama hampir dua jam, gadis itu tak kembali ke tempat semula. Berikut dengan tiga siswa lain yang juga satu kelompok dengannya. 
Kalap mengetahui Juwita hilang, Mika menghampiri Pinky.

"Apa elo melakukan sesuatu padanya?" Ada sorot menghakimi pada kalimatnya.

Pinky tercengang.
"Elo nuduh gue melakukan sesuatu yang buruk padanya?" Ia menatap pemuda itu dengan marah. 

Mika menggigit bibir. Merasa bersalah telah menuduh gadis itu. Atau mungkin karena ia terlalu cemas mengetahui Juwita hilang. 

Mencoba berpikir tenang tapi ia gagal. Tanpa mempedulikan perintah guru, cowok itu bergerak, melesat cepat menembus rimbunnya hutan belantara, mencoba mencari sendiri keberadaan Juwita.

*** 

"Juwita!" Mika meneriakkan nama gadis itu berulang-ulang. 
Dan tetap saja tak ada jawaban. Hingga tanpa sadar, ia terus saja bergerak menembus lebatnya hutan belantara, tanpa berpikir panjang kemana arah tujuannya. 

"Juwita!" panggilnya lagi.
Dan tetap sia-sia.

Pemuda itu menyisir rambutnya dengan frustasi. Tas punggungnya terasa makin berat, dan ia mulai kelelahan.

"Gimana ini? Elo dimana Juwita?" ratapnya. 

"Elo belum menemukannya?" 

Dan suara itu membuat Mika terlonjak. 

Ia berbalik dan menemukan gadis itu bergerak ke arahnya dengan nafas terengah-engah. 

"Pinky?" desisnya tak percaya.

Pinky meletakkan dua tangannya di atas lutut sambil mengatur nafasnya yang tersengal. 

"Untuk apa elo di sini?" Mika nyaris menjerit. 

Pinky menelan ludah. Gadis itu memperbaiki letak tas punggungnya, lalu bergerak mendekati Mika. 
"Gue ngikutin elo. Ngelihat elo berlari memasuki hutan kayak orang kesetanan, gue berlari ngejar elo," jawabnya.

Kedua mata Mika mengerjap.

"Kenapa elo ngikutin gue?"

"Karena gue nggak terima elo nuduh gue melakukan hal buruk pada Juwita, dasar bedebah!" Dan akhirnya Pinky berteriak jengkel. 

Pemuda di hadapannya terdiam sesaat. 

"Gue nggak melakukannya! Gue nggak akan mungkin setega itu mencelakai orang lain! Jangan asal tuduh sembarangan dong! Elo pikir hanya elo aja yang cemas kalau Juwita hilang? Pak guru dan teman yang lainpun khawatir," jeritnya lagi. 

Mika menelan ludah.

"Maaf, tadi gue terlalu ... bingung," ucapnya kemudian.
Pinky mencibir dan menatap pemuda itu dengan jengkel. 

"Ngomong-ngomong, elo tahu sekarang kita ada di mana? Karena gue nggak tahu." 
Pertanyaan Pinky serta merta membuat Mika menatap sekitar. Perlahan cowok itu mengumpat lirih lalu menyisir rambutnya dengan frustasi. 

Astaga, ia juga tak tahu sekarang mereka ada di mana?

***

to be continued.

Tags: Remaja Teenlit

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Aditya
1455      652     5     
Romance
Matahari yang tak ternilai. Begitulah Aditya Anarghya mengartikan namanya dan mengenalkannya pada Ayunda Wulandari, Rembulan yang Cantik. Saking tak ternilainya sampai Ayunda ingin sekali menghempaskan Aditya si kerdus itu. Tapi berbagai alasan menguatkan niat Aditya untuk berada di samping Ayunda. "Bulan memantulkan cahaya dari matahari, jadi kalau matahari ngga ada bulan ngga akan bersi...
Adelia's Memory
513      330     1     
Short Story
mengingat sesuatu tentunya ada yang buruk dan ada yang indah, sama, keduanya sulit untuk dilupakan tentunya mudah untuk diingat, jangankan diingat, terkadang ingatan-ingatan itu datang sendiri, bermain di kepala, di sela-sela pikirian. itulah yang Adel rasakan... apa yang ada di ingatan Adel?
Premium
Sakura di Bulan Juni (Complete)
20487      2279     1     
Romance
Margareta Auristlela Lisham Aku mencintainya, tapi dia menutup mata dan hatinya untukku.Aku memilih untuk melepaskannya dan menemukan cinta yang baru pada seseorang yang tak pernah beranjak pergi dariku barang hanya sekalipun.Seseorang yang masih saja mau bertahan bersamaku meski kesakitan selalu ku berikan untuknya.Namun kemudian seseorang dimasa laluku datang kembali dan mencipta dilemma di h...
Secret Melody
2314      816     3     
Romance
Adrian, sangat penasaran dengan Melody. Ia rela menjadi penguntit demi gadis itu. Dan Adrian rela melakukan apapun hanya untuk dekat dengan Melody. Create: 25 January 2019
G E V A N C I A
1190      650     0     
Romance
G E V A N C I A - You're the Trouble-maker , i'll get it done - Gevancia Rosiebell - Hidupnya kacau setelah ibunya pergi dari rumah dan ayahnya membencinya. Sejak itu berusaha untuk mengandalkan dirinya sendiri. Sangat tertutup dan memberi garis keras siapapun yang berniat masuk ke wilayah pribadinya. Sampai seorang cowok badboy selengean dengan pesona segudang tapi tukang paksa m...
Daybreak
4409      1837     1     
Romance
Najwa adalah gadis yang menyukai game, khususnya game MOBA 5vs5 yang sedang ramai dimainkan oleh remaja pada umumnya. Melalui game itu, Najwa menemukan kehidupannya, suka dan duka. Dan Najwa mengetahui sebuah kebenaran bahwa selalu ada kebohongan di balik kalimat "Tidak apa-apa" - 2023 VenatorNox
Selfless Love
4751      1335     2     
Romance
Ajeng menyukai Aland secara diam-diam, meski dia terkenal sebagai sekretaris galak tapi nyatanya bibirnya kaku ketika bicara dengan Aland.
Pilihan Terbaik
4997      1502     9     
Romance
Kisah percintaan insan manusia yang terlihat saling mengasihi dan mencintai, saling membutuhkan satu sama lain, dan tak terpisahkan. Tapi tak ada yang pernah menyangka, bahwa di balik itu semua, ada hal yang yang tak terlihat dan tersembunyi selama ini.
Premium
The Secret Of Bond (Complete)
6516      1499     1     
Romance
Hati kami saling terikat satu sama lain meskipun tak pernah saling mengucap cinta Kami juga tak pernah berharap bahwa hubungan ini akan berhasil Kami tak ingin menyakiti siapapun Entah itu keluarga kami ataukah orang-orang lain yang menyayangi kami Bagi kami sudah cukup untuk dapat melihat satu sama lain Sudah cukup untuk bisa saling berbagi kesedihan dan kebahagiaan Dan sudah cukup pul...
Happy Death Day
644      375     81     
Inspirational
"When your birthday becomes a curse you can't blow away" Meski menjadi musisi adalah impian terbesar Sebastian, bergabung dalam The Lost Seventeen, sebuah band yang pada puncak popularitasnya tiba-tiba diterpa kasus perundungan, tidak pernah ada dalam kamus hidupnya. Namun, takdir tetap membawa Sebastian ke mikrofon yang sama, panggung yang sama, dan ulang tahun yang sama ... dengan perayaan h...