Was soll ich mit dieser nervigen Frau machen? Erster Teil
(Apa yang harus saya lakukan dengan wanita yang menyebalkan ini? Bagian pertama )
Setelah berpikir sudah cukup jauh, akupun memutuskan berhenti ditempat yang sepertinya berdekatan dengan sungai dan mulai membuat api unggun.
Karena badanku masih sakit, aku menyuruh Orc itu untuk mencari kayu dan ranting kering serta berburu hewan untuk dimakan. Dengan senang hati dia mau menuruti perintahku.
Sembari menunggu aku memutuskan untuk istirahat sebentar.Tetapi aku malah ketiduran saking lelahnya.
"Tuan..Bangun Tuan.."
Aku mendengar suara. Kemudian secara perlahan aku membuka mataku.Terlihat didepanku ada orc yang membawa kayu dan ada kelinci gila berukuran kecil yang telah mati tergeletak disampingnya.
"Hem rupanya aku ketiduran."
Mungkin karena terlalu lelah aku akhirnya ketiduran. Untung saja orc itu tidak menikamku saat pertahananku sedang lengah dan tidak terjaga. Mungkin dengan ini aku dapat mempercayainya.
"Rupanya kau benar-benar mematuhi perintahku dan mendapatkan buruan yang bagus. Lebih dari itu, Aku terkesan kau tidak berniat membunuhku saat aku tertidur."
"Sa-saya tidak punya niatan seperti itu Tuan. Saya bersyukur Anda telah mau menerima saya sebagai teman seperjalanan Anda. Jadi saya tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu."
"Baguslah."
Kemudian aku bangkit dan mulai menguliti kelinci itu. Orc itu tidak tahu cara menguliti yang benar jadi aku mencontohkannya.
Aku penasaran apakah dia dapat membuat api atau tidak, karena alasan itulah aku memutuskan untuk bertanya kepadanya. Tapi dia malah menjawab,
" Saya tidak bisa membuat sihir semacam itu Tuan."
"Hah? Sihir? Aku tahu kalau membuat api tanpa alat pematik itu sulit, tapi apakah di tempat asalnya membuat api itu menggunakan sihir? Apakah sihir berlaku di dunia ini?... Yah, menuruku itu tidak terlalu mengherankan sih karena ada orc dan ada hewan macam monster-moster yang selama ini aku temui dihutan ini. Jadi jika memang ada sihir itu pastilah hal yang biasa... Tenanglah!...Bukankah aku telah beberapa kali membuat api tanpa sihir? Yah mungkin karna dia tidak tau metodenya jadi dia berkata begitu." aku bertanya-tanya sendiri tentang pernyataan nya itu.
Karena dia tidak bisa membuat api, maka aku menjelaskan dan mencontohkan caranya membuat api, seperti yang kulakukan sebelumnya. Dia dengan seksama melihatku melakukannya dan terkagum-kagum akan hal itu. Yah aku sedikit malu dilihat oleh monster dengan tatapan kagum semacam itu. Butuh waktu lumayan lama untuk ku bisa membuat api menggunakan metode hand drill ini.
*Author note : Tidak tahu Metode menyalakan api dengan hand drill? Metode menyalakan api dengan cara menggesekkan 2 kayu.
Tapi akhirnya aku berhasil. Akupun mulai memasak daging kelinci yang tadi telah kukuliti dan aku tusuk seperti membuat sate.
Ngomong-ngomong ketiga Elf tadi telah aku baringkan dibawah pohon. Aku tidak punya obat dan tidak menemukan tanaman obat. Jadi aku memutuskan untuk menaruh mereka bertiga dibawah pohon yang teduh dan berharap mereka dapat sembuh dengan sendirinya.
Vegetasi disini banyak yang berbeda dengan vegetasi dimana negaraku tinggal, sehingga aku tidak tau mana tanaman yang berfungsi sebagai obat ataupun yang beracun. Jadi aku tidak mau mengambil resiko. Jika mereka sembuh maka itu bagus, sedangkan jika mereka tidak tertolong maka itu bukan salahku. Toh aku sudah berusaha membantu mereka.
Setelah aku rasa masakanku telah matang, kemudian kami makan bersama.
"Huff Panass..Tapi..Enakk.. apa ini? Aku tidak pernah memakan sesuatu yang seperti ini? Tuan Apakah ini berkat sihir yang Tuan pake seperti sihir api barusan?"
Orc itu berkata seperti itu sembari dengan lahapnya memakan sate yang telah aku panggang barusan. Dari ekspresi yang dikeluarkan, sepertinya dia belum pernah memakan daging yang dimasak sebelumnya.
"Sudah ku bilang itu bukan sihir, Kau juga bisa melakukannya jika kau belajar dan mencobanya. Makanlah dengan tenang dan perlahan, tidak perlu tergesa-gesa! Tapi aku tidak memakai bumbu saat memasak daging ini. Apakah memang seenak itu? Atau kau hanya belum pernah memakan daging yang telah dipanggang diatas api sebelumnya?"
"Saya juga bisa membuat api Tuan? Tolong ajari saya cara melakukannya." Dia kembali berlutut.
"Hey-hey tidak usah berlutut seperti itu. Bangunlah!"
"Saya belum pernah memakan daging yang ditaruh diatas api seperti ini sebelumnya. Daging yang ditaruh diatas api hanya dimakan oleh mereka yang kuat dan berkuasa diklan saya, jadi saya tidak pernah dapat kesempatan memakan yang seperti ini."
"Hah? Apakah ras monster memang melakukan hal seperti itu?"
Yah aku tidak berharap monster akan berlaku adil kepada setiap anggotanya. Dihutankan hukum rimba yang kuat akan bertahan dan lemah akan tersingkir berlaku, mungkin hukum itu juga diterapkan disuku dia.
"Baguslah kalau kau suka. Makanlah, dengan pelan sampai kau kenyang. Kita punya banyak daging jadi jangan terburu-buru."
"keputusan saya untuk mengikuti Tuan benar-benar tepat. Saya akan belajar banyak dari kebijaksanaan Tuan."
"Terima kasih atas sanjunganmu.Tapi aku tidak sebijaksana itu."
"Anda sungguh merendah Tuan. Saya pikir Anda.."
"Sudah cukup! Ngomong-ngomong, apakah api sangatlah langka sehingga para orc menerapkan peraturan yang aneh seperti itu? Yang lebih penting, bukankah kau terlalu fasih berbicara dan bertindak untuk seorang monster? Dari mana kau belajar tata krama seperti itu?"
Kemudian dia menjelaskan bahwa hanya penyihir api yang dapat membuat api menyala. Mereka pernah menawan beberapa penyihir sebelumnya dan menjadikannya budak untuk membuat api tersebut. Dari salah satu penyihir inilah dia belajar berbicara dan membaca tulisan manusia.
Dia mengatakan bahwa dia adalah orc yang terlahir sedikit lemah, jadi dia mempunyai kasta yang lebih rendah dari Orc lain dan diberi tugas menjaga penjara bersama orc lemah yang lain.
Karena dia tidak pernah menyakiti dan memusuhi manusia, bahkan sering kali membantu tahanan yang kelaparan dengan cara menyelundupkan makanannya sendiri, dia akhirnya mendapatkan simpati dari salah satu penyihir yang ada dan akhirnya diberi sedikit pengetahuan berbicara dan dikenalkan huruf-huruf. Tentu saja ini dilakukan secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi.
Secara aneh orc ini dengan cepat menyerap ilmu yang diberikan oleh penyihir itu seolah-olah orc ini sepintar manusia.
Pada suatu hari dia mendapatkan buku dari manusia yang dijarah para orc. Para orc tidak tertarik dengan buku, sehingga hanya dia yang memungut semua buku yang ada. Sedangkan orc yang lain memungut senjata, makanan, dan peralatan yang dibawa para manusia itu.
Dia banyak menghabiskan waktu luangnya untuk membaca buku-buku itu daripada berlatih atau bertarung seperti orc lainnya.
Dengan pengetahuan yang telah diberikan oleh penyihir itu dan buku yang telah dibaca olehnya, dia terus memperdalam pengetahuannya dan mengetahui bagaimana tata krama berbicara dengan manusia dan pada para penguasa. Tapi berkat hal itulah dia juga dikucilkan dan mendapat deskriminasi oleh orc yang lain, dan terus bertugas menjaga tawanan.
Walaupun dikucilkan, orc ini terus mendapatkan kebaikan dari penyihir itu dan kawan-kawan tawanan yang lain. Sehingga orc inipun tidak merasa terlalu sedih.
Namun sayangnya takdir berkata sebaliknya, penyihir itu meninggal setahun kemudian karena penyakit yang dideritanya.
Tidak berselang lama, perang dengan para Elf digelorakan oleh orc king dan dia ikut dalam perang itu, kemudian bertemu denganku.
"Saya tidak mengerti kenapa Dewa memutuskan bahwa saya terlahir sebagai monster. Saya hanya ingin mendapatkan kebebasan seperti manusia. Saya ingin belajar dan mengetahui betapa luasnya dunia ini seperti yang pernah diucapkan penyihir baik itu." Dia mengucapkan hal itu dengan nada sedih.
"Hem jadi itu alasan dia ingin menjadi bawahanku bahkan dengan bersujud memohon."
Aku mulai bersimpati kepadanya setelah mendengar kisah hidupnya. Pasti berat terlahir menjadi monster yang berbeda dengan moster pada umumnya serta mendapatkan deskriminasi seperti itu.
"Saya sangat bersyukur dapat bertemu dengan Tuan. Maka izinkalah.."
" Das monster! Bewegen sie sich nicht ode rich tote sie ! "
"( Hey moster! jangan bergerak atau aku akan membunuhmu ! )"
Tiba-tiba suara wanita memotong perkataan orc itu. Sontak aku dan orc itu berpaling dan memandang asal suara itu.Terlihat dipandangan kami, Wanita Elf berparas cantik dengan rambut lurus berwarna perak sedikit acak-acakan yang tergerai sampai dada sedang memegang pedangku dengan tangan gemetaran.
Pedangku aku taruh dipohon didekat orang-orang yang tergeletak tadi, tidak kusangka akan diambil olehnya.
Akupun berdiri berusaha menenangkannya.
"Nona kau sudah bangun. Apakah lukamu sudah sembuh?
"Ich Sagte, beweg dich nicht !"
"( Aku bilang jangan bergerak! ) Dia berteriak sembari mengacungkan pedang yang dipegangnya kepadaku.
"Maaf Nona. Aku tidak paham dengan bahasa yang kau ucapkan… Hey Orc, apakah kau mengerti apa yang dikatakan wanita ini?'' karena aku tidak mengerti bahasa yang diucapkanya maka aku bertanya kepada orc disampingku.
"Maaf Tuan, saya juga tidak mengerti bahasa yang dimiliki oleh kaum peri. Bahasa kaum peri adalah bahasa lama yang ada sebelum saya dilahirkan."
"Jadi dia juga tidak mengerti."
"Nona bisakah kau tenang? Kami bukanlah musuhmu! Bisakah kau turunkan pedangku itu?" Aku berusaha berbicara menenangkannya sembari tanganku berusaha mengambarkan bahasa isyarat untuk menurunkan pedangnya dan mengatakan kalau kami bukanlah musuh.
"Halt die klappe !! Wo sind wir jetzt was machen sie mit meinen anderen freunden…"
"( Diam! Dimana kita sekarang? Apa yang kalian lakukan dengan teman-teman saya yang lain.. )"
Tiba-tiba dia terhuyung kedepan dan tanpa menyelesaikan kalimatnya dia terjatuh dan pingsan lagi.
"Hey orc! Cepat cari sesuatu untuk mengikat mereka ! Kita tidak mengerti bahasa mereka, gawat jika dia atau yang lain bangun dan tiba-tiba berusaha menyerang kita seperti yang barusan dia lakukan."
"Baik Tuan."
Menuruti perintahku Orc itu bergegas pergi untuk mencari sesuatu untuk mengikat mereka. Setelah dia kembali, dia membawa alat panjang yang bentuknya seperti rotan tapi lebih lentur mirip seperti sebuah tali tambang. Walaupun lentur tapi akar ini tidak mudah dipotong walaupun aku sudah menggunakan pedangku.
" Hei! Bagaimana caranya kau memotong akar ini? Aku saja kesulitan memotongnya dengan pedangku."
" Saya mengigitnya sampai putus Tuan, tapi sepertinya saya tadi kehilangan beberapa gigi saya...Tapi Tuan tenang saja, Gigi saya nanti beregenerasi lagi kok.. hehe hebat bukan?" Dengan tersenyum dia melaporkan hal itu sembari memperlihatkan giginya yang berukuran kecil sepertinya mulai tumbuh lagi.
" Apakah kau bodoh? Kenapa tadi kau tidak meminjam pedangku? Lagipula apakah kau ini keturunan tikus hingga bisa mengigit tali ini begitu kuat? "
" Tidak Tuan, saya adalah keturunan Orc. "
"Tadi itu Cuma perumpamaan dasar bodoh... Ya sudahlah... Kerja bagus telah membawa tali ini."
"Terima kasih Tuan."
Baguslah dia menemukan akar yang lumayan panjang dan kuat ini. kamipun mengikat mereka bertiga.
Gimana dengan chap terbaru ini(31)? Terlalu menyeramkan? Terlalu intens atau malah kurang intens😅? Untuk scene pertempuran memang saya buat se-nyata mungkin sehingga banyak unsur pembunuhan. Kan ngk lucu kalo pertempuran cuma babak belur dan pingsan😅 . Jangan lupa kasih 👍 dan komennya ya😉. Terima kasih🙏
Comment on chapter Amukan Orxsia