“Sur, itu sinyalnya,” heboh Catur saat melihat kepulan asap berwarna merah.
“Akhirnya, setelah hampir sejam kita nunggu disini.” Rizki mengucap syukur.
“Yaudah, nunggu apa lagi?” Surya berjalan mendahului regunya.
*****
Bulon dan regunya masih berada di tempat mereka menemukan peti tadi, mereka sedang menunggu sang ksatria penyelamat yang membawa separuh dari peta labirin. Ara membelalak kaget, saat ia melihat Surya muncul, disusul oleh Rizki, Catur, Ilham, Rino, dan Rifai.
“Kalau mau keluar, ikuti gue,” ucap Surya datar.
Semua berjalan di belakang Surya, mengikuti sang petunjuk arah yang berjalan dengan santai. Tapi seperti ada yang mengganjal di hati Surya, seperti ada yang hilang. Surya menghentikan langkahnya membuat pengikutnya ikut berhenti.
“Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, lapan, sembilan, sepuluh,” Surya berfikir sejenak. “Ketua regu putri siapa?”
Sinta mengangkat tangan. “Gu ... gue.”
“Jumlah anggota lo berapa?”
“Lima,” jawab Shinta.
“Anggota lo ilang satu,” Surya kembali balik badan dan berjalan mengikuti peta.
Sementara Shinta mengingat nama-nama anggotanya sambil ikut berjalan. Bulon yang berada di barisan paling belakang segera berbalik arah dan kembali ke arah perut labirin. Rizki yang melihat Bulon berlari segera mengikuti Bulon, Surya yang masih berjalan di depan tiba-tiba menyerahkan petanya kepada Catur, dia ikut berlari mengejar Bulon.
“Yang lain tetep keluar sama Catur,” ucap Surya sambil berlari.
*****
Di persimpangan ke dua Bulon belok kanan, sedangkan Rizki yang tertinggal jauh dari Bulon mengambil arah kiri di persimpangan pertama. Surya yang tertinggal sangat jauh dari Bulon dan Rizki berjalan santai, dia tahu, jika tergesa-gesa maka pikirannya akan kacau dan malah ikut tersesat.
Gerimis tak menghadang langkah Rizki, dia masih berlari menelusuri bilik-bilik labirin, sampai ia tiba di persimpangan dekat pintu masuk labirin. Dia melihat tari terduduk lemas. Dengan segera Rizki membopong tubuh Tari untuk keluar dari pintu masuk. Hujan semakin lebat, Rizki khawatir jika flek paru-paru Tari kambuh.
“senderin kepala lo di pundak gue, Tar,” ucap Rizki yang menggendong Tari di belakang punggungnya.
*****
“Tari, Tari ada di mana? Ini Bulon mau nolongin Tari,” triak Bulon tak menghiraukan hujan yang semakin lebat, toh nyawa Tari lebih penting. Sudah hampir satu jam Bulon berputar-putar mengelilingi labirin, tapi dia sama sekali tidak menemukan Tari, dan sekarangBulon malah ikut tersesat karna hujan dan kabut yang menghalangi jarak pandangnya.
“Bulon capek,” Bulon menyandarkan tubuhnya ke dinding labirin, energinya sudah habis terkuras.
“Udah yang muter-muter?”
Bulon segera menegakkan badannya, melihat sosok yang ada di depannya. “Surya, Bulon capek, tapi Tari belum ketemu.”
“Biarin, ayo balik,” ajak Surya.
“Tapi Tari belum ketemu.”
“Gak usah peduliin orang yang gak peduli sama lo,” Surya mengambil tangan Bulon, untuk digandengnya. “Mau balik sama gue, apa tetep di sini?”
Pertanyaan dari Surya sangat susah, jika Bulon kembali bersama Surya bagaimana dengan Tari? Tetapi jika Bulon tetap bersikukuh untuk mencari Tari, maka Surya akan kembali ke perkemahan sendiri dan Bulon akan tersesat.
“Pake mikir segala,” Surya megendong tubuh Bulon ala bridal. “Emang lo ada otak? Sok-sokan mikir!”
Bulon merangkulkan tangannya leher Surya, meletakan kepalanya yang terasa berat di dada bidang Surya. Dalam kondisi baju basah pun tubuh Surya tetap hangat, Bulon diam, menikmati guyuran hujan di tengah hangatnya perlakuan Surya.
Aku keasyikan bacaππ
Comment on chapter Bulan dan Ksatria BintangGoodjob kakβ€