Dua tahun kemudian..
Beberapa bulan telah berlalu, masa kritis seorang siswa dalam menghadapi UNAS telah usai. Angkatan kami berhasil lulus 100% tanpa terkecuali. Sorak-sorak bergembira dan raut wajah ceria terpancar jelas di setiap siswa. Akhirnya masa putih abu-abu kami berakhir, penuh dengan berbagai cerita-cerita indah bersama teman-teman. Namun cerita yang tidak akan pernah kulupakan saat di SMA adalah cerita ketika masuk ke dunia Majapahit.
Terkadang terbersit ingatan masakan mbok Darmi dan kepolosan Wulan. Jukut harsyan yang menjadi menu favorit di Majapahit. Sup bebek dengan kaldu bening dan potongan-potongan batang pisang kini jarang kutemui di Surabaya. Masakan dari leluhur nenek moyang ini sepertinya jarang dilestarikan, tak ayal ketika aku menginginkan masakan tersebut hanya membayangkanya saja.
UNAS pergi, SBMPTN datang, perjuangan seorang siswa tidak akan pernah berhenti. Jalan menuju masa depan amat sangat panjang, demi diterima untuk masuk di perguruan tinggi negri, kami harus melewati suatu ujian akhir, yakni SBMPTN. Ujian yang diikuti beberapa puluh ribu siswa lulusan SMA ini hanya diterima ratusan saja dalam satu fakultas di perguruan tinggi negri.
Beruntungnya, setelah melewati itu semua, aku diterima di perguruan tinggi yang aku idam-idamkan, ITS. Institut Teknologi Sepuluh November ini memiliki lahan seluas 187 Ha, tak ayal kampus ini merupakan salah satu kampus terbesar di Indonesia.
Kampus yang dikelilingi oleh pohon-pohon rindang dengan pemandangan taman yang asri, tak ayal kampus ini dijuluki dengan kampus eco green. Menikmati pemandangan alam yang indah dibawah teduhnya pohon rindang membuatku fokus mengerjakan makalah tugas pengolahan limbah industri bersama teman-teman.
Gazebo-gazebo yang berjejer di tengah taman dan kolam-kolam ikan ini memang tempat favorit bagi para mahasiswa yang meluangkan waktu kosong saat menunggu mata kuliah. Ada yang berkumpul dengan teman-teman untuk mendiskusikan tugas kelompok, ada pula yang sibuk membuka laptop untuk mengerjakan tugas individu.
"Sar,ke perpus yuk? Cari bahan pengolahan limbah." Suara seorang pria dengan rambut berantakan dan memakai kemeja kotak-kotak dengan wajah alakadarnya memecah konsentrasiku saat mengerjakan tugas.
"Ntar aja deh, kamu baca bukuku dulu aja, Yan." Balasku kepada Yayan yang langsung duduk di sebelahku.
Jurusan Teknik memang di dominasi oleh mahasiswa pria. Apalagi Teknik Kimia yang aku pelajari disini. Hanya 20% mahasiswanya adalah wanita. Tak heran jika aku dekat dengan mahasiswa pria.
"Rek.. mata kuliah Prof. Edi ditunda jam 12." Seru Azhar, yang merupakan ketua ketua angkatan atau komting dari angkatan kami.
"Haah?? Beneran kamu Azhar? Yang bener aja cak!" aku menghentikan tarian tanganku yang sedari tadi melompat lompat di atas keyboard.
"Iya. Akhir-akhir ini mata kuliah Prof. Edi sering telat. Denger-denger sih beliau lagi bikin riset tentang Limbah Pembuatan Biodiesel." Jawab Hendrik yang sedang menulis.
"Riset lagi Riset lagi.. Sepertinya tugasnya aku selesaikan ntar aja Yan. Yuk ke perpustakaan sekarang." Aku mngemasi laptop dan memasukkanya ke dalam tas.
"Rek.. Kamu ga ikutan ke perpus juga? Aku mau cari bahan buat tugas pengolahan limbah." Tatapku kepada teman-teman yang sibuk mengerjakan tugas. Maklum, anak Teknik selalu dikelilingi tugas bejibun.
"Gak.." Hendrik tak menatapku, matanya tetap tertuju pada kertas yang dia isi tengan tinta hitam.
"Aku mau latihan soal aja.. Siapa tau ntar Prof. Edi bikin kuis dadakan." Azhar mahasiswa cupu dengan kacamata tebal ini memang paling rajin jika latihan soal. Hanya soal percintaan saja yang tidak bisa dia jawab.
Kali ini Yayan berhasil membujukku dan pergi ke perpustakaan untuk mencari bahan mengerjakan tugas kampus. Gerombolan mahasiswa lain masih setia menanti di gazebo taman, menanti kedatangan Prof. Edi dengan mata kuliah pengantar teknik kimia. Tiga jam kami manfaatkan untuk mencari materi di perpustakaan yang jaraknya 5 menit dengan berjalan kaki dari fakultas kami.
Ah sama. Aku pun tak suka sejarah. :D
Comment on chapter Sejarah, pelajaran yang membosankan !