Tibalah kami di perpustakaan, gedung yang memiliki 6 tingkat ini memiliki koleksi lebih dari 200 ribu buku maupun hasil penelitian dari para alumni. Untuk para mahasiswa dengan 'kantong pas-pasan' seperti aku dan Yayan, perpustakaan akan menjadi alternatif utama saat mencari referensi dalam setiap tugas. Daripada harus membeli dengan harga mahal.
Kami mengisi daftar hadir di perpustakaan dengan sistem barcode yang ada di kartu anggota perpustakaan. Setelah itu menuju barisan komputer yang tak jauh dari absen daftar hadir. Mencari judul buku yang kami inginkan melalui e-catalog yang tersedia. Hal ini lebih memudahkan kami dalam pencarian buku yang kami inginkan. Sebab, siapa juga yanng mau berkeliling di gedung enam lantai ini untuk mencari beberapa judul buku saja.
"Dimana yan bukunya?" Tanyaku pada yayan yang masih memainkan mouse komputer untuk mencari beberapa judul yang pas.
"Lantai 5 Sar.. Yuk langsung TKP." Yayan berdiri, rambutnya yang masih berantakan itu tak menghalangi langkahnya menuju lift.
"Tunggu cak, kamu bawa handphone ndak? Ntar kalau sewaktu waktu komting telpon kita bisa langsung kembali." Langkah kakinya terhenti, lalu tanganya merogoh saku celana dan mengambil handphone.
"Bawa kok. Tar tak silent dulu." Yayan langsung mengubah mode handphone miliknya dengan mode silent.
Lift perlahan berjalan ke atas, mengantarkan ke setiap lantai. Sesampainya di lantai 5 gedung perpustakaan, pintu perlahan terbuka. Puluhan mahasiwa duduk di meja perpustakaan sambil menjamah buku-buku yang duduk rapi di barisan rak-rak.
Kami segera menuju rak buku yang kami inginkan. Kumpulan buku-buku mengenai pengolahan limbah dan berbagai jenis limbah industri tertera disini. Yayan langsung meninggalkanku dan mencari satu-persatu judul buku yang sesuai dengan tugas kami.
"Sarah.. ini.." Yayan menyerahkan dua buku yang berkaitan dengan tugas kami.
"Makasi cak.. Aku mau cari lagi. Mungkin ada yang lain." Langkahku berjalan perlahan, tangan kiriku menyentuh tiap-tiap judul buku yang berbari rapi di rak.
Langkahku berhenti ketika aku mencium sebuah aroma rempah yang sepertinya aku kenal. Menyeruak mengalahkan aroma buku tua yang kuhirup barusan. Perpaduan antara aroma kayu manis dan cengkeh yang menyegarkan. Pandanganku tertuju pada cincin batu opal yang melingkar di jari manisku. Cincin ini setia menemaniku dari masa putih abu-abu.
Sang cincin sepertinya juga mencari aroma yang sangat ku kenal ini, seperti aroma wewangian yang khas, wewangian baginda raja Hayam Wuruk. Cincin ini mengingatkanku pada Hayam Wuruk dan semua kenangan yang ada di dalam Majapahit. Tidak salah lagi, ini seperti aroma yang dipakai oleh baginda raja Hayam Wuruk.
Padanganku mulai mencari dan mencari di setiap celah-celah buku yang sebagian telah diambil oleh mahasiswa. Pandanganku jatuh kepada seorang pria yang berada di seberang rak. Dialah sang pemilik aroma itu. Berpakaian kemeja lengan pendek berwarna navy dan tinggi sekitar 180cm. Cara berpakaianya sangat rapi. Sekilas aku mengaguminya dibalik punggungnya yang bidang itu. Tubuhku terikat oleh wewangian yang masih menusuk di hidungku. Kemelut pertanyaan masih terngiang di wajahku. Apakah itu Hayam Wuruk? Langkahku berjalan perlahan untuk mencari tau siapa mahasiswa yang dari tadi membuka buku dengan tema yang sama seperti yang kami cari. Perlahan langkahku menyebrangi rak buku, dan terhenti ketika sebuah tangan menyentuh bahuku.
"Sarah.. Prof. Edi udah dateng. Komting nge-ping bbm nih! Ayo cepetan!" suara Yayan mengusik sebagian pengunjung yang menoleh ke arah kami. Terkecuali mahasiswa itu.
Ah sama. Aku pun tak suka sejarah. :D
Comment on chapter Sejarah, pelajaran yang membosankan !