Read More >>"> Satu Nama untuk Ayahku (12. Petuah Sang Raden) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Satu Nama untuk Ayahku
MENU
About Us  

Keluar dari salah satu rumah setelah mengirim paketnya, Raden kembali merasa bahwa dia sedang diawasi. Tapi ia tidak perduli, sebelum hari jumat besok setidaknya ia akan menjalani hidup normalnya.

Raden ingin segera membereskan semua pekerjaannya lalu pulang dan mengajak Abi jalan-jalan.

Dan sore itu Raden segera menepikan motornya di depan kantor Pak Kus.

"Pak, saya sudah selesai mengantar semua barang hari ini."

Pak Kus yang tengah mendata barang-barang yang baru saja sampai di kantornya mendongak ceria dan menghampiri Raden.

"Ada satu barang untuk kamu, Den."

"Apa Pak?"

Pak Kus melirik matanya mencari sebuah kotak yang sudah lengkap dengan data milik Raden.

"Ini."

Raden nampak biasa saja menerimanya. Masih tidak yakin bahwa ia yang mendapat paketan seperti itu.

"Terima kasih Pak, saya akan langsung pulang saja. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Langkah Raden terus dibuat lebih jauh dari polisi yang terus mengikutinya. Jantungnya berpacu cepat takut melihat isi paketan itu. Seolah kejadian beberapa hari yang lalu meninggalkan trauma padanya.

Jangan lagi.

"Ayah..." Abi berlarian dari teras rumah hanya untuk menyambut kepulangan ayahnya.

"Abi udah makan?"

Abi menggeleng pelan. "Belum."

Tatapan anak itu seketika jatuh pada kotak yang Raden pegang. "Itu apa Ayah?"

"Oh, ini. Ayah dapat paketan tapi tidak tahu dari siapa."

"Ayo buka, Yah," pekik Abi penasaran.

Awalnya Raden akan menolak permintaan Abi, tapi anak itu sudah terlanjur kesenangan saat mengetahui Raden membawa sesuatu. Karena melihat senyum cerah Abi, pria itu tidak sanggup menolak.

Perlahan Raden mulai membuka sampul cokelatnya, sesekali juga pandangannya mengarah pada seseorang yang masih setia mengawasinya. Sebenarnya Raden takut, akan menjadi yang disalahkan kembali.

Abi sudah tidak sabar ingin mengetahui isi di dalam kotak tersebut hingga langsung menariknya dari tangan Raden. Pria itu memejamkan mata, tidak ingin tahu apa isi di dalamnya.

"Alhamdulillah..."

Raden langsung membuka mata begitu mendengar suara Abi adalah bentuk rasa syukur pada Tuhan. Sebuah tropi dan sertifikat atas nama Abiyasa Syamsah Fajaro menyembul dari dalam kotak tersebut.

Di sana tercatat bahwa Abi adalah pemenang pertama dari sebuah kompetensi menulis novel. Tapi, kapan anak itu mengikuti lomba? Raden langsung memeluk tubuh Abi begitu erat.

"Kamu bikin Ayah takut Abi." Karena Raden masih merasa bergetar hingga saat ini. Tapi ia bahagia karena anaknya berhasil dalam sebuah kompetisi.

"Takut kenapa Ayah? Abi ikut lomba itu dan mengirimkan alamat dan nama lengkap Ayah karena belum memiliki KTP. Ayah nggak seneng ya Abi menang?"

"Ayah sangat bangga sama Abi. Karena anak Ayah ini berhasil mendaratkan anak panahnya tepat sasaran." Abi tersenyum dan mengangkat kepalanya menghadap Raden yang masih menampilkan matanya yang berkaca-kaca.

"Sejak kapan kamu suka menulis?"

"Sejak tinggal sama Ayah. Abi ikut lomba ini karena ingin buat Ayah bangga dan tidak menyesal memilih Abi."

Ini adalah pertama kalinya bagi Raden menyaksikan Abi mendapat apa yang sudah seharusnya menjadi hasil dari kerja keras anak itu. Perasaan seorang ayah tidak pernah berubah pada anaknya. Seberapapun hasil yang diraih, ayah akan menjadi orang yang selalu bangga padanya.

"Ayah tidak pernah menyesal memilih Abi." Harus berapa kali lagi Raden menyadarkan Abi bahwa keputusannya tidak pernah salah, ia tidak pernah menyesal ataupun kecewa. Justru Raden bahagia bisa merasakan bagaimana perasaannya menjadi seorang ayah.

"Anak panah yang berlari dan berhasil menembak tepat sasaran adalah salah satu keberhasilan dari sang busur. Terima kasih, Ayah."

"Sekarang udah bisa meniru kata-kata Ayah ya kamu."

Abi mengangkat senyumnya sambil memperhatikan mata legam milik ayahnya. Sejak kapan ayahnya jadi seperti orang khawatir.

"Ayah memikirkan sesuatu?"

Raden tersentak dengan pertanyaan putranya. Sepertinya Abi merasakan apa yang tengah ada dalam pikiran Raden saat ini.

"Tidak. Ayah hanya merasa sekarang anak panahnya sudah berubah menjadi mata pedang. Abi sudah bisa menentukan sendiri mana pilihan terbaik dalam hidup Abi. Ayah hanya akan menjadi penyemangat Abi, bukan lagi sebuah busur yang menentukan arahnya. Tapi sarung pedang yang akan menjaga dan melindungi. Itulah Ayah, mata pedangnya adalah—" Raden mengangkat telapak tangan Abi dan meletakkannya di dada anak itu.

"—Abi. Mata pedang yang kuat dan hebat."

"Ayah jangan takut, Abi tidak akan membuat Ayah kecewa."

Raden tidak sanggup lagi menahan air matanya. Pria itu langsung membawa Abi ke dalam rengkuhannya sambil mengelus punggung Abi tanpa sadar pipinya basah.

Ayah takut jadi bagian yang menyakiti Abi---batin Raden.

Mereka tidak sadar bahwa ada satu orang lagi yang ikut menangis. Dia pria yang terus saja mengawasi Raden. Berdiri di balik pohon kelapa dan mengusap pipinya tanpa sadar karena ia baru saja merasa terharu. Sepertinya apa yang dia pikirkan selama ini tidak benar, dia seperti sudah salah menuduh Raden.

 

***

 

 

Malam semakin larut tapi Raden tidak bisa tidur hingga saat itu. Ia baru memejamkan mata beberapa menit kemudian pikiran kacau untuk pengadilan besok menghantui pikirannya. Jadi, Raden beranjak dari tempat tidur dan membasahi tenggorokannya dengan air.

Ia akan kembali ke kamar tapi merasa penasaran karena mendengar suara seseorang yang terdengar seperti tengah meringis. Arahnya dari depan pintu rumahnya.

Raden meneguk ludahnya sembari melirik jam di atas dinding. Baiklah, malam ini adalah jumat malam dan sudah sewajarnya Raden merasa sedikit canggung, atau memang menyeramkan. Tapi, ia jadi kepikiran dengan polisi yang mengawasinya. Bisa saja itu dia, mungkin butuh sesuatu. Raden langsung memutuskan membuka pintu rumahnya.

"Kenapa tidak pulang?" ujar Raden dari ambang pintu, tapi pria itu tidak juga menyahutinya. Membuat Raden penasaran hingga berjalan mendekat dan menepuk bahu polisi itu.

Ia menyentuhkan telapak tangannya pelan ke bahu pria itu.

"Tolong... Sa-saya." Pria itu berbalik dan berusaha mencabut sebuah pisau dari perutnya. Raden kalap saat itu juga. Begitu tubuh kekar polisi itu oleng ke bawah, Raden membantunya mencabut pisau itu.

Tanpa takut darah Raden akan terus membantunya. Rasanya pisau itu menusuk begitu dalam hingga Raden kesulitan melepasnya. Ia juga baru sadar bisa saja setelah ini darah akan terus keluar dari perut pria itu. Jadi, Raden mengurungkan niatnya dan akan menelpon ambulance.

Belum sempat dia mengambil ponselnya, sebuah pistol menahan pergerakan Raden. Ia tertegun di tempat begitu menyadari beberapa polisi mengepung keberadaannya.

"Saya... Sa-saya hanya—"

"Tindakan anda menjadi penjahat paling mengerikan di negara kita. Bawa dia!"

Naasnya seseorang yang mengetahui semua cerita ini sudah terpejam tidak sadarkan diri. Dan untuk kedua kalinya Raden membiarkan dirinya berada dalam kesalahpahaman.

Akankah dunia percaya pada Raden sekali saja? Bahkan hanya untuk menjelaskan pun apa Raden tidak punya kesempatan. Lalu, apa ia memang harusnya pasrah dan menerima begitu saja. Tuhan tahu mana yang benar dan salah. Tapi bisakah Raden meminta saat ini juga?

"Pak tolong biarkan saya menjelaskan. Saya bukan pelakunya, Pak."

Seiring dengan tubuhnya yang terus terseret Raden memperhatikan rumahnya. Khawatir pada satu nyawa di dalam sana yang tengah terlelap.

Raden memohon agar Tuhan membiarkan Abi tidur tenang malam ini. Jangan datangkan mimpi buruk lagi pada anak itu. Meskipun dia tidak berada di sisinya, Raden ingin Abi tidak menyadari hal itu. 

 

***

 

Marisha melipat kedua lengannya di atas meja dengan pandangan yang tidak bisa berubah sedikitpun sejak pertama melihat pria itu. Tidak bisakah hidupnya terbebas dari kata dendam tanpa takut melihat wajah Raden?

Kepulangannya dari Jepang Marisha langsung menuju alamat rumah Raden yang baru dan dia tidak menyangka akan bertemu di sebuah tempat yang tidak seharusnya Raden hadiri.

Di sebuah gedung pengadilan. Marisha baru saja keluar dari dalam mobil begitu melihat sosok Raden. Ia sedang menemani Kashaf bertemu dengan seorang jaksa kenalannya untuk melakukan reset mengenai film barunya. Masih tidak masuk diakal Marisha setelah tahu bahwa kasus yang tengah ditangani sahabat Kashaf sang jaksa adalah kasus Raden.

Keduanya masih diam tanpa niat bersuara hingga waktu lima menit mereka terbuang sia-sia. Kashaf kembali dari urusannya kemudian menarik Marisha untuk pergi meninggalkan Raden.

"Tunggu sebentar, aku ingin bicara dengannya, Kashaf." Marisha memohon lewat sorotan mata.

Kashaf mengangguk lalu pergi sendirian memasuki ruangan yang akan menjadi tempat penentuan nasib Raden setelah itu.

"Saya akan membujuk Abi untuk kembali tinggal bersamamu jika saya dinyatakan bersalah."

"Kenapa tidak bicara yang sebenarnya kalau kamu tidak bersalah? Kenapa polisi itu tidak mempercayaimu. Nanti..." Marisha menyeka ujung matanya tidak kuat menahan gejolak emosi dan ketakutannya membayangkan semua ini, karena ia tahu kasus macam apa yang sedang Raden masuki ini.

Raden menepuk pundak Marisha untuk memberinya kekuatan.

"Bagaimana dengan Abi jika kamu dinyatakan bersalah?"

"Katakan saja saya kembali ke keluarga saya dan meninggalkan dia sendirian."

"Apa kau tidak pernah berfikir bagaimana perasaannya nanti?"

"Abi..." Raden tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. Ia tidak bisa menahan lagi air mata yang sudah terbendung di kedua pelupuk matanya. Abi adalah alasannya bertahan sejauh ini, tapi ia tidak bisa menjadikan anak itu sebagai alasannya untuk berdiri tegak. Karena tidak ada satupun yang percaya padanya.

"Abi akan membenciku dan melupakan ayahnya. Dia hanya akan mengingat sosok ayah yang kejam dan jahat."

Rasanya sesak sekali dada Raden, seperti ada ribuan luka yang menghalangi napasnya.

"Raden, sudah waktunya," ucap seorang polisi yang sejak tadi mengawasinya. Raden mengangguk dan melempar senyum terakhir untuk Marisha lalu berlalu dari sana.

Wanita itu sadar bahwa mungkin hal buruk akan terjadi pada Raden. Ia melirik arlojinya sekilas kemudian berlari mengejar taksi.

 

***

 

Bel yang menandakan pulang sekolah sudah berbunyi dan itu tandanya sebentar lagi Abi pasti akan keluar dari gedung sekolah.

Anak itu sedang bercengkerama dengan temannya yang Marisha kenal adalah Haikal.

"Abi," panggilnya lembut membuat Abi menoleh dan Haikal langsung pamit dari hadapan keduanya.

"Bunda kok di sini?"

"Bunda jemput Abi buat ketemu sama ayahnya Abi."

Mendengar itu sontak Abi berkernyit heran. Maksud Marisha ini apa, bukankah Raden sedang bekerja? Lalu kenapa ia meminta Abi bertemu Raden. Aneh.

Pagi sekali saat bangun tidur untuk sholat shubuh Abi memang tidak melihat ayahnya. Tapi ia berpikir mungkin ayahnya sudah pergi bekerja. Jadi Abi tidak terlalu khawatir meski jujur ia merasa ada hal ganjil dari semua ini.

"Ikut saja yuk," ajak Marisha mengulurkan tangannya pada Abi. Anak itu tentu saja merasa canggung menyentuh telapak tangan Marisha. Butuh beberapa detik hingga berhasil menyatuhkan keduanya.

Abi masuk ke dalam mobil Marisha tanpa tahu ia akan dibawa ke mana. Tapi yang Abi tahu adalah bertemu ayahnya—Sang sarung pedang yang selalu melindunginya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Sepotong Hati Untuk Eldara
1320      610     7     
Romance
Masalah keluarga membuat Dara seperti memiliki kepribadian yang berbeda antara di rumah dan di sekolah, belum lagi aib besar dan rasa traumanya yang membuatnya takut dengan kata 'jatuh cinta' karena dari kata awalnya saja 'jatuh' menurutnya tidak ada yang indah dari dua kata 'jatuh cinta itu' Eldara Klarisa, mungkin semua orang percaya kalo Eldara Klarisa adalah anak yang paling bahagia dan ...
Nadine
5058      1278     4     
Romance
Saat suara tak mampu lagi didengar. Saat kata yang terucap tak lagi bermakna. Dan saat semuanya sudah tak lagi sama. Akankah kisah kita tetap berjalan seperti yang selalu diharapkan? Tentang Fauzan yang pernah kehilangan. Tentang Nadin yang pernah terluka. Tentang Abi yang berusaha menggapai. dan Tentang Kara yang berada di antara mereka. Masih adakah namaku di dalam hatimu? atau Mas...
Deepest
851      507     0     
Romance
Jika Ririn adalah orang yang santai di kelasnya, maka Ravin adalah sebaliknya. Ririn hanya mengikuti eskul jurnalistik sedangkan Ravin adalah kapten futsal. Ravin dan Ririn bertemu disaat yang tak terduga. Dimana pertemuan pertama itu Ravin mengetahui sesuatu yang membuat hatinya meringis.
Took A Step Back
1446      809     2     
Short Story
Turning sadness to happiness with a step.
Code: Scarlet
20853      3824     15     
Action
Kyoka Ichimiya. Gadis itu hidup dengan masa lalu yang masih misterius. Dengan kehidupannya sebagai Agen Percobaan selama 2 tahun, akhirnya dia sekarang bisa menjadi seorang gadis SMA biasa. Namun di balik penampilannya tersebut, Ichimiya selalu menyembunyikan belati di bawah roknya.
Bee And Friends 2
1892      684     0     
Fantasy
Kehidupan Bee masih saja seperti sebelumnya dan masih cupu seperti dulu. Melakukan aktivitas sehari-harinya dengan monoton yang membosankan namun hatinya masih dilanda berkabung. Dalam kesehariannya, masalah yang muncul, ketiga teman imajinasinya selalu menemani dan menghiburnya.
Under The Same Moon
340      219     4     
Short Story
Menunggumu adalah pekerjaan yang sudah bertahun-tahun kulakukan. Tanpa kepastian. Ketika suatu hari kepastian itu justru datang dari orang lain, kau tahu itu adalah keputusan paling berat untukku.
Coldest Husband
1249      653     1     
Romance
Saga mencintai Binar, Binar mencintai Aidan, dan Aidan mencintai eskrim. Selamat datang di kisah cinta antara Aidan dan Eskrim. Eh ralat, maksudnya, selamat datang di kisah cinta segitiga antata Saga, Binar, dan Aidan. Kisah cinta "trouble maker dan ice boy" dimulai saat Binar menjadi seorang rapunsel. Iya, rapunsel. Beberapa kejadian kecil hingga besar membuat magnet dalam hati...
My Story
525      288     1     
Short Story
there’s always a first for everything, but will it always end up good or
STORY ABOUT THREE BOYS AND A MAN
12259      2443     34     
Romance
Kehidupan Perkasa Bagus Hartawan, atau biasa disapa Bagus, kadang tidak sesuai dengan namanya. Cintanya dikhianati oleh gadis yang dikejar sampai ke Osaka, Jepang. Belum lagi, dia punya orang tua yang super konyol. Papinya. Dia adalah manusia paling happy sedunia, sekaligus paling tidak masuk akal. Bagus adalah anak pertama, tentu saja dia menjadi panutan bagi kedua adiknya- Anggun dan Faiz. Pan...