Loading...
Logo TinLit
Read Story - Satu Nama untuk Ayahku
MENU
About Us  


Perasaan bersalah terus menyelimuti hati Marisha selama ia belum bisa menemukan Diah. Mengemban rahasia besar ini membuatnya benar-benar seperti hidup tanpa nyawa.

Gadis yang sekarang sudah berumur 32 tahun itu rela melajang untuk membantu Diah bertemu dengan Abi, putranya. Padahal Marisha tahu Kashaf sudah bosan menunggunya. Itu juga alasan kenapa Marisha sering bertengkar dengan Kashaf.

Memikirkan banyak masalahnya tidak pernah berujung. Marisha membuka pintu kamar Abi dan menemukan anak itu terlelap dengan sebuah tablet yang masih menyala di tangannya. Seulas senyum terpatri di wajah Marisha.

Tangannya dengan lembut mengusap kening Abi dan memindahkan tablet setelah dimatikan di atas nakas. Kemudian ia menyelimuti tubuh keponakannya sampai menutupi lehernya.

Marisha sangat menyayangi Abi melebihi kasih seorang tante kepada keponakannya atau seorang ibu kepada putranya. Abiyasa Syamsah Fajaro lebih berharga dari hidupnya.

"Bagaimana mbak Diah setega itu meninggalkan Abi," gumam Marisha dengan embusan napas lelahnya.

Tiba-tiba ponselnya bergetar. Marisha langsung membuka aplikasi pesan di ponselnya. Ada dua pesan yang belum sempat ia buka, yang paling atas adalah pesan dari Kashaf. Dengan cekatan Marisha membuka pesan Kashaf terlebih dahulu.

Besok mama aku mau ketemu kamu. Setelah pulang kerja aku jemput ya di rumah. Jangan lupa ajak Abi juga :)

Tanpa berniat membalasnya Marisha segera menekan tombol kembali. Dan matanya langsung menajam pada sebuah pesan yang masih belum ia buka.

Pesan dari kakaknya yang masuk tadi siang. Marisha langsung menekannya hingga sederet kalimat berhasil menusuk perasaannya.

Ayah Abi sudah kembali ke Jakarta. Raden Kalingga, dia kembali. 

Dan sebuah foto di bawahnya. Wajah seorang pria yang Marisha yakini pernah ia lihat. Tapi di mana?

Entah kenapa Marisha tiba-tiba teringat sebuah foto yang pernah Abi tunjukan padanya kemarin malam. Jadi dengan hati-hati Marisha mencari foto itu di tas Abi. Ternyata benar Abi masih menyimpannya.

Pria di foto dan di ponsel Marisha ini adalah satu orang yang sama. Orang yang selama ini pergi tanpa tahu bahwa ia sudah membuat banyak orang terluka. Termasuk Marisha dan hidupnya.

Setetes air mata jatuh tanpa izin membelai pipi Marisha. Matanya memandangi wajah lelap Abi sambil memperhatikan wajah pria di tangannya. Marisha segera menyimpan kembali foto itu di tas Abi dan keluar dari kamar Abi sebelum tangisnya makin pecah.

 

***

 

"Abi tidak ada niatan memaafkan Bunda?" Marisha berdiri menghalangi langkah Abi di depan pintu rumah.

Untung saja Bi Ida memberitahu Marisha bahwa Abi sudah bersiap dengan seragam sekolahnya setelah sholat shubuh. Jadi Marisha bisa menghadang anak itu untuk memperbaiki keadaan mereka.

Abi masih terlihat enggan membalas kalimat bundanya. Aksi mogoknya juga masih berlaku hingga saat ini.

"Abi gak takut dosa karena nyuekin Bunda?"

Tangan Abi dimasukkan ke dalam saku celana birunya.

"Arjuna kan nggak pernah tega nyuekin ibunya. Abi lupa sikap Arjuna yang lembut dan penyayang?"

Abi melepas tas dari punggungnya dan mengeluarkan buku tulis serta bolpoin lalu menuliskan sesuatu di sana.

Jangan bawa-bawa Arjuna ya Bunda. Ini beda kasus. Kalau Bunda mau ngomong sama Abi, Bunda harus kasih tahu siapa ayah Abi.

Marisha menarik napas dalam dan mengembuskannya sekaligus. Abi sangat keras kepala mirip Mbak Diah.

"Iya deh Bunda kasih tahu. Tapi Abi janji harus maafin Bunda."

Abi mengangguk setuju. Dengan cepat Marisha menggiring anak itu duduk di meja makan. Yang tadinya Abi berniat berangkat sangat pagi dan melewatkan sarapan mau tidak mau kembali memasuki rumah.

Bi Ida tersenyum dan segera menyiapkan makanan setelah mengetahui bujukan Marisha berhasil.

"Maafin Bunda ya Abi sudah menyembunyikan ayah Abi sampai sekarang."

Marisha memegang kedua bahu Abi dan terlihat tengah mengumpulkan keberanian mengatakan kejujuran itu pada Abi.

"Ayah Abi namanya Raden Kalingga," ucap Marisha dalam satu tarikan napas.

Lega, sungguh setelah mengatakan hal itu ada satu beban yang terangkat dari bahunya.

"Wajahnya seperti apa Bunda?"

Marisha tersenyum. Demi Tuhan rasanya sangat membahagiakan mendengar suara Abi setelah beberapa hari anak itu mogok ngomong.

"Foto yang Abi dapat dari guru Abi adalah foto ayah."

"Beneran Bunda?"

Abi bahagia sekali ternyata ucapan Kasih benar. Abi harus berterima kasih pada gadis itu nanti di sekolah.

"Sekarang sarapan dulu ya. Nanti berangkat ke sekolah Bunda anterin."

Abi segera memfokuskan pandangannya pada sepiring nasi goreng keju di hadapannya yang secara spesial disiapkan Bi Ida khusus untuk majikan mudanya itu.

Marisha bersyukur Abi tidak menanyakan hal lain lagi. Seperti di mana keberadaan Raden sekarang dan alasan perpisahan mereka. Setidaknya untuk saat ini ia aman. Tapi Marisha tetap harus mencari keberadaan pria monster itu dan melakukan pembalasan.

 

***

 

"Makasih Bunda mau anterin Abi. Tapi Bunda nanti Abi pulangnya gimana dong kalau gak bawa sepeda?"

Marisha mengelus pipi Abi penuh kasih dan tersenyum mendapati respon positif setelah berbaikan dengan anak itu.

"Bunda jemput lagi dong. Abi mau kan ketemu sama Oma Kirana lagi?"

"Tentu Bunda. Nanti Abi mau minta dibikinin es krim lagi ah."

Oma Kirana adalah ibunya Kashaf. Wanita yang sebagian rambutnya sudah berubah warna itu memang begitu menyayangi Abi. Karena Kashaf anak satu-satunya jadi hingga saat ini Oma Kirana belum memiliki cucu.

"Iya. Abi boleh minta sama Oma nanti. Ya udah sana masuk kelas, Bunda udah harus berangkat."

Abi mencium punggung tangan Marisha lalu melambaikan tangannya.

"Dadah Bunda... Semangat ya kerjanya. Abi sayang Bunda!" teriak Abi tanpa malu karena beberapa siswa-siswi yang memperhatikannya tersenyum geli padanya.

Kelas Abi sudah ramai karena bel masuk akan berbunyi dalam beberapa menit lagi. Abi segera berjalan menuju kursinya dan mendapati Haikal yang tengah fokus mencoret-coret meja dengan mengukir nama pemain sepak bola di sana.

"Kalau punya bakat itu disalurkan dengan benar, Haikal. Percuma bikin lattering di meja, bukannya nambah kreasi lo bikin ngerusak aja tahu nggak?"

Haikal menghentikan gerakannya dan memperhatikan wajah Abi yang secerah mentari pagi ini. Perasaan kemarin mendung setelah pencariannya di ruang guru tidak berhasil.

"Cerah banget muka lo."

Abi terkekeh halus sembari menunjukkan foto ayahnya di meja mereka.

"Raden Kalingga, ayah gue. Ganteng, kan?"

Haikal melotot dan merebut foto itu supaya bisa melihat jelas wajah seorang Raden Kalingga yang diperkenalkan Abi sebagai ayahnya.

"Seriusan?"

"Ya iyalah bege, kalo bukan ngapain gue ngaku-ngaku dia ayah gue."

Haikal memang salah bertanya seperti itu. Abi kembali memasukkan foto ayahnya ke dalam tas.

"Abi, lo udah baikan sama Bunda lo?"

Haikal serba tahu semua tentang Abi. Soal ayah Abi yang selalu Bundanya rahasiakan, sikap Abi yang suka sekali melakukan aksi mogok ngomong sampai manusia paling anti di hidup Abi—Sabrina Auxilia Kasih—semua Haikal tahu.

Abi mengangguk dengan senyum cerahnya. "Udah. Mogok ngomongnya udah kelar. Sekarang gue tinggal nyari tahu alasan kenapa Bunda pisah sama ayah. Lo harus bantuin gue, Kal. Okay?"

"Kalo itu mah pasti dong. Lo tenang aja Bi, Haikal yang ganteng mirip artis Korea ini pasti selalu ngedukung lo kok."

"Iyain aja," balas Abi. Haikal terkekeh.

Setelah itu pembicaraan mereka berhenti karena bel masuk sudah berbunyi. Haikal kembali membuat meja mereka kotor sedangkan Abi memperhatikan Kasih yang sedang mengobrol dengan teman-teman ceweknya.

Baru saja Abi ingin mengutarakan niatnya berterima kasih, tapi guru agama mereka sudah lebih dulu masuk ke kelas. Mungkin bukan waktu yang tepat. Abi akan menyimpan dulu kalimatnya untuk nanti.

 

***

 

Haikal sudah memilih bangku yang tepat untuk menikmati makan siang mereka di kantin tapi Abi langsung menariknya ke meja lain. Dan yang membuat Haikal tambah bingung adalah melihat Abi duduk di depan Kasih. Bayangkan, seorang Abiyasa Syamsah Fajaro yang katanya anti dengan seorang Sabrina Auxilia Kasih tanpa aba-aba malah mendekati gadis itu.

Kasih yang akan memasukkan potongan siomay ke dalam mulutnya langsung dikunyah cepat kemudian ditelan. Ia begitu kaget melihat wajah Abi terpampang jelas di depannya.

"Cewek kunti, makasih ya."

"OMG! Abi mau makan semeja sama Kasih?" teriak gadis itu heboh.

"Dia cuma mau ngucapin makasih," sahut Haikal yang masih berdiri sambil membawa semangkuk bakso dan es teh manis di nampan.

"Haikal diam aja, ini urusan Kasih sama Abi."

Kasih kemudian sadar Abi mengucapkan terima kasih padanya. "Btw, makasih kenapa Bi?"

"Foto yang lo bilang ayah gue beberapa hari lalu, itu beneran ayah gue. Kalau lo gak ngomong gitu, gue gak bakal tahu karena Bunda selalu rahasiain itu. Makasih ya, cewek kunti."

Kasih meringis tiba-tiba dengan napas naik turun. Gadis itu menangis setelah mendengar kalimat Abi barusan.

Tiba-tiba Fina datang dan kaget melihat Kasih menangis. "Kasih kenapa?"

"Abi udah baikan dong sama Bunda? Syukurlah... Alhamdulillah Kasih ikut bahagia. Kasih tuh orang pertama tahu yang seneng kalo Abi baikan sama Bunda."

Haikal tertawa sumbang mengejek Kasih. "Kenyataannya orang pertama itu gue, Sabrina Auxilia Kasih," ujarnya.

Abi kemudian berdiri dari posisi duduknya dan sudah akan pergi, tetapi Kasih menahan lengannya. Fina yang tidak mengerti keadaan hanya fokus makan saja.

"Abi duduk sini aja kenapa sih?"

"Gue gak mau satu meja sama cewek kunti berisik kayak lo," tukas Abi.

"Ih... Tapikan Abi tahu kalau Kasih suka sama Abi."

Senyum Abi terukir sangat manis. Ia melerai telapak tangan Kasih di lengannya. "Tapi sayangnya gue gak suka cewek berisik kayak lo. Gue tuh sukanya yang alim, kalem gitu."

Haikal cekikikan mendengar perdebatan Kasih dan Abi. Dua manusia itu kapan sih bisa akur?

"Kalau Kasih jadi alim, kalem kayak Mina twice, Abi bakal suka?"

Alis abi kerkerut bingung, siapa itu Mina? Apa ada nama Mina di sekolahnya? Ia melirik Haikal yang ternyata sudah duduk manis menikmati baksonya di meja sebelah.

"Ya lo pikir aja sendiri!" Lalu Abi melenggang pergi menghampiri Haikal dan merebut es teh manis sahabatnya itu.

Kasih yakin ia pasti kepikiran kalimat Abi. Berubah jadi alim dan kalem? Kasih pasti akan berubah. Demi seorang Abiyasa Syamsah Fajaro.

 

***

 

Pukul empat sore Marisha dan Abi berangkat menuju rumah Kashaf setelah pria itu menjemputnya sesuai janji. Dan Abi kini sedang asik bermain game di tabletnya duduk di jok belakang sendirian.

Lima belas menit perjalanan akhirnya mereka sampai di rumah besar bercat putih tulang. Marisha segera turun dan membukakan pintu untuk Abi.

"Yasa...." teriak Oma Kirana yang ternyata sudah menunggu di teras rumah.

Yasa adalah panggilan khusus Oma Kirana untuk Abi. Sejak masih kecil Oma Kirana memang suka memanggil Abi dengan nama Yasa. Mungkin karena di beberapa kesempatan Marisha menyebut Abiyasa dan Oma Kirana mengingat nama terakhirnya saja.

Abi yang semula masih fokus dengan tabletnya kini berlari menghampiri Oma Kirana. Anak itu dengan sigap mencium punggung tangan Oma.

"Oma apa kabar? Oma sehat?" tanya Abi ramah.

"Sehat dong. Yasa udah makan?"

Abi menggeleng dengan senyum manisnya. "Belum, Oma."

"Oma udah masak enak buat hari ini khusus untuk Yasa. Mau makan sekarang?"

"Yuk, Oma." Abi menarik lengan Oma Kirana memasuki rumah tanpa ragu. Anak itu sudah terbiasa jadi menganggap rumah neneknya sendiri. Toh, setelah bundanya menikah dengan Om Kashaf ia juga akan menjadi cucu Oma Kirana.

Kashaf meraih telapak tangan Marisha. Gadis itu tersentak dan menatap manik mata Kashaf. Ada apa ini, kenapa Marisha merasa ada yang Kashaf sembunyikan.

"Mama sudah tidak sabar menunggu jawabanmu Marisha. Apa kamu tidak kasihan juga padaku?"

Marisha diam mematung dengan matanya yang mengerjap bingung. Bukan saja Kashaf dan ibunya yang lelah tapi Marisha juga. Kalau boleh jujur, Marisha-lah yang kadar kelelahannya lebih banyak.

"Aku sudah mengatakan berulang kali bahwa pernikahan bukan tentang kita saja, Kashaf. Aku juga pernah menawarkan pilihan padamu, bukan? Kalau kau sudah lelah menunggu, maka lepaskan saja aku. Kita sudah bukan remaja lagi, kau pasti mengerti alasanku."

"Maafkan aku. Mama pasti mengerti, maafkan aku Marisha. Dan tolong biarkan aku tetap menunggumu."

Tangan Kashaf terangkat mengusap rambut Marisha kemudian mendaratkan sebuah ciuman di kening gadisnya.

Marisha tersenyum dengan semburat merah di kedua pipinya. Tangannya mengusap punggung tangan Kashaf dengan lembut.

"Aku tidak pernah membayangkan bagaimana hidupku jika tidak dipertemukan denganmu, Kashaf. Maafkan aku... Tunggu sebentar lagi ya."

"Aku pasti akan menunggumu karena aku sudah menetapkan pilihanku padamu. Itu paten dan tidak bisa diganggu gugat. I Love You."

Marisha terkekeh malu. Padahal bukan pertama kalinya Kashaf mengatakan kalimat romantis tapi Marisha tetap merasa seperti remaja yang baru pertama kali jatuh cinta saja.

"I love you too, Kashaf Rajendra Angkasa," kata Marisha mengeja nama lengkap kekasihnya.

Kashaf langsung membekap tubuh mungil Marisha dan mengusap punggung gadis itu.

Marisha hanya menyembunyikan wajahnya di dada Kashaf karena tinggi badan mereka yang tidak setara membuat Marisha tampak sangat kecil dibandingkan Kashaf.

Terasa nyaman untuk beberapa menit. Hanya ada mereka berdua saling menguatkan tanpa diganggu orang lain. Tapi sepertinya mereka salah, karena suara Abi tiba-tiba membuat keduanya terlepas.

"Mata Abi ternodai," celetuk anak itu di depan pintu.

Kashaf dan Marisha sama-sama menggaruki tengkuk mereka masing-masing, salah tingkah.

Abi kemudian berbalik dan berlarian menghampiri Oma Kirana. "Oma.... Yasa mau makan es krim. Tapi yang manis ya Oma, biar ngalahin adegan Bunda sama Om Kashaf!"

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
To The Girl I Love Next
409      287     0     
Romance
Cinta pertamamu mungkin luar biasa dan tidak akan terlupakan, tetapi orang selanjutnya yang membuatmu jatuh cinta jauh lebih hebat dan perlu kamu beri tepuk tangan. Karena ia bisa membuatmu percaya lagi pada yang namanya cinta, dan menghapus semua luka yang kamu pikir tidak akan pulih selamanya.
Perahu Waktu
435      297     1     
Short Story
Ketika waktu mengajari tentang bagaimana hidup diantara kubangan sebuah rindu. Maka perahu kehidupanku akan mengajari akan sabar untuk menghempas sebuah kata yang bernama rindu
Air Mata Istri Kedua
155      138     0     
True Story
Menjadi istri kedua bukanlah impian atau keinginan semua wanita. Begitu juga dengan Yuli yang kini telah menikah dengan Sigit. Seorang duda yang dia kenal satu tahun lalu. Pernikahan bahagia dan harmonis kini justru menjadi bencana bagi Yuli saat dia mengetahui jika Sigit sebenarnya bukanlah seorang duda seperti yang dia katakan dulu. Pria yang diketahui bekerja sebagai seorang pelayan di seb...
Bulan Dan Bintang
5413      1402     3     
Romance
Cinta itu butuh sebuah ungkapan, dan cinta terkadang tidak bisa menjadi arti. Cinta tidak bisa di deskripsikan namun cinta adalah sebuah rasa yang terletak di dalam dua hati seseorang. Terkadang di balik cinta ada kebencian, benci yang tidak bisa di pahami. yang mungkin perlahan-lahan akan menjadi sebuah kata dan rasa, dan itulah yang dirasakan oleh dua hati seseorang. Bulan Dan Bintang. M...
Venus & Mars
3622      1312     9     
Romance
Siapa yang tidak ingin menjumpai keagungan kuil Parthenon dan meneliti satu persatu koleksi di museum arkeolog nasional, Athena? Siapa yang tidak ingin menikmati sunset indah di Little Venice atau melihat ceremony pergantian Guard Evzones di Syntagma Square? Ada banyak cerita dibalik jejak kaki di jalanan kota Athena, ada banyak kisah yang harus di temukan dari balik puing-puing reruntuhan...
Unbelievable Sandra Moment
598      432     2     
Short Story
Sandra adalah remaja kalangan atas yang sedang mengalami sesuatu yang tidak terduga apakah Sandra akan baik-baik saja?
Behind The Spotlight
3436      1682     621     
Inspirational
Meskipun memiliki suara indah warisan dari almarhum sang ayah, Alan tidak pernah berpikir untuk menjadi seorang penyanyi, apalagi center dalam sebuah pertunjukan. Drum adalah dunianya karena sejak kecil Alan dan drum tak terpisahkan. Dalam setiap hentak pun dentumannya, dia menumpahkan semua perasaan yang tak dapat disuarakan. Dilibatkan dalam sebuah penciptaan mahakarya tanpa terlihat jelas pun ...
Salju yang Memeluk Awan [PUBLISHING IN PROCESS]
14462      2527     4     
Romance
Cinta pertamaku bertepuk sebelah tangan. Di saat aku hampir menyerah, laki-laki itu datang ke dalam kehidupanku. Laki-laki itu memberikan warna di hari-hariku yang monokromatik. Warna merah, kuning, hijau, dan bahkan hitam. Ya, hitam. Karena ternyata laki-laki itu menyimpan rahasia yang kelam. Sebegitu kelamnya hingga merubah nasib banyak orang.
Pieces of Word
2644      930     4     
Inspirational
Hanya serangkaian kata yang terhubung karena dibunuh waktu dan kesendirian berkepanjangan. I hope you like it, guys! 😊🤗
Berawal dari Hujan (the story of Arumi)
1136      609     1     
Inspirational
Kisah seorang gadis bernama Arumi Paradista, menurutnya hujan itu musibah bukan anugerah. Why? Karena berawal dari hujan dia kehilangan orang yang dia sayang. Namun siapa sangka, jika berawal dari hujan dia akan menemukan pendamping hidup serta kebahagiaan dalam proses memperbaiki diri. Semua ini adalah skenario Allah yang sudah tertulis. Semua sudah diatur, kita hanya perlu mengikuti alur. ...